"Mohon bantuannya, mulai saat ini,"
Sebenarnya ini bukan hal yang kuingini. Semua ini sudah terlanjur terjadi. Semua ini sudah kuputuskan sejak hujan itu berhenti menitik dari angkasa.
Aku, sekali lagi, berutang budi terhadap mereka.
"[Reader]-chan, apa kau yakin akan betah?"Ittoki menanyaiku, raut wajahnya khawatir.
Aku mengangguk. "Walaupun jarang terpakai, tetapi masih layak huni. Lagipula ruangan ini masih satu gedung dengan Princafé,"
"Hubungi aku jika ada masalah," Syo memberikan kartu namanya.
"Little lamb, semoga tidak kesepian. Aku punya koleksi serial cantik di rak buku di sebelah lemari arsip," Ren menunjuk rak yang memang terisi penuh dengan beberapa buku.
"Terima kasih, tapi sungguh, aku akan berusaha untuk menolong sebisaku ke depannya,"
Sampai aku bisa kembali kuliah dan menemukan tempat tinggal baru.
"Kalau begitu, kami pulang dulu,"Ichinose pun pamit, diikuti oleh lima orang lainnya.
"Hati-hati," ucapku melambaikan tangan. Eksistensi mereka pun menghilang, seiring visi pandanganku tidak lagi mampu menatap mereka yang semakin menjauh.
Suasana sunyi kini menyeruak, membuatku tergerak untuk kembali masuk ke dalam kamar. Aku menatap langit-langit. Merenungi apa yang akan kulakukan.
Aku memejamkan mata, menjumpai hari esok.
☆ ☆ ☆ ☆ ☆
"Ohayou, [Reader]-chan!"
Syok akan sapaan pagi dari Ittoki, kedua bola mataku membelalak. Kepalaku langsung berdenyut karena syok. Aku langsung duduk mengambil jam weker sambil menopang dagu.
Pukul 09.34.
"A-aku bangunnya siang ya, ahahaha,"
Demi apapun, aku malu sampai tidak ingin melihat penampilanku di cermin. Muka bantalku.
"Gomen aku masuk tanpa permisi karena [Reader]-chan tidak kunjung bangun meskipun sudah mengetuk pintu beberapa kali, tetapi aku ingin memberikanmu sarapan pagi,"
Aku menatap creamy corn soup dan sepotong toast yang menguar aroma yang memanjakan lidah.
"Terima kasih, tetapi aku akan coba bangun lebih pagi,"
Ittoki mengacak rambutku. "[Reader]-chan kan baru sembuh, jadi wajar kok. Jangan lupa dimakan ya!"
Ittoki meninggalkan 'kamarku' -- dahulunya ruangan ini adalah gudang. Walaupun aku tadi malu, akhirnya aku juga berkaca.
Di pinggir bibirku terdapat sisa ileran. Aku menggosok bibirku kuat-kuat setelah sadar.
Semoga dia tidak ilfil. Walaupun kemungkinannya kecil.
Aku menyantap sarapan yang memang menggiurkan.
"Enak,"gumamku bermonolog. Tidak beberapa lama kemudian, kulihat bayangan bergerak di lantai mendekati bayanganku.
"Pagi, [Reader]-san,"
Jantungku serasa melorot dari posisinya. Hijirikawa sedang menenteng seember air dan kain lap. Bajunya juga ala pekerja rumahan.
"H-Hijirikawa-san!"
"Kemarin kulihat berdebu sekali, jadi aku ingin membersihkannya,"
"Aku benar-benar tidak apa, debunya tidak seteba--"aku mengetes tebalnya debu dengan menggosok meja di dekatku. Dan rupanya, noda abu-abu itu melekat seluruh jemariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princafé [END]
FanfictionTuhan, mungkin aku sedang ditampar oleh mimpi. Tapi aku boleh berbahagia sedikit saja? Namaku, [Full Name] adalah seorang gadis NEET (Not Educating, Employment, or Training) yang jatuh sakit sehingga harus dirawat di Tokyo. Tapi ketika berada di Tok...