Ara's Pov
"Aurora, sudah jam 6, kalau tidak segera papa takut kamu ketinggalan kereta". Omel papa sambil menyeret 2 koperku yang besar-besar keluar dari kamarku.
Sudah waktunya, besitku dalam hati. Kupandangi sekali lagi kamarku, duniaku, dan menyeret kakiku yang enggan melangkah sambil menyampirkan ransel tua milik mama kebahu kurusku.
Papa sudah menungguku didalam mobil, menyuruhku bergegas dengan tatapannya. Aku berlari kecil keluar dari halaman rumah dan sekali lagi terpaku ketika menutup pagar, kupandangi dalam-dalam rumahku yang kecil namun asri ini. Aku pasti merindukan, ucap hatiku.
"Aurora!". Suara papa mulai meninggi, aku segera melepaskan tanganku dari pagar dan masuk kemobil.
Stasiun kereta api
Setelah masuk kedalam gerbong dan menyusun koperku, papa keluar dari gerbong dan menghampiriku dengan mengulurkan dua lembar tiket.
Kuraih tiket tersebut dan menatapnya bingung.
"Kamu kan nggak bisa nggak tiduran kalau dalam perjalanan jauh, papa beliin dua tiket biar kamu bisa selonjoran". Jelas papa, mungkin paham dengan ekspresi minta penjelasanku. Ah, papa sweet banget. "Sampaikan salam papa untuk paman dan bibi, kamu baik-baik disana". Pesan papa sambil mengecup dahiku. "I love you, darl". Bisik papa sambil memelukku erat.
"Thanks pa, i love you too". Balasku sambil mengecup balik dahi papa.
Aku berjalan masuk ke gerbong kereta setelah melambaikan tangan yang segera dibalas papa sambil menghapus air matanya. Terenyuh juga melihat papa menangis seperti itu, terakhir aku melihatnya menangis ketika hari kematian mama, 10 tahun yang lalu.
Tapi aku memang tidak pernah menitikkan air mata, sehingga hanya hatiku saja yang merasa terenyuh, air mataku tak mau menetes.
Aku mulai mengeluarkan i-pod dan memasang earphone di kedua telingaku. Kupejamkan kedua mataku sambil bersandar kejendela dan mengangkat kakiku, selonjoran diatas bangku. Hmmmm, thanks papa, gumam hatiku. Kurasakan kereta api mulai berjalan pelan di sela kesibukanku menikmati alunan lagu yang mulai merayap ke ruang dengarku. Suara ingar-bingar di sekelilingku pun mulai meredup.
Tempat dudukku paling ujung, gerbong yang kutumpangi penuh, kecuali seat di sebelahku yang memang sengaja papa pesan agar aku bisa menikmati perjalananku. Semacam egois sih menurutku kalau cuma aku yang duduk sendiri, tapi hal ini lebih baik daripada kakiku nanti malah berada diatas pangkuan orang lain.
Ada suara orang datang, dengan malas kuintip yang datang itu dari bulu-bulu mataku, ada dua orang cewek kembar yang duduk di depanku, sesekali berbisik-bisik dengan tatapan mereka yang tak lepas dari wajahku, sepertinya mereka mengira mataku benar-benar terpejam sehingga mereka bisa sebebas itu menatapku.
Ah sudahlah, hatiku berdamai. Aku mengindahkan tatapan keduanya kembali menikmati alunan musik, namun ketenangan yang kupaksakan ini pun tidak berlangsung lama sampai seseorang dengan seenak jidatnya menurunkan kakiku dan duduk secara serampangan di sebelahku, terang saja aku merasa terganggu dan kubuka mataku.
Awalnya kufikir salah satu dari si kembar yang melakukan hal menyebalkan tersebut, namun kulihat mereka berdua tetap duduk ditempatnya dengan ekspresi berdecak kagum yang disembunyikan di balik tangan mereka yang menutupi separuh wajah masing-masing.
Aku memperbaiki posisiku dan memutar wajahku kesamping, kudapati seorang pria sudah duduk tenang di sebelahku dengan earphone terpasang di telinganya.
Kuputuskan untuk melepas earphone itu dari telinganya, toh dia juga tidak sopan denganku.
Ia menatapku dengan tatapan terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in You
RandomDan untuk apa pertemuan yang berujung perpisahan, kau buatku mencintaimu namun kau pinta aku membenci?