Fero secepat mungkin mengegas mobilnya untuk membawa Julio pulang. Didalam mobil, Julio hanya menyebutkan satu nama dalam keadaannya yang mengambang. Fero melihat beberapa kali Julio menangis dan menampari wajahnya sendiri sambil mengatakan "aku suami yang ngga berguna....aku bukan calon ayah yang baik....." dan jika tenang sebentar Julio akan bereaksi lagi sambil meneriakkan nama Agnes. Fero merasa iba dengan keadaan Julio. Ia sadar betul betapa cinta antara Julio dan Agnes sangat kuat. Jika keduanya terpisah, kehancuran lah jawabannya. Dan itu yang dilihat Fero pada Julio sekarang.
Fero berhasil membawa Julio ke rumahnya. Dengan sekuat tenaga ia membantu Julio untuk berjalan karna kaki-kaki Julio sudah terasa lemah dan melayang. Kekuatannya seperti terlepas dari raganya. Pengaruh alkohol sukses membuat Julio benar-benar rapuh.
"Ya ampun, Mas Julio...." teriak bibi yang kaget melihat Julio datang dalam keadaan tak seperti biasanya "Mas Julio kenapa ini?"
"Kak Julio mabuk berat, Bi..bisa tolong bantu aku ngga?" ucap Fero. Bibi mengambil satu lengan Julio dan memapahnya masuk bersama Fero. Julio direbahkan di ruang tengah, dan Bibi melepas kedua sepatu Julio.
"Kok bisa jadi seperti ini sih, Mas? Bibi sedih tiap hari liat Mas Julio frustasi dan uring-uringan, sekarang malah mabuk seperti ini" Bibi menangisi Julio sambil mengusap kepalanya. Ia merasa sudah sangat dekat dengan Julio dan selama Agnes pergi Bibi lah yang menjadi saksi dimana dunia Julio benar-benar hancur. Bibi bahkan sering memergoki Julio menangis di taman belakang sambil memandangi foto pernikahannya dengan Agnes. Bibi sudah berusaha menceritakan keadaan Julio pada Agnes, tapi Agnes masih kuat mempertahankan dirinya untuk tidak menemui Julio. Bibi juga sampai memohon pada Agnes tapi Agnes juga berhasil meyakinkan Bibi bahwa bukan cuma Julio yang tersiksa, dia malah lebih parah dari itu. Bibi yang berusaha mendamaikan kedua orang yang sudah dianggap sebagai anak-anaknya sendiri itu harus kalah dengan sebuah keegoisan.
"Agnes......sayang.........." Julio mulai mengeluarkan suara lagi, ia perlahan membuka matanya walau dirasa sangat berat "Mana Agnes? Dia udah pulang kan......"
"Kak, tenang kak.."
"Mana Agnes.....sayang......"Julio berusaha untuk berdiri namun terjatuh lagi karna kakinya tidak kuat menopang berat badannya. Julio memukuli kepalanya yang seperti ditusuk-tusuk oleh paku
"Mas Julio, istirahat ya...bibi antar ke kamar" ucap Bibi sambil membimbing Julio untuk berdiri tapi Julio menolak dan malah kembali duduk
"Aku cuma mau Agnes......" Julio memegang tangan Bibi dan mengguncangkannya "Kembaliin Agnes.....aku kangen sama dia, Bi...."
"Mas ini gimana? Bibi nggak tega liat Mas Julio..." Bibi semakin menangis melihat Julio yang kini memeluk perutnya. Fero mencoba mencari cara agar Julio bisa tenang.
"Agnes.....kamu pulang ya sayang......" mulut Julio terus mengeluarkan kata-kata spontan yang terproses tidak sempurna di dalam otaknya "Aku nggak akan nuduh kamu...selingkuh...lagi....pulaaangggg, Nes...."
Julio merasa perutnya seperti dikocok-kocok. Ia melepaskan diri dari Bibi dan mencoba meraih wastafel. Ia menolak bantuan Fero dan Bibi dan berjalan sendiri meski harus beberapa kali jatuh. Julio tetap berusaha sampai ia bisa memuntahkan isi perutnya di wastafel. Terdengar beberapa kali teriakan muntah Julio. Fero dan Bibi mencoba mendekat saat Julio sudah mengguyur hasil pengeluaran dari mulutnya. Tetapi mereka terpaksa harus mundur saat Julio tanpa diduga memukul kaca yang tertempel di dinding. Darah segar mengucur dari tangan kanan Julio. Mengalir membuat wastafel yang semula berwarna putih menjadi merah. Bukan cuma itu, Julio mengambil pecahan kaca dan digenggamnya erat, membuat luka ditelapak tangannya. Julio memandangi darah yang melumuri tangannya.
"Kak, lo ngga boleh kayak gini!" Fero menarik Julio tapi sia-sia karna Julio bersikeras untuk berjalan sendiri tanpa bantuan siapapun "Kak Julio, luka lo harus diobatin!" Fero kembali meraih punggung Julio
YOU ARE READING
FOREVER ✔
Romance[Romance Story] Sequel dari kisah cinta Julio dan Agnes di cerita Promise