34

4 0 0
                                    

Alunanmusik jazz dari laptop Arlyn memenuhi ruang kamarnya yang kecil. Ketukan dipintu kamarnya tidak dapat di dengarnya, hingga Leon yang sedari tadimenunggunya di depan pintu mengulurkan kepalanya masuk ke dalam kamar Arlyn danmenyadarkannya.

"Seriusbanget, Mbak?"

"Ka?Ngapain lu di sini?" Arlyn memutar kursinya menatap Leon yang berjalanmendekatinya.

"Guehanya mau lihat keadaan lu." Leon duduk diatas meja belajar Arlyn sambilmengangkat salah satu kakinya. "Gue khawatir lu bakalan semakin brutal setelahkejadian siang tadi."

"Gilalu!" Satu tinjuan keras Arlyn mendarat di lengan Leon dan tawa merekamengalahkan suara musik yang ada.

MelihatArlyn yang dapat kembali tersenyum setelah melakukan aksi mengerikan di kosanBela, membuat Leon dapat bernapas dengan lega kembali. Dielusnya kepala Arlyndengan gemas membuat Arlyn hanya tersenyum menerima perlakuan Leon.

"Lyn,tadi kakak kelas lu ke sini, ya?"

"Kakakkelas? Siapa?" tanya Arlyn bingung. Dengan segera Arlyn mengecilkan volumesuara laptopnya sambil mendengarkan pertanyaan Leon.

"Itu,kakak kelas yang lu kecengin."

"Tristan?"tanya Arlyn lagi.

"Mungkin.Gue nggak tahu namanya." Leon mengangkat ke dua pundaknya. Masih kebingungandengan ucapan Leon, Arlyn semakin mengecilkan volume laptopnya hingga dia hanyadapat mendengar suara Leon. Dan dengan matanya yang bulat, Arlyn mencobamengorek kembali informasi tentang Tristan.

"Kapan?Dimana?"

"Tadi,waktu gue datang. Setelah Edgar balik."

SebentarArlyn memikirkan tentang ucapan Leon hingga dia berdiri dari tempat duduknyadan berlari keluar kamarnya mencoba mengejar kehadiran Tristan seperti yangdiucapkan Leon.

Tapi,lama dia mencari, sosok Tristan tidak dapat ditemuinya.

"KaTristan? Jangan-jangan dia udah lama lagi nunggu tapi gue nggak nyadar. Gimana,nih?" Arlyn mengatur napasnya yang terengah-engah sambil mencoba berpikirmencari cara untuk dapat bertemu dengan Tristan.

***

Sudahsejak sejam yang lalu, ringtone HP Tristan terus berdering dan menunjukkan satunama penelepon yang sama tapi tetap saja Tristan membiarkannya dan memutuskanuntuk tidak menjawab panggilan telepon tersebut.

TapiArlyn yang sedari tadi berusaha untuk menghubungi Tristan tidak juga putus asa.Dia masih terus mencoba menghubungi Tristan meskipun dia tahu teleponnya tidakjuga mendapat jawaban dari seberang.

Berulangkali Arlyn menghubunginya hingga akhirnya Tristan luluh dan mau menerimatelepon dari Arlyn.

"KaTristan!!! Akhirnya diangkat juga."

"Adaapa?" tanya Tristan ketus.

"Ka,aku di depan kampus lu!" tidak peduli dengan semua ucapan kasar Tristan, Arlynmencoba untuk tetap ceria.

"Ngapainlu ke sini?"

"Mauketemu sama lu. Keluar dong, Ka..." pinta Arlyn lagi. Tanpa menunggu kelanjutanpembicaraan mereka, Tristan memutuskan sambungan telepon mereka.

Denganpenuh harap, Arlyn duduk di salah satu bangku yang ada di depan kampus Tristan.Lama dia menunggu namun Tristan belum juga kunjung datang. Sesekali Arlyn inginmenghubungi Tristan tapi hal itu tidak dilakukannya. Dia yakin kalau Tristanakan datang menemuinya.

Dantepat seperti yang diharapkannya, Tristan akhirnya datang menemuinya setelahdua jam Arlyn menunggu di bawah naungan matahari siang yang terik.

MelihatTristan yang baru saja keluar dari gedung kampusnya dan mengenakan ransel Arlynsegera meloncat berdiri dari tempatnya dan menyambut kedatangan Tristan dengansenyumannya.

"Hai,Ka!!!"

Sambilmembuang muka dan memasang sikap cuek di depan Arlyn, Tristan berjalan melewatiArlyn begitu saja.

"Ka.Tunggu, Ka!!!" panggil Arlyn sambil menyejajarkan langkahnya dengan Tristan."Ka, tungguin dong..." pinta Arlyn lagi.

Mendengarkanpanggilan Arlyn yang cukup keras dan tidak ingin menarik perhatian lebih banyakorang lagi, Tristan berhenti berjalan secara tiba-tiba membuat Arlyn ikutmengerem laju larinya.

"Adaapa? Gue mau balik."

"Kemarindatang ke rumah, ya? Kenapa nggak masuk?" tanya Arlyn yang masih ngos-ngosanmengejar langkah Tristan.

"Hanyalewat." Tristan kembali berjalan meninggalkan Arlyn. yakin bahwa dugaannyatepat, Arlyn kembali berlari mengejar Tristan dan berhenti tepat didepannya,membuat Tristan kembali berhenti mendadak. "Ada apa lagi."

"Ka,gue tahu lu pasti salah paham. Kemaren itu gue sama Ka Edgar nggak seperti yanglu lihat. Dia hanya..."

"Guenggak peduli. Lagipula itu bukan urusan gue! Lu mau jalan sama siapa jugaterserah lu!"

"Tapi,kemaren lu salah paham. Ka Edgar itu teman Bang Arvel."

"Lalu?Karena dia teman abang lu, jadi kalian bisa peluk-pelukan sembarangan di depanrumah?"

"Nggak.Bukan..." Arlyn berusaha untuk mencari kalimat lain supaya dapat menjelaskankeadaannya pada Tristan. Tapi Tristan terlanjur salah paham dan sulit untukmenerima semua penjelasan Arlyn.

"Gueharus balik," pamit Tristan. Dia mendorong pundak kiri Arlyn dan berlalu begitusaja.

"Ka,gue nggak bohong! Ka Tristan!!!" teriak Arlyn dan kembali mengejar langkahTristan. Arlyn mencegah Tristan membuka pintu mobilnya dan mencoba menjelaskankembali apa yang sebenarnya terjadi.

"Apalagi, Lyn?" tanya Tristan berusaha untuk tetap sabar.

"Luharus percaya sama gue. Ka Edgar hanya coba nenangin gue soalnya gue kemarinmarahin Bela pacar Arvel. Hanya itu."

"Udahselesai?"

"Ka..."panggil Arlyn lagi.

"Lyn,gue udah bilang sama lu, itu bukan urusan gue. Dan kalau lu mau deket samasiapa aja terserah lu. Jelas?"

Belumsempat Arlyn mengucapkan kalimat lain, Tristan sudah masuk ke dalam mobilnyadan menutup pintu dan melaju dengan cepat meninggalkan Arlyn.

***

"TOBIAS!!!!"teriak Samantha histeris. Bik Jum, pembantu rumahnya kelimpungan menenangkanSamantha yang sedang berteriak histeris seperti itu. Dia sudah berusaha menarikSamantha untuk tidak melempar berbagai barang tapi usahanya gagal.

"Bu,tenang Bu... Ibu tenang..." ucap Bik Jum putus asa.

"TOBIAS!!Anakku!!! TOBIAS!!!!" teriaknya lagi.

"Ibu,Tobias lagi kuliah, Bu...."

Teriakanhisteris Samantha sterdengar sampai keluar rumah. Dan tanpa terkendali lagidengan emosi yang meledak, Samantha berlari keluar rumah dengan cepat. TeriakanBik Jum tidak dapat mencegah Samantha untuk mencari Tobias. Dia mencari kegarasi dan juga taman rumah tapi tidak ditemuinya. Pikirannya semakin kacau dandia berusaha untuk lari keluar dari gerbang rumah.

Karenaemosi yang tidak terkendali, Samantha tidak menyadari sebuah mobil yang sedangmelaju dengan cepat ke arahnya. Beruntung mobil tersebut segera menarik rem danberhenti sebelum Samantha tertabrak.

"Mama!!!!"

"Tobias!!!"melihat Tobias yang yang keluar dari balik stir kemudinya, Samantha berlari kedalam pelukan Tobias dan memeluknya dengan erat.

"Tobias,sayang... kamu kemana saja, Nak?" tanya Samantha pilu. Tobias tidak dapatmengucapkan sepatah katapun kini. Dia hanya ingin membuat Mamanya merasa nyamandidekatnya.

Ma,jangan seperti ini. Mama harus sembuh, Ma...

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang