Chapter 4

158 13 0
                                    

Aku berjalan bersama Mac menyusuri Jalan kecil yang tersusun atas kerikil-kerikil kecil. Banyak obrolan yang tercipta di pertemuan pertama aku dan Mac. Dia anak yang asik, akupun asik bergaul dengannya karena dia tingginya melebihiku, jadi orang bisa mengira jika dia anak yang seumuran denganku.

"Maddie!" ujar Mac saat ia menangkap sosok Maddie.

Mac bercerita bahwa ia sangat mencintai Maddie, walaupun ia belum pernah bertemu dengan Maddie, tapi mereka sudah menjalani hubungan selama sekitar satu tahun lebih. Aku kadang iri dengan Maddie, ia betul-betul beruntung mendapatkan Mac.

"Ayo, Ari, kita kesana." Mac mengajakku menghampiri Maddie, aku ikut saja dengannya.

Mac dan Maddie berpelukan lalu Mac mencium kening Maddie, astaga aku merasa hina disini, aku kalah dengan anak SHS! Ini namanya penghinaan secara tidak langsung, ya ampun, kenapa aku malah bawa perasaan gini ya haha.

"Oh iya, Babe kenalkan dia ini Ariana, dia yang membantuku tadi untuk menemukanmu." ujar Mac

Maddie tersenyum sangat ramah, "Helo Ariana, aku Maddie. Kau terlihat sangat manis"

Aku tersipu "Oh haha, thanks so much. You too, you are so beautiful"

"Terimakasih, Ari."

"Dia ini sudah duduk di bangku universitas, babe."

Maddie terlihat terkejut, "Aku kira kita sama, kamu terlihat seperti anak SHS Ari, sungguh awet muda. Aku jadi merasa tua sekali sekarang, hahaha" canda Maddie

"Ah, kau bisa saja, Maddie. Justru aku iri dengan kau, pacarmu ini pria yang sempurna, ramah, tampan, lucu, pasti kau bahagia sekali kan bersamanya?"

Maddie tersenyum, "Ya, memang dia sosok yang sempurna, aku bersyukur memilikinya."

"Andai ada duplikat yang seperti dia, namun yang umurnya setara denganku, agar bisa aku pacari, hahaha" candaku, membuat tawa kami pecah

"Eh, by the way, jika kau mau, aku mempunyai seorang kakak laki-laki, kebetulan seumuran denganmu, dia tinggal disini juga, aku akan tinggal bersamanya disini." ujar Mac

"Oh ya? Apakah kakak kau sama seperti kau? Ramah, tampan, lucu?" tanyaku

Mac mengangguk mantap "Satu lagi, incaran semua wanita saat di Canada dulu"

"Wow!"

"Kau mau aku kenalkan?" tawar Mac

Aku berdehem "Boleh"

"Ok, nanti akan ku kenalkan."

Aku mengangguk.

Aku melihat jam tanganku, sudah pukul lima sore. Sepertinya aku harus segera pulang, karena nanti malam aku akan ada acara kampus, ya seperti pesta tahunan.

"Mac, Maddie, aku pulang ya. Aku harus bersiap-siap untuk pergi malam ini" ujarku

"Kau akan pergi kencan bersama pacarmu?" tanya Mac, yang menurutku itu adalah sebuah ledekan halus.

"Kau tidak usah meledekku Mac, aku tidak memiliki pacar." ujarku ketus

Mac tertawa "Jangan marah seperti itu, Ari! Aku hanya bercanda, nanti kau pasti menjadi pacar kakakku."

Aku mengernyitkan dahi, "Baiklah, aku harus pulang, sampai jumpa"

"Tunggu, Ari!"

"Apa lagi, Mac?" tanyaku

Mac menjulurkan handphone-nya padaku "Ketik nomor handphone kau, biar aku mudah menghubungimu"

Aku meraih handphone Mac dan mengetikan beberapa digit nomor. "Sudah" kataku mengembalikkan handphone Mac

"Thanks" Mac menaruh kembali handphone-nya

"Baiklah aku pulang dulu"

"Sampai jumpa, Ari. Hati-hati di jalan" pesan Maddie

"Ya gadis cantik." balasku.

---

Sekarang aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke acara kampus, aku memakai dress selutut berwarna putih dengan bel berwarna merah muda di lingkar pinggangku, untuk sandalnya aku memakai high-heels berwarna putih yang heelsnya tidak terlalu tinggi, ya sedikit membantu postur tubuhku yang mungil ini, aku sebenarnya ingin saja memakai heels tinggi, tapi aku takut terkilir. Aku mengikat rambut panjangnya dengan kuncir kuda, namun tinggi. Ya, aku merasa nyaman dengan rambutku yang di ikat. Aku memoles bedak tabur ke wajahku, dan sedikit lipgloss merah muda membasahi bibirku. Hanya itu saja, aku tak pandai berdandan.

Aku sudah menelpon taksi tadi, jadi mungkin taksi nya sudah menunggu di depan gerbang.

Aku meraih tas kecilku yang berwarna merah muda lalu aku keluar dari apartement-ku.

Sesampainya disana, aku langsung menuju ke ruang di adakannya acara. Ternyata sudah banyak yang datang. Ramai sekali. Aku mencari sosok sahabatku, Tay. Namun yang datang malah...

"Hai, babe." sapa pria menjijikan, siapa lagi kalau bukan Nathan.

Aku mengabaikannya dengan tetap memerhatikan sekitar, mencari Taylor.

"Kau mencari siapa sih, babe?" tanya Nathan

Aku berdecak sebal "Kau ini ingin tahu saja, ini bukan urusanmu."

"Lho? Kau ini bagaimana? Ya, urusanmu itu urusanku juga, babe."

Aku memelototinya "Hei, bisakah kau tidak memanggilku dengan panggilan babe? Itu menjijikan."

"Itu tanda sayang aku, babe"

"Kau sebut itu sekali lagi, ku lempar kau dengan heels-ku." ancamku dan membuatnya diam.

Akhirnya aku menemukan Tay yang sedang duduk di pojokan ruangan, sedang apa dia. Aku langsung menghampirinya tanpa memperdulikan pria menjijikan itu.

"Helo, Tay!" sapaku

"Hi" aku dan Tay bercipika-cipiki

"Kau sedang apa di pojokan sini?" tanyaku

"Tidak, aku bosan saja." jawabnya seadanya

"Baiklah, sekarang lebih baik kita kesana? Disana lebih indah" aku mengajak Tau ke sebuah kursi panjang yang terdapat di kanan ruangan, dari situ kami bisa melihat langit malam.

Aku menarik Tay, dan Tay ikut saja dengan pasrah.

Baru saja aku ingin duduk di kursi itu bersama Tay, sayang ada orang yang mendahuluinya.

MEET AND MATCH! (Jariana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang