Arvel dan dua sahabatnya yang lain menghabiskan waktu mereka dipantai sore ini. Membiarkan Edgar dan Arlyn pergi berdua merupakan bagian dari rencana Arvel. Meskipun hal itu membuat Fian sahabatnya merasa sakit hati, tapi tetap saja dia mempunya hal lain yang ingin dilakukannya.
"Kenapa Arlyn harus pergi dengan Edgar? Sebenarnya kamu punya rencana apa?" tanya Leon saat mereka tengah duduk mengamati sang surya yang mulai meninggalkan tempat peraduannya.
Arvel masih terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Leon. Dia menatap Fian yang berada disampingnya yang menatap langit sore dengan kosong.
"An, kenapa? Suntuk bener," ujar Arvel seolah tidak mengetahui apapun.
"Aku masih nggak ngerti dengan semua rencanamu. Kamu tahu sendiri bagaimana Edgar dan sekarang, kamu membiarkan Arlyn mengenal Edgar," papar Fian. Leon yang duduk bersebrangan dengan Fian mengangguk setuju dengan semua ucapan Fian.
Tapi sepertinya Arvel tidak terpengaruh dengan semua ucapan kedua sahabatnya itu. "Aku tahu siapa Edgar. Dan aku juga tau siapa Arlyn. kalian tenang aja."
"Kalau ternyata perkiraanmu meleset, kamu akan kehilangan Arlyn," Leon tidak tahan melihat ketenangan Arvel yang seperti ini.
Permainan yang saat ini dimainkannya cukup berbahaya. Dia tahu apa yang dapat terjadi, tapi dia tetap membiarkan semuanya terjadi. Dia ingin meyakinkan dua sahabatnya bahwa keputusannya tepat. Meskipun dia sendiri mengkhawatirkan keadaan Arlyn nantinya.
***
"Arlyn mana, Vel?" tanya Edgar saat mereka semua berkumpul untuk melakukan kegiatan malam.
Membaur dengan semua orang yang ada di pantai Kuta.
"Pergi sama Mama. Tadi baru aja dijemput," jawab Arvel sambil memperhatikan Leon dan Fian yang sudah menunggu kehadiran dirinya sedari tadi.
Meskipun sedikit kecewa, tapi Edgar tetap berusaha untuk menikmati malam ini bersama sahabatnya. Setidaknya dia sudah berhasil merebut sedikit perhatian Arlyn saat mereka pergi ke Kintamani kemaren. Dan menurutnya sekarang Arlyn mulai memberikannya lampu hijau.
Meskipun dia tidak yakin seratus persen.
Kebiasaan mereka selama di Bali tidak lepas dari kegiatan malam. Dan karena ini malam terakhir untuk mereka, mereka berempat berniat untuk menghabiskan malam ini dengan suasana pantai Kuta.
Lampu-lampu yang remang dan suara dentuman musik yang keras membuat jantung mereka berdetak kuat mengikuti setiap tempo dalam lagu tersebut. Tanpa dapat ditahan badan mereka mulai begoyang mengikuti setiap alunan lagi yang dapat mereka dengar.
Arvel dan yang lainnya, mengambil tempat disalah satu sudut ruangan. Dari sana mereka dapat melihat sekeliling mereka. Bagaimana para bule beraksi dilantai dansa. Dan melihat bagaimana DJ memainkan musik sampai membuat semua orang terbuai dalam euforia malam ini.
Masih belum berniat untuk berbaur dengan kepadatan orang dilantai dansa, mereka berempat masih melayangkan pandang menyusuri setiap sudut ruangan tersebut. Tidak ada yang menguraikan kata. Mereka semua sibuk dengan pikiran masing-masing.
Namun, dari lantai atas terdengar suara jeritan histeris perempuan-perempuan yang ada disana. Arvel yang tidak sengaja menatap ke lantai dua ruangan tersebut, melihat bayangan beberapa orang yang sedang bernafsu menghabisi seseorang yang ditarik kerah bajunya.
"Hei, hei, ada yang berkelahi," Arvel menarik lengan sahabat-sahabatnya dan menunjukkan pada arah yang sedari tadi dilihatnya. Meskipun tidak dapat mendengar dengan jelas ucapan Arvel, mereka bertiga mengikuti apa yang mencuri perhatian Arvel.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?