Diary.

60 11 4
                                    

Ini part kedua, semoga suka!

---

Mengayuh dan terus melaju mengikuti alur untuk sampai di apartemenku. Aku memang tinggal di apartemen, sendirian seorang diri. Orang tuaku berada di luar negri, sibuk memikirkan karirnya. Aku sebagai anak hanya mampu untuk menerima kenyataan.

Akhirnya aku tiba di gedung apartemen, turun dari sepeda lalu menuntunnya untuk sampai ke halaman parkiran.

"Stacy, udah pulang?" sapa security bernama John itu padaku seperti biasanya.

"Udah, pak. Aku duluan ya." kataku balik seraya meneruskan perjalananku.

Setelah memarkirkan sepedaku dengan rapi, aku bergegas untuk masuk ke dalam gedung dan sedikit berbincang dulu dengan resepsionis bernama Ms. Karen yang selalu tersenyum menyapaku tiap kali aku lewat.

"Bagaimana harimu, Stacy?" tanyanya dengan nada lembut seperti biasa.

"Cukup baik. Aku duluan, Ms!" jawabku seraya melambaikan tangan.

Aku mengejar lift agar tidak tertutup duluan, masuk ke dalam ikut untuk berdesak-desakan.

Aku tiba di di lantai 11 dari 50 lantai gedung ini. Mataku dengan iseng melihat-lihat pintu apartemen yang berwarna cokelat tua dengan sebuah papan angka yang tergantung di tengah-tengah sebagai nomor pintu.

404.

Ah, itu dia pintu rumahku. Dengan merogoh saku seragamku, mengambil kunci lalu memasukan ke dalam tempatnya.

Cklek.

Pintu terbuka dan aku masuk ke dalam. Sepi, hening nyaris tidak berpenghuni. Suasananya masih sama tidak berubah semenjak tadi pagi aku tinggalkan. Rasanya sempat aku menginginkan hidup seperti Mary, jika setiap kali aku bermain ke rumahnya, ia pasti selalu mengucapkan salam dan ibunya pasti selalu menyambutnya.

"Bunda, Stacy pulang."

"Wah, gimana hari ini? Semua lancar?"

Aku terkekeh pelan saat kenangan kecil itu teringat di kepalaku.
Aku menutup pintu lalu menaruh tas ku di kursi. Bergegas membuka sepatu lalu setelah itu pergi ke dapur untuk mengambil segelas air putih yang mampu meredakan haus yang melanda tenggorokanku.

Bergegas mengganti seragamku, dan aku teringat akan suatu hal. Ku rasa aku harus mengerjakan pekerjaan rumahku terlebih dahulu lalu setelah itu pergi tidur siang.

Kadang kala aku merasa amat kesepian. Maksudku hidupku terasa hampa karena tinggal seorang diri seperti ini.
"Jika saja ada orang yang mau tinggal seatap denganku dan menempati kamar ini." aku bergumam sembari berjalan menatap satu buah kamar kosong yang tidak memiliki penghuninya.

Jadi apartemen ini memiliki dua kamar tidur. Fyi saja sih.

"Biologi halaman sembilan puluh enam." aku mengingat-ingat dimanakah Ms. Gwen memberiku tugas di buku paket.

Mulutku melenguh malas dengan tugas yang lumayan rumit ini. Dengan kesal ku tutup kembali buku paketku lalu meraih sebuah buku berwarna biru cerah. Buku itu menarik perhatianku dan ku rasa itu ialah buku diary.

Sebenarnya aku tidak pernah membeli buku semacam ini. Aku sendiri tidak tahu jika buku ini tiba-tiba saja berada di dalam tasku. Aku sempat bertanya pada Mary, apakah buku ini miliknya namun dia mengatakan dia tidak tahu apa pun. Jadi asumsiku berkata mungkin ada seseorang yang mengagumiku lalu diam-diam memberiku buku diary ini. Hahaha astaga ya ampun, mengapa aku bisa berpikir sepercaya diri itu?

Lagi pula kalau pun asumsiku itu benar, yang aku herankan mengapa si pengagum itu memberiku buku? Mengapa bukannya cokelat atau setangkai bunga mawar saja? Oh atau mungkin sebuah amplop berisikan kata-kata romantis? Astaga, sudah hentikan Stacy! Pemikiranmu benar-benar norak. Oh, mungkin ini karena aku terlalu banyak menonton sinetron.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hard || c.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang