Part23

7.5K 411 5
                                    

Aku masih berpikir apa yang akan dikatakan ka Nathan sebelum bu Wulan datang tadi, aku rasa ka Nathan memang menyimpan rahasia dari ku.

"Jangan ngelamun mulu." Rafka yang disebelahku membuat ku sadar kembali, dan saat kulihat sekeliling ternyata kelas sudah mulai sepi, ternyata pelajaran hari ini sudah berakhir.

Aku hanya cengengesan, "Ya udah, kami pulang duluan Ta." pamit Rafka dan Farah bersamaan, aku kira hubungan mereka sudah mulai serius.

Jam sudah menunjukan pukul 3 sore, Kelas pun menjadi sepi, yah hanya ada orang-orang yang mengerjakan piketnya, dan aku masih diam ditempat duduk ku.

"Kaga pulang, Ki?" tanya Kia, salah satu anak kelas yang sedang piket hari ini.

"Pulanglah, masa nginep." candaku buat Kia sebel sendiri deh.

"Maksudnya kenapa masih belum pulang?"

"Nungguin kamu." godaku membuat Kia seakan mau meledak. "Lagi nunggu jemputan." lanjutku, tak ingin membuat Kia lebih marah.

"Oh." responnya dan berlalu. Irit banget kan ngomongnya, tadi aja kalau aku ga bales serius dia marah, di jawab serius malah spj, sakit hati ku.

'Tok..tok..tok..' suara ketukan pintu kelas membuatku memalingkan wajahku yang ditutup rapat di atas meja, ka Nathan tersenyum melihatku, sepertinya mood dia baik tak seperti tadi pagi.

"Nunggu kaka?" ucapnya terlalu pede, memang aku bilang menunggu jemputan yang sebenarnya bohong. Aku hanya ingin masih di sini, tapi kenapa ka Nathan ada di sini.

Aku masih diam, dan memperhatikannya. Setelahnya menutup rapat mata ku lagi. "Ta, kamu tak ingin pulang?"

"Hmm." jawabku seadanya.

"Kaka antar pulang."

"Tak perlu."

Punggungku rasanya dipegang oleh tangan ka Nathan, tangannya sangat besar dan lebar, terasa hangat dipunggungku. "Kamu sakit, Ta?"

"Engga."

"Pulang yu." ajaknya lagi sambil tetap mengusap lembut punggungku.

Aku mencoba mengangkat tangannya menjauh dari pungungku, namun tenagaku tak cukup kuat apalagi keadaannya aku sedang duduk dengan tubuh condong kearah bangku.

"Singkirkan tangan kaka." perintahku yang tak dituruti sama sekali, rasanya sebal sendiri. Aku yang harusnya marah padanya saat ini tak bisa apa-apa.

"Engga, asal Cinta mau maafin kaka."

Nih orang maksa amet sih, ga ikhlas minta maafnya, nyiksa orang tau ga. "Lepas ka, sakit."

"Mana yang sakit?!" tanyanya khawatir sambil mengangkat tubuhku dari posisi tadi.

Aku menatapnya dan dia menatapku, aku tau ini berlebihan tapi suara detak jantungku berpacu dengan kencang, perutku terasa aneh, tapi rasanya begitu bahagia. Mungkin aku benar-benar jatuh pada pesonanya.

"Mana yang sakit?" tanyanya lagi dengan pandangan penuh kekhawatiran.

"Engga." jawabku singkat, saat ini gengsiku lebih besar dari rasa lain yang ada.

"Katanya sakit."

"Udah engga."

"Ya udah pulang yu."

"Duluan aja."

"Engga, harus bareng kaka."

Tiba-tiba badanku dibopong oleh ka Nathan, dengan bride style. "Ka turunin Cinta!" berontakku. Namun permintaanku sama sekali dia hiraukan. Dia membopongku keluar dari kelas, betapa malunya aku saat melewat siswa siswi yang masih ada di sekolah.

Protective?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang