PART 1
Merindukan seseorang dan tidak bisa berbuat apapun tentang hal itu
Seolah menerbangkan malaikat dari langit tanpa sepasang sayap padanya
Dia takan tau kapan,dimana dan bagaimana dia akan berakhir
Tanpa sebuah akhir pertemuan, Rindu adalah ujian perasaan yang tersulit
~Dandelion putih~
"Sayang..."Lelaki yang tidur disampingnya masih tak bergerak, tak ingin diganggu sama sekali.
"Billy..." Dengan dengusan napas berat, mau tidak mau dia harus membuka matanya, ini sudah terjadi selama beberapa bulan terakhir.
"Apa Din ?" Billy melihat istrinya yang sedang hamil 5 bulan.
"Aku pengen Ice cream cokelat." Ucap Dinda dengan suara memohon manja.
Billy mendengus lagi, suara Dinda yang memohon dan manja benar-benar membuatnya tidak tega, dia akhirnya bangun dan duduk diranjang, dia melihat jam dinding dikamarnya yang masih menunjukan pukul 1 dini hari.
"Ini masih jam 1 pagi, sekarang mending kamu tidur lagi." Kata Billy, dia malah menarik selimutnya dan bersiap tidur lagi.
Dinda menarik selimut itu, dan mendorong Billy untuk bangun, karena Billy tetap tak mau bangun, dia menggunakan jurus terakhirnya yaitu menangis.
Billy makin tak tega mendengarnya, meskipun lelah mendera setelah seharian bekerja, dia tetap harus bangun. Dengan langkah gontai yang pertama dilakukannya adalah memeriksa lemari es, dan benar saja tak ada satupun ice cream cokelat didalamnya.
Billy kembali ke kamarnya, melihat Dinda yang menunggunya dengan manja. Dia mengambil jacket dari lemari, dan segera memakainya.
"Mau kemana?"
"Kemana lagi, nyari ice cream buat istriku tercinta dan calon anakku..." Ucapnya dengan senyum tulus, wajah Dinda memerah, menyukai ucapan suaminya itu. Dia merasa menjadi wanita paling beruntung karena bisa memiliki suami yang sabar menghadapi sikap manja dan juga rasa ngidamnya.
Billy bersiap pergi ketika Dinda memegang tangannya, dia menoleh untuk melihat Dinda lagi.
"Aku mau ikut..."
"Ga boleh, angin malem ga bagus buat ibu hamil dan calon bayi kita..."Tolak Billy, beberapa saat kemudian muncul ekspresi yang sudah sangat dikenalnya, dinda merengut, seolah siap untuk menjatuhkan air matanya.
Billy tak berdaya, dia membuka lemari lagi dan mengambil satu jacket lagi untuk Dinda dan langsung memakaikannya pada Dinda.
"Biar ga dingin, ayo.."
Billy sudah berjalan sampai kepintu ketika dia menyadari kalau Dinda tak ada dibelakangnya, dia menoleh lagi, dan Dinda masih duduk diranjang sambil menatapnya dengan senyuman.
"Ga jadi beli ice creamnya?"
Dinda menggelengkan kepalanya, lalu menunjuk-nunjuk lantai. "Lantainya dingin, gendooooooong.." Ucapnya.
Billy terkekeh karena tingkah Dinda yang imut. Meskipun lelah dan kesal tapi itu tidak terasa lagi saat Dinda bisa tersenyum bahagia. Dia menghampiri Dinda dan menggendongnya, dia menggendongnya sampai ke mobil tanpa sedikitpun mengeluh. Sebagai tanda terimakasih Dinda mengecup pipi Billy lembut dan menutup pintu mobilnya dengan segera. Billy hanya tersenyum.
Billy mengendarai mobil dengan pelan, dia bermaksud pergi ke supermarket dekat dengan rumah mereka dan berharap kalau supermarket itu masih belum tutup meskipun sekarang sudah jam 1 pagi.
YOU ARE READING
DESTINY
Fanfictionkebetulan adalah cara tuhan membahasakan takdir. dan kebetulan itu membawa mereka bertemu untuk sebuah alasan