Seminggu berlalu...
Selama seminggu hati Agnes belum kembali seutuhnya. Masih ada serpihan yang sepertinya butuh lem kuat agar bisa tertempel kembali. Julio sudah berkali-kali menghubunginya untuk mengajak bertemu, tapi Agnes belum menerimanya. Saat Julio mau menyusul Agnes kerumah orangtuanya, Agnes pun melarangnya. Agnes masih butuh waktu..yang entah sampai kapan. Sakit yang diberikan Julio masih terasa ngilu di ulu hatinya. Bahkan Agnes harus selalu sesak napas karna menangisi Julio setiap malam. Jauh.....jauh dilubuk hatinya, Agnes merindukan sosok Julio yang selalu memberinya kehangatan ditiap malam yang kelam dan dingin. Tapi apa yang dikata hati tak sejalan dengan pikirannya. Kerinduannya pada Julio seperti dibelenggu oleh luka yang masih mengangah.
Hari ini....seperti hari biasanya selepas Agnes pergi dari Julio, ia selalu termenung di ruang kerjanya. Agnes memainkan cincin pernikahan yang terpasang di jari manis kanannya. Memandang benda itu membuat Agnes mengingat kembali akan hari bersejarahnya dengan Julio. Mem-flashback semuanya justru membuat Agnes semakin rapuh. Buliran air mata mulai jatuh. Ini hal yang sangat dibenci oleh Agnes selama seminggu terakhir ini. Airmata yang selalu keluar tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Agnes mengecup cincinnya lama sambil memejamkan mata...
Agnes membuka matanya kala hpnya berbunyi. Ada nama Dr.Rani yang muncul di layar. Agnes menghapus airmatanya dan menerima telepon tersebut.
"Siang, dokter..." ucap Agnes. Suaranya sedikit bergetar.
"Siang, bu Agnes....bagaimana kabarnya?" tanya dokter Rani lembut
"Puji Tuhan sehat, dok...akhir-akhir ini juga udah jarang mual, cuma sekarang jadi sering pegel-pegel aja pinggang dan kakinya"
"Oh, ngga papa itu wajar kok...bu Agnes masih bekerja?"
"Iya, masih..mungkin nanti akan ambil cuti setelah tujuh bulanan"
"Oh, baik..asal jangan diforsir ya...katanya mau USG untuk tau jenis kelamin baby-baby nya, kok belum datang kesini, bu?" pertanyaan dokter Rani mencekat hati Agnes. Dia baru ingat, bulan ini kandungannya sudah menginjak 6bulan. Dan sebulan yang lalu Julio sudah membuat janji untuk melakukan USG lagi bulan depan. Tapi sekarang....Agnes masih dalam keadaan dimana hatinya tidak stabil. Jangankan untuk ke rumah sakit bersama, bertemu Julio saja dirinya belum sanggup. "Bu Agnes.....hallo?"
"Maaf, dok..." Agnes tersadar dari lamunannya "Julio masih sibuk dengan pekerjaannya, nanti saya bilang lagi ke dia ya..kalo sudah ada waktu kami akan langsung menemui dokter Rani" yaa..kalo sudah ada waktu, Agnes! ucap Agnes menyemangati dirinya dalam hati
"Ya sudah, saya tunggu yaa..jaga kesehatan ya, bu Agnes..salam untuk bapak Julio juga" dan setelah Agnes menjawab dengan 'trimakasih,dok' dokter Rani memutus sambungan teleponnya
Agnes mengambil kalender di mejanya. Batinnya kembali menangis. Harusnya saat ini dia dan Julio sedang berbahagia karna sudah bisa mengetahui jenis kelamin kedua bayinya. Tapi sebuah prahara melenyapkan itu semua.
"Selamat enam bulan, anak-anakku sayang...mama udah ngga sabar buat ketemu sama kalian...papa pasti juga merasakan hal yang sama..maaf ya, udah lama kalian ngga bisa merasakan kecupan manis papa...tapi kalian harus yakin, papa sama mama pasti akan kembali lagi seperti dulu...tapi itu semua butuh waktu...kalian harus selalu sehat ya didalam sana" dan saat Agnes mengucapkan itu dia merasakan ada gerakan dalam perutnya. Agnes memegang perutnya untuk memastikan. Dan benar, Agnes merasa seperti perutnya ditendang dari dalam. Tangis Agnes yang tadinya hampir jatuh lagi karna kesedihannya berubah jadi tangis haru karna ternyata kedua anaknya merespon ucapannya tadi.
"Ya Tuhaannn....ini pertama kalinya aku merasakan gerakan dari bayi-bayiku...andai aku bisa berbagi kebahagiaan ini sama kamu, Yo....anak-anak jagoan kamu sudah bisa menendang perut mamanya....." Agnes terus mengusap perutnya.
YOU ARE READING
FOREVER ✔
Romance[Romance Story] Sequel dari kisah cinta Julio dan Agnes di cerita Promise