Gue menghembuskan nafas dengan gelisah, sambil menatap langit-langit kamar gue.
Sejak pulang, gue bahkan mengacuhkan panggilan Papa dan Mama gue, dan memilih untuk mengurung diri di kamar. Setengah jam sekali Mama datang untuk mengetok tapi gue memilih diam di dalam tanpa menjawabnya.
Dan, akhirnya Mama pun menyerah.
Gue membuka ponsel gue, lalu mengetikkan sebaris pesan singkat kepada Sabrina.
Vanessa R. Evans : Sab, gue ke rumah lo sekarang.
Gue langsung mengambil sebuah tas ransel kecil, dan memasukkan barang-barang yang gue perlukan untuk menginap, dan seragam sekolah. Tak lupa gue mengambil tas sekolah gue yang tergantung di kursi, berhubung besok masih hari sekolah dan gue nggak mau bolos.
Gue keluar dari kamar, dan disambut dengan tatapan penuh tanya dari Papa dan Mama yang sedang duduk di kursi meja makan.
"Van, kamu mau kemana?" tanya Mama khawatir sambil mendatangi gue.
Gue menunduk, lalu memeluk Mama erat. "Ma, Vanessa mau ke rumah Sabrina, nginep. Ada masalah yang perlu Vanessa selesaikan."
Mama menoleh kebelakang, menatap Papa dengan khawatir. "Mama ragu-"
"Kalau Vanessa punya masalah yang harus diselesaikan, biarkan dia pergi."
Ucapan Papa yang tegas membuat secercah harapan tumbuh dalam diri gue.
"Sayang, kamu yakin? Sudah jam segini-"
"Nggak apa-apa, Ma. Vanessa sudah dewasa. Papa yakin dia akan menyelesaikan masalah dengan benar." ucap Papa.
Gue mengangguk semangat. "Vanessa janji. Kalau gitu, Vanessa pergi dulu ya, Pa, Ma."
Gue pun mencium pipi Mama cepat, lalu berlari kearah Papa dan mencium pipinya juga. "Sampai ketemu besok, Pa, Ma."
Gue dengan cepat mengeluarkan kunci mobil dari saku celana jeans hitam gue, dan menghidupkan mobil. Tepat setelah gue menghidupkan mobil, ponsel gue yang terletak diatas dasbor mobil bergetar.
sabrina angelina : gue udah duga lo bakal dateng. cepetan, lapuk gue nunggu lo.
Gue tersenyum kecil, lalu dengan cepat membalas pesan itu.
Vanessa R. Evans : See you in 20 minutes.
-My Handsome Barista-
Berhubung jalanan Jakarta cukup lenggang malam ini, gue bisa mencapai rumah Sabrina dalam 20 menit, tepat seperti yang gue perkirakan.
Gue segera memarkirkan mobil gue di dalam perkarangan rumahnya setelah meminta satpam untuk membukakan gerbang, dan segera berjalan menuju pintu depan.
"Om, Tante, Sabrina! Gue udah dateng nihh," panggil gue sambil mengetuk pintu.
Pintu pun segera dibuka setelah gue mendengar langkah kaki malas dan gerutu pelan. "Elah, Van. Malem-malem gini bising. Tumbenan juga lo pake ngetok-ngetok pintu segala, biasanya juga langsung masuk aja." komentar Sabrina panjang lebar dengan wajah yang cemberut.
Tak bisa ditahan, gue pun tertawa terbahak. "Iye, iye, sorry. Kan manatau. Eh, bokap lo udah pulang belum?" tanya gue sambil memasuki rumah Sabrina setelah membuka sepatu.
"Belum kok. Lo kaya nggak tau bokap gue aja." jawabnya sambil mendengus dan tertawa kecil. Dia pun mengambil dua cangkir yang bermotif kembar dan mengisinya dengan air hangat.
Bukan, bokapnya si Sabrina bukan sering pulang malem gara-gara hal yang 'tidak baik', tapi malah bokapnya tipe pekerja keras banget. Dan karena profesinya yang dokter itu, bokapnya sering dapet panggilan buat operasi tengah malam, dan ya.. bisa ditebak lah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Barista
TeenfikceGue Vanessa Rachel, biasa dipanggil Van atau Nessa. Gue suka Starbucks, seperti halnya temen-temen deket gue- si kembar Dina dan Dini, si pendiam tapi brilian Sabrina, dan si bawel Karina. Hidup gue (hampir) selalu berjalan dengan baik, sebelum keda...