Bab 9

31.3K 1.7K 55
                                    

Hana berniat menyelesaikan pekerjaan membabu butanya lebih cepat agar siang nanti ia memiliki waktu luang untuk mempersiapkan keperluan kuliahnya. Besok adalah hari pertama Rohana kuliah, Juan sudah menunjukkan jalan tikus yang lebih cepat untuk sampai ke kampusnya dari pintu samping. Hana mengingat petunjuk yang diberikan Juan dengan sangat baik. Ia hanya perlu turun ke lobi, lalu mengambil arah kanan dan masuk ke gang sebelah Bank BCA. Gang itu akan membawa Hana sampai pada jalan di seberang pintu samping kampus. Hana bersyukur ada tembusan yang membuatnya tak perlu berjalan jauh. Andai jalan setan itu tak pernah ada, Hana harus menempuh setidaknya satu setengah kilo meter untuk sampai ke kampusnya.

Sayangnya, rencana Hana tinggallah rencana, selesai menyimpan baju ke lemari Juan, seseorang masuk ke dalam apartemen. Siapa lagi kalau bukan Mayang. Juan tidak mungkin pulang pukul segini, jarum jam masih merayap perlahan ke arah dua belas.

"Siang, Nya." Hana menyapa dan menyajikan senyum untuk ibu majikannya.

"Siang, Han. Kamu lagi sibuk, Han?" balas Mayang yang langsung duduk di sofa dan mengipaskan tangan ke muka. Ibu dari Juan Rahardian itu sengaja mengunjungi Hana untuk memikirkan cara lain agar pembantu putranya lebih lengket ke Juan. Terus terang Mayang kurang setuju dengan ide Abdi yang menurutnya jahat sekali.

Hana mendekati Mayang. "Tidak terlalu, Nya. Nyonya mau minum apa?"

"Apa aja, yang penting dingin dan seger." Mayang menjawab sambil matanya pecicilan memperhatikan wajah dan lekuk tubuh Hana. Mayang merasa penampilan Hana sangat payah. Bajunya yang panjang dan oblong sama sekali tak menarik.

"Siap, saya buatkan sebentar." Hana ke dapur, mengambil beberapa bahan dari dalam lemari es, kemudian sibuk dengan blender.

Mayang menyusul ke dapur. "Han, kamu nggak punya lipstik, ya? Bibirmu itu loh, sekali-kali diwarna gitu. Biar nggak pucet."

"Saya ndak punya lipstik dan ndak pandai dandan, Nya." Hana menuang jus buatannya ke gelas, kemudian memberikan cairan berbusa itu ke Mayang.

Minuman yang warnanya mirip air bekas cucian beras itu diendus dulu aromanya oleh Mayang. "Ini apa, Han?"

"Itu jus kurma dan daun mint, Nya. Saya tambahin sedikit madu sama es batu."

Penjelasan Hana membuat Mayang akhirnya meneguk minuman tersebut tanpa ragu. "Wah, enak banget. Suegerrrrr, Han. Kamu pinter masak dan bikin jus aneh-aneh, ya. Pantes Juan nggak pernah komplain."

"Hehe, terima kasih, Nya." Hana jadi malu mendengar pujian Mayang. Tumben sekali wanita paruh baya itu memuji dirinya, biasanya Mayang datang hanya untuk nyinyir dan mengomel.

"Kamu belum masak untuk makan siang, Han?" tanya Mayang menyadari dapur putranya masih bersih.

"Saya makan makanan sisa tadi malam, Nya. Mas Juan kemarin minta dibikinin rawon iga, terus kebanyakan jadi tidak habis. Daripada dibuang, saya angetin buat makan siang saja." Hana menunjukkan panci kecil berisi empat potong iga dalam kuah hitam pekat dengan aroma menggugah selera.

Mayang menelan ludah. "Han kamu punya nasi enggak?"

"Ada, Nya. Tapi nasi sisa---"

"Sisa kemarin? Ya udah enggak apa-apa," potong Mayang cepat. "Saya pengen nyicipin rawon buatan kamu. Kebetulan saya belum makan siang."

"Bu-bukan sisa kemarin, tapi sisa dua hari yang lalu, Nya."

"Hahhhh? Kamu simpen nasi dari dua hari yang lalu? Kalau keracunan gimana?" pekik Mayang dengan rahang yang nyaris jatuh ke lantai.

"Saya simpen di freezer kok, Nya. Itu nasi premium milik Mas Juan. Karena dua hari yang lalu asam lambung Mas Juan kambuh, jadi makan malamnya saya ganti bubur. Nasinya saya simpan di freezer." Hana gesit membuka lemari es bagian atas dan mengeluarkan kotak berisi nasi beku. Dipindahkannya nasi tersebut ke piring tahan panas sebelum di masukkan ke microwave.

MAJIKAN ADALAH MAUT [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang