Chapter 1

7.2K 57 2
                                    

"Tadi pagi aku melihat dua orang perempuan di sebelah rumah kita. Apakah mereka orang baru?" Tanya Zayn kepada ibu nya. Ia sedang makan malam bersama keluarga nya.

"Ya, tadi pagi aku juga sempat mengobrol sebentar dengan.... Eemm, Angel-"

Omongan Waliyha dipotong oleh Doniya.

"Angeline kan? Dan kakaknya yang bernama Diana."

"Ya kalian semua benar. Keluarga Woods baru saja pindah." Trisha terduduk disebelah Waliyha.

"Ibu kenal dengannya?" Zayn menatap Trisha yang duduk dihadapannya.

"Ya, Mrs. Becky Woods adalah teman ibu semasa SMA dulu. Tapi ibu dan Mrs. Becky tidak se-akrab sekarang. Dan kakak dari Mr. Johny Woods adalah teman baik ayahmu. Jadi, Mr. Johny sudah saling mengenal dengan Ayah." Jelas Trisha.

Zayn dan yang lainnya hanya mengangguk. Yaser Malik, ayah Zayn, tidak bisa ikut makan malam pada hari itu. Karena ia sedang ada rapat penting yang tidak mungkin ditinggalkan.

"Lalu Zayn. Bagaimana menurutmu?" Doniya terduduk disamping Zayn.

"Apanya?" Zayn menengok ke arah Doniya.

"Mereka." Doniya mengambil sendok dan juga garpu.

"Mereka siapa?" Zayn semakin bingung. Karena Doniya berbicara setengah-setengah. Lagipula Zayn juga tidak mengerti apa maksud Doniya.

"Tentu saja Angeline dan Diana." Doniya kembali duduk dikursinya setelah mengambil makanan secukupnya.

"Menurutku mereka cantik. Tapi aku tidak tau bagaimana sifat aslinya." Zayn mengangkat bahunya acuh.

"Lalu kau tertarik dengan mereka huh?" Doniya menatap jahil.

"Apa?" Zayn mengernyitkan dahinya, menatap Doniya.

Tiba-tiba saja Safaa datang dan duduk disebelah Doniya. "Apa ibu dan ayah akan menjodohkan Zayn dengan salah satu diantara Angeline dan Diana?" Tanya Safaa dengan polosnya.

Sontak semua orang yang berada diruang makan itupun menengok kearah Safaa. "Oopsie doopsie...." Gumam Safaa pelan, ia langsung menunduk dan menyantap makan malamnya dengan sangat perlahan.

Semua tertawa melihat Safaa yang malu akan ucapannya sendiri. Doniya mengacak-ngacak rambut Safaa dengan main-main, "Mungkin saja ibu dan ayah akan menjodohkan mereka nantinya." 

Zayn hanya dapat mendengus kesal.

Angeline's POV

Aku menghirup udara segar. Begini kah rasanya tinggal di London?

"Hey, jangan diam saja. Bantu kami. Kau tidak lihat ibu bolak-balik menata barang? Bahkan Michelle ikut membantu." Protes Diana. Umur kami sama, kami lahir hanya beda beberapa menit. Tetapi, aku yang paling tua diantara Diana dan Michelle.

Aku menghela napas dan langsung membantu membawa barang kedalam rumah.

"Huuuft...." Aku terduduk disofa, mengelap keringat yang terjatuh ke pipiku dengan tanganku.

"Kau mau aku buatkan segelas teh?" Tawar Michelle, adikku. Umur kami hanya berjarak 1 tahun.

"Tentu." Aku tersenyum, lalu Michelle berjalan ke dapur.

Tak lama, ia kembali dengan segelas teh hangat ditangannya. "Thanks." Gumamku pada Michelle, ia terduduk disebelahku. "Yep." Michelle tersenyum manis. Ia adalah adik yang baik menurutku. Selama ini ia tidak pernah membuatku kesal atau marah berlebihan padanya. Entah sampai kapan itu akan bertahan.

Aku membuka pintu kamar yang tak lain milikku bersama Diana dan Michelle. Karena itu, kamar ini cukup besar.

Aku berbaring dikasurku, ditengah tengah Diana dan Michelle. Ketika aku menengok kearah jendela, aku dapat melihat seorang laki-laki. Wajahnya seperti orang Arab, Pakistan atau semacamnya, dari kejauhan. Rambutnya berwarna hitam.

"Itu Zayn Malik. Dia tampan, benar kan Michelle?" Diana menengok kearahku dan Michelle secara bergantian.

"Ya! Aku suka gaya rambutnya, itu keren." Michelle terlihat senang. Ini lah hal yang aku benci. Michelle dan Diana jauh lebih genit dibandingkan aku.

Aku hanya mengabaikan mereka. Lagipula, besok aku mulai sekolah. Aku tidak mau telat dihari pertama aku masuk sekolah. Aku mulai memejamkan mataku dan tertidur.

***

"Angeline! Bangun!" Seseorang menepuk-nepuk lenganku.

"Ugh, sakit bodoh." Aku membuka mataku perlahan. Sudah kuduga, ternyata Diana.

"Cepat bangun! Aku dan Michelle tidak mau telat karena mu. Oke?" Protes Diana. 

"Iya, iya." Aku langsung turun dari kasur. Aku berjalan ke kamar mandi.

Setelah selesai, aku sarapan terlebih dahulu.

"Aku selesai. Kami berangkat ya bu." Aku memeluk ibuku dengan singkat. Ibu dan Ayah sedang sibuk bekerja akhir-akhir ini. Bahkan terkadang hari libur saja masih bekerja. 

Aku, Diana, dan Michelle berjalan menuju garasi. Aku mengambil kunci mobilku, lalu kami bertiga masuk.

"Kalian tau dimana Woodside High School?" Tanyaku setelah duduk di kursi pengemudi. Diana duduk disebelahku. Sedangkan Michelle duduk di belakang.

"Aku tau! Kau ikuti saja arahan dariku." Michelle menepuk pundakku. Aku tercengir senang. Setidaknya aku tidak perlu pusing-pusing menanyakan jalan pada orang kan?

Aku menyalakan mesin mobilku. Aku langsung tancap gas ke sekolah.

"Whoaaa." Kagum ku, melihat WHS. Aku tidak menyangka sekolah nya sebesar dan sebagus ini.

Ibuku bilang, fasilitas disini cukup lengkap. Dan ada banyak sekali ekstrakulikuler yang bisa aku pilih.

"Sungguh, sekolah ini keren."

"Mungkin aku akan betah disini."

Gumaman Diana dan Michelle karena kekaguman mereka dengan WHS ini membuatku terkikik pelan. Aku mencari tempat parkir.

Ketika aku ingin memarkirkan mobilku, tiba-tiba saja ada mobil berwarna pink menjijikan dengan gadis genit menjijikan menyelak begitu saja.

"Sial." Gumamku pelan. Gadis genit dengan mobil pink menjijikan itu menyeringai dengan sangat licik kearahku. Oh biar kuperbaiki, 3 gadis genit.

"Sudahlah, kita bisa mencari tempat yang lain." Ujar Michelle. "Ya, mungkin tak jauh dari sini ada tempat parkir yang kosong." Lanjut Diana.

Aku mengangguk pelan menyetujui mereka berdua. Well, untuk apa juga aku mencari masalah dengan 3 gadis genit menjijikan itu? Toh aku juga baru masuk sekolah. Aku tidak mau mencari masalah disini, aku hanya ingin mencari ilmu.

"Aku duluan ya, temanku bilang ia menungguku digerbang. Aku menitip seragamku padanya." Diana terlihat terburu-buru, ia langsung keluar dari mobil.

"Em yeah aku juga. Maafkan aku Angeline. Aku harus segera pergi. Aku juga menitip seragam." 

"Yea, tak apa." Ujarku singkat. Setelah itu Michelle keluar.

Aku, Diana, dan Michelle memang belum mendapat seragam. Enak sekali Diana dan Michelle menitip seragam pada temannya. Aku? Tak ada satu orangpun yang aku kenal disini, mungkin.

Aku turun dari mobil dan mengambil tas ku. Aku memakai jeans dan kaus lengan pendek. Dan ya, aku harus mengambil seragam ku sendiri. Tapi aku tidak tau dimana mengambilnya. Ah masa bodo lah. Aku kan punya mulut, jadi apa salahnya jika aku bertanya saja?

Aku berjalan menelusuri koridor. Semua mata menatapku aneh. Tatapan seperti itukah yang akan didapat oleh seorang murid baru? Oh aku baru merasakannya kali ini.

Aku pun menunduk karena merasa malu. Aku tidak tau harus kemana sekarang. Bodoh, gumamku dalam hati.

Tiba-tiba saja aku menabrak seseorang. Buku yang orang itu bawa terjatuh. "Maaf, aku tidak sengaja" aku berlutut, membantu orang itu merapihkan bukunya.

Aku melihat tangannya. Ia memakai sebuah gelang. Oh wait. Gelangnya mirip sekali dengan milikku. Aku pun mendongakkan kepala ku, menatap lelaki itu.

"Kau?" Aku menatapnya dengan heran. Bagaimana aku bisa bertemu dengannya disini?

Hidden FeelingWhere stories live. Discover now