Aku dan Devan ikut bergabung ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang menonton parade. Kami dapat menerobos kerumunan orang-orang itu dan berdiri dibagian depan.
Aku selalu berteriak saat ada kostum yang ku sukai. Sepertinya parade kali ini temanya adalah dewa dewi yunani.
"POSEIDON! ATHENA! AAA! HAI APRODHITE!" teriakku sambil melambaikan tangan. Aku sangat menyukai ketiga dewa dewi yunani itu. Gagah, bijaksana dan cantik, itu yang ku lihat.
"Jika kau terus berteriak seperti itu aku benar-benar akan tuli" kata Devan kesal.
"Maafkan aku Elmo, aku tidak bisa menahan diri, aku sangat gembira" kataku pada Devan, aku sengaja memanggilnya Elmo karena itu adalah nama masa kecilnya dan panggilan sayangku untuknya. Ia akan selalu menuruti semua permintaanku jika aku memanggilnya Elmo. Such a curse, maybe.
"Oh, baiklah. Terserah kau" kata Devan menyerah.
Aku merangkul Devan, dan terus memanggil nama-nama dewa dewi yunani yang melintas didepan kami.
Ugh, kenapa tiba-tiba perutku sakit, ini sungguh momen yang tidak tepat.
"Em, Dev, sepertinya aku harus ke toilet" kataku.
"Ku temani? Aku takut kau tersesat" kata Devan khawatir.
"Baiklah, tapi kau akan ketinggalan parade jika menemaniku" kataku.
"Tak apa Oly, daripada nanti aku dibunuh oleh ayahkku jika kau menghilang hanya karna aku tak mau ketinggalan parade." Devan bergidik ngeri.
"Baiklah, ayo, aku sudah tidak tahan ingin ke toilet. Tapi kau di luar dan jangan mengintip" kataku sambil menarik Devan keluar dari kerumunan mencari toilet.
"Tentu saja aku di luar, tidak mungkin aku masuk. Jika aku masuk, aku tidak hanya akan dibunuh, mungkin setelah aku di bunuh aku akan di buang oleh ayahku ke jurang terdalam didunia dan tidak dikuburkan dengan layak" jelas Devan.
Ayah Devan, paman Nighel memang sangat menyayangiku, mungkin lebih menyayangiku daripada anaknya sendiri, hihihi.
"Mungkin lebih mengerikan daripada yang kau bayangkan" kataku menakut-nakutinya.
"Mungkin" Devan menghela nafas.
Setelah bertanya pada beberapa orang akhirnya kami menemukan toilet umum.
"Tunggu disini!"perintahku.
"Baiklah" kata Devan memutar matanya.
"Sudah?" Tanya Devan saat aku keluar dari toilet.
"Yapp" jawabku.
"Memangnya kau makan apa saja hari ini?" Tanya Devan.
"Sudahlah! Ayo kita kembali ke parade" aku menarik tangan Devan namun ia hanya diam sehingga aku tak bisa menariknya.
"Ada apa?" tanyaku bingung.
"Sepertinya ini sudah 2 jam sejak kita berpamitan pada Mama" kata Devan sambil melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Ah iya, benar. Kalau begitu kita kembali ke tempat Bibi Nighel tadi" kataku.
"Tak apa kan?" Tanya Devan merasa bersalah karena menghancurkan kesenanganku.
"Tak apa. Kasihan Bibi harus menunggu kita lebih lama lagi" kataku.
"Kau memang pengertian Oly" merangkulku sambil berjalan kembali ke tempat Bibi Nighel tadi. Aku hanya tersenyum.
BRUK!
Seseorang menabrakku sehingga ia terjatuh. Untung saja Devan memegangiku jadi aku tidak jatuh.
"Maaf Tuan. Anda tidak apa-apa?" aku menghampirinya, mengulurkan tanganku. Namun ia hanya memandangi tanganku seolah ada yang aneh di sana.
"Tuan?" Ia kembali kepada kesadarannya
"Ah, terimakasih" ucapnya setelah meraih tanganku untuk berdiri. Pria ini mungkin seumuran dengan Paman Nighel.
"Apakah Anda baik-baik saja?"
"Saya baik-baik saja Nona. Saya minta maaf Nona. Maafkan saya tidak hati-hati" katanya menyesal. Sesekali melihat ke arah tanganku.
"Tidak apa-apa Tuan. Saya permisi kalau begitu"
"Iya, semoga harimu menyenangkan Nona" kata Pria paruh baya itu.
"Terima kasih Tuan. Anda juga"
"Semoga kau selamat pada takdirmu" ucapnya pelan namun masih bisa ku dengar.
Saat aku ingin bertanya apa maksudnya ia sudah berjalan menjauhi kami. Sudahlah mungkin ia tidak bicara padaku, pikirku.
Aku dan Devan langsung bergegas ke tempat Bibi Nighel.
♥♥♥
Semoga suka ya readers
Vote+Comment ya love
Kritik dan saran sangat diperlukan :)Jangan copy copy paste yaa :*
Love,
GL
3/9/15
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairest [ON-HOLD]
FantasyIni bukanlah mimpi tapi kenyataan yang tak bisa disangkal. Kupu-kupu tak lagi terbang indah. Awan terus berarak. Sebelum tawa terperai dan masa depan kelabu. Dengan nafas keabadian ku yakini dunia ini hanya delusi. Api membara dihatiku. Akankah tera...