Lumina POV
"Bundaa, liat deh gambar Ava. Bagus kan nda?"
Aku menolehkan kepala ku ke arah malaikat kecil ku. Sebulan yang lalu aku baru saja mendaftarkannya ke Taman Kanak - Kanak yang tidak jauh dari rumah kami. Ava terlihat sangat bahagia ketika dia bisa bermain dengan teman - teman sebayanya. Ava termasuk ke dalam kategori anak yang kritis dalam berfikir dan pantang menyerah. Dia selalu menceritakan kejadian yang terjadi disekolahnya. Dia juga selalu bertanya kepadaku tentang hal - hal baru yang dia tidak ketahui. Sepertinya Ava akan tumbuh dengan baik. Ku harap.
"Kata bu guru, Ava dan teman - teman harus membuat gambar seluruh anggota keluarga. Ada bunda, Ava, dan ayah." Ungkapnya sembari menunjukan jari telunjuknya yang cantik ke atas gambar.
Aku menyelipkan beberapa helai rambut yang berjatuhan ke belakang telinganya. Ava memang sangat suka menggambar, terbukti gambar yang Ia lukis sekarang bisa di katakan lumayan untuk anak seumuran nya. Dia juga suka berhitung dan membaca. Dia suka ice cream spongebob. Dia suka bermain ayunan bersama temannya Clara dan Ebby. Dia suka cerita dongeng Cinderella yang selalu aku bacakan ketika hendak tidur. Dia suka kartun Frozen. Dia suka bolu kukus buatan bu Ani penjaga kantin. Dia suka .............
"Bundaa!! Kok malah ngeliatin Ava sih. Ava kan nanya nda. Ih bunda ini gimana sih?" Ia melipatkan tangan nya ke dada.
Eh iya.
"Maaf ya sayang. Abis anak bunda cantik sih. Bunda jadi gemes deh sama Ava."
Aku mulai menggodanya dan aku menyukai pekerjaanku yang satu ini. Bibirnya mengerucut membuat bibirku gatal untuk menciumnya. Pipinya mengembung seakan - akan menggodaku untuk segera menggigitnya.
Ah ya Tuhan, jauhkan lah aku beberapa meter dari anakku . Sepertinya aku tidak bisa menahan hasratku untuk tidak menggigit pipinya yang sangat menggemaskan.
Sabar Lumina. Itu anak mu.
"Mana sini coba bunda lihat."
"Ayah itu..... Apa nda?"
Aku sempat menahan nafas sejenak dan terdiam untuk waktu yang cukup lama, membuat gadis kecil ku menunggu jawaban. Bukan aku tidak bisa mendeskripsikan apa pengertian ayah, namun seketika ada sesuatu yang hendak menyeruak keluar. Sesuatu yang terlalu lama ku pendam dalam - dalam dan ingin ku hancurkan.
"Eum, ayah itu orang tua laki - laki dari seorang anak. Ayah juga memiliki peranan yang sangat penting di keluarganya. Bekerja, mendidik anak - anak nya, itu adalah kewajiban nya sebagai seorang ayah." Aku berusaha mengatur nafas ku dan tersenyum.
"Ava paham kan sayang?"
Ia diam dan mengerutkan dahinya. Sepertinya otak mungil nya itu sedang mencerna apa yang aku ucapkan. Melihat wajahnya yang menggemaskan membuatku sedikit melupakan perasaan yang ingin membuncah tadi. Aku harap percakapan ini segera berakhir.
"Oh jadi gitu ya nda. Terus ayah Ava mana? Kok Ava gak pernah ngeliat ayah. Kenapa ayah ga tinggal bareng sama bunda dan Ava?"
DER.
Dada ku terasa sesak. Aku butuh oksigen tambahan. Kenangan - kenangan yang telah tersimpan rapi di dalam ruangan kosong yang sudah ku pendam dalam kini terurai kembali. Aku terdiam. Entahlah, aku bingung jawaban apa yang harus ku lontarkan. Air mata ku mendesak untuk segera di luncurkan. Aku menggigit bibir bawahku, berusaha sekeras mungkin untuk menahan perasaan ku yang ingin meledak.
Tidak. Aku tidak boleh menunjukan kesedihanku. Cukup aku yang merasakannya. Ava tidak boleh tahu tentang masa lalu ku. Ava tidak boleh tahu tentang Dia. Ini bukan waktu yang tepat untuk memberi tahu semuanya. Aku harus mencari cara agar percakapan ini segera berakhir.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah jam dinding di sebelah barat ruangan. Waktu telah menunjukan pukul 09.00 malam. Ya, ini adalah cara yang bagus untuk mengakhiri percakapan ini. Walaupun aku tahu suatu saat nanti dia pasti akan bertanya kembali tentang hal ini.
"Sayang, kita bahas lain kali aja ya. Sudah jam 9 malam tuh, Ava besok kan harus sekolah sayang. Gak boleh bobo malam - malam."
"Wah, sudah jam 9 ya nda? Pantesan aja Ava udah ngantuk. Ayo kita bobo bunda. Hoam." Ujarnya sambil menguap.
Akhirnya.
"Mau bunda bacain dongeng Cinderella?"
"Ayooooo!!!"
Aku membimbingnya ke kamar tidur. Mengambil buku dongeng berjudul Cinderella tersebut dan membacakan nya untuk Ava. Baru lima halaman yang ku bacakan dia sudah tertidur lelap. Aku mengambil selimut dan mulai menyelimutinya.
Jemari ku mengusap lembut rambutnya yang coklat panjang. Ku tatap wajah polosnya ketika tidur. Wajahnya mirip seseorang yang tak ingin ku sebut lagi namanya. Mengingatkan ku tentang pertanyaan yang dia ucapkan tadi. Pertanyaan sederhana yang mampu mematikan ku. Bagaimana jika gadis kecil ini menanyakan nya kembali? Apa yang harus ku jawab?
Ah, kepala ku berdenyut memikirkan nya. Aku harus beristirahat. Tidur membuatku melupakan semua masalahku. Masalahku dengan pekerjaan. Masalahku dengan waktu. Dan masalahku dengan Dia.
*****
Yaaaak Akhirnya bisa menyelesaikan prolog dengan tidak malas dan semoga saja prolog ini bisaa menjadi awal yang baik untuk kedepannya.
Hai, namaku Risa. Hanya penulis amatiran yang baru memulai perjalanannya. Dan menjadikan wattpad sebagai tempat latihan untuk bisa menulis novel yang sesungguhnya. Dan berdoa agar kalian Menyukainya. Hihi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate To Loving You
RomanceAku berjalan sendirian, menelusuri hitam putihnya kehidupan. Terkadang, apa yang di rencanakan tak sesuai dengan angan - angan. Aku masih ingat bagaimana relief wajah tampan lelaki itu. Lelaki yang hanya bisa berjanji tapi nyatanya ingkar. Pergi tan...