Agnes sampai di rumah kedua orangtuanya. Masih didalam mobil, Agnes mengunci dirinya dalam diam. Ia memikirkan alasan yang tepat agar bengkak dimatanya tidak menjadi pertanyaan besar bagi orang rumah, walau Agnes tahu itu semua mustahil. Terlalu sulit bengkak itu untuk ditutupi, karna sepanjang perjalanan mata Agnes seperti sumber mata air. Bahkan dadanya sampai sesak karna tangisannya masih belum bisa sukses ia atasi. Agnes menghela nafas dan menghapus sisa butiran airmata yang masih jatuh membasahi kedua pipinya, sebelum mengambil kopernya dan turun. Tidak boleh ada kesedihan mendalam yang ia pertontonkan.
"Agnes....sayang?" seru Bunda Lena dengan mata yang sayu, beliau pasti sudah tidur tadinya karna Agnes sampai di rumahnya pukul sepuluh malam
"Bundaaaa....." jawab Agnes dengan usaha luar biasa untuk melengkungkan bibirnya, sepahit apapun hatinya saat ini "Agnes kangen sama bundaaaaa..." anak manja kesayangan keluarganya itu buru-buru mendaratkan dirinya dalam dekapan sang bunda
"Kamu kok sendirian? Julio mana?" dan ya pertanyaan itu pun muncul, mendengar nama Julio melempar Agnes pada pertengkaran hebatnya dengan suaminya tadi. Bunda Lena tak berhenti sampai disitu, beliau melihat putrinya datang dengan sebuah koper, layaknya orang mau liburan. "Kok kamu bawa koper, sayang?"
"Masuk dulu ya, Bun...." jawab Agnes. Setidaknya dia punya beberapa menit untuk bernafas.
"Kenapa, sayang? Kamu ngga lagi ada masalah sama Julio kan?" tanya Bunda Lena begitu keduanya duduk di ruang tamu.
"Ngga kok, Bun...Agnes sama Julio baek-baek aja" Agnes mulai mengarang cerita seolah dunia yang dipijaknya tidak mengalami gempa dahsyat, padahal semuanya sudah luluh lantah "Jadi...Julio malem ini harus pergi ke Manado, katanya mau survei tempat buat cabang restoran barunya, dan daripada Agnes cuma sama bibi di rumah, Agnes mau nginep disini aja....lagian Agnes kangen banget sama ayah, bunda sama bang putra juga" berhasil, kalimat kebohongan dengan lancar disusun Agnes.
"Oh gitu....tapi kok..." Bunda Lena meraih wajah putrinya dan mengamati dengan seksama. Saat itu juga dada Agnes bergetar, ini semua tidak akan semudah yang ia bayangkan. "Mata kamu kok bengkak? Kamu habis nangis?"
"Iyaaa...tadi kan itu....Agnes sedih pas melepas Julio ke bandara, soalnya Julio kayaknya agak lama disana, Bun, makanya Agnes nangis...Bunda kan tau Agnes gampang banget nangis" jawab Agnes, dilihat dari ekspresinya sang bunda seperti tidak percaya begitu saja dengan alasan Agnes. Terlalu mudah bagi seorang ibu membaca mimik anaknya sendiri
"Masa cuma mau ditinggal gitu nangis sampai kayak gini?"
"Ya...kan.....soalnya Agnes lagi mellow, Bun, mungkin bawaan hamil kali ya..jadi kayak ngga rela aja Julio pergi jauh dan lama"
"Kamu nggak lagi bohong sama bunda kan?" Agnes masih bisa menangkap tatapan bundanya yang seolah memohon agar Agnes bercerita yang sebenarnya, tapi itu tidak mungkin Agnes lakukan, minimal jangan untuk saat ini. Agnes meraih tangan bundanya dan menggengamnya
"Bundaaaa...Agnes nggak bohong kok, Bunda kok nanya nya gitu?"
"Kamu berantem sama Julio?" empat kata yang Bunda Lena ucapkan terasa begitu mengoyak kembali batin Agnes. Agnes tak mampu menatap sorot mata Bundanya. Ia sebenarnya tak ingin menjadi seorang anak pembohong, tapi bagaimanapun juga ia harus menjaga kehormatan suaminya
"Berantem? Ah, Bunda nih....Agnes ngga berantem kok sama Julio, pernikahan Agnes sama Julio Puji Tuhan selalu baik-baik saja...sampai detik ini" 'sampai detik ini?' bahkan Agnes tak tahu bagaimana keadaan suaminya sekarang di rumah.
"Yauda kalo gitu, kamu istirahat gih...udah malem" Bunda Lena terpaksa menyerah, dan menyimpan segala kecurigaannya dalam hati. Ia tahu, Agnes sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja, mata dan mulutnya bertolak belakang. Tapi percuma agaknya kalo beliau memaksa Agnes untuk bercerita sekarang. "Kamu udah makan, sayang?"
YOU ARE READING
FOREVER ✔
Lãng mạn[Romance Story] Sequel dari kisah cinta Julio dan Agnes di cerita Promise