Hai apa kabar?
Ini udah aku rombak..
Semoga suka dan happy reading :)"Itu kakak lo ya, La?"
Pertanyaan Sherin itu tak membuat pandangan Sheila berhenti memperhatikan kakaknya.
Kakaknya yang sudah lama pergi.
"Iya," kata Sheila tak menoleh ke arah lawan bicaranya. Ia tetap terpaku. Diam.
"Kakak?"
Suara agak parau terucap dari bibir merah seperti apel milik Sheila. Kakaknya mulai mengembangkan senyumnya. Senyuman disaat senja.
"Iya."
Kakaknya langsuny datang menghampiri adiknya yang sudah lama merunjung rindu. Tetapi bukankah selalu ada ikatan batin?
Kakak beradik itu berpelukan erat. Sangat erat. Air bening mulai membendung di pelupuk mata Sheila.
Bulir air mata itu mulai turun."Kenapa nangis? 'Kan kakak udah dateng," kata Hans sambil mengelus - elus puncak kepala Sheila. Hobinya saat mereka berbaikan sehabis bertengkar seperti biasanya.
"Nggak nangis," ucap Sheila menyangkal. Kakaknya yang mendengarnya tertawa kecil mendengarnya.
Pemandangan yang sungguh indah bagi Sherin melihat semuanya ini. Tak sering ia melihat momen seperti ini.
Yang sering ia lihat adalah pertengkaran kakak-beradik seperti biasa oleh keduanya. Itupun terakhir ia lihat tiga setengah tahun yang lalu.
Bukankah itu suatu memori yang indah disaat rindu meninggalkan jejak?
"Udah, nggak usah nangis. Ujung - ujungnya kita berantem lagi 'kan?" kata Hans sambil menyeka air mata adiknya dengan ibu jari.
Lena yang sedari tadi ingin menyambut anak laki - lakinya harus menunggu beberapa saat sampai momen ini selesai.
Saat keduanya merasa dilihat oleh ibundanya, mereka langsung melepaskan pelukan secara perlahan. Hans mencium telapak tangan ibunya dan memeluknya sekilas.
Hans juga berpelukan dengan Sherin. Mereka bertiga klop.
"Yaudah ayo makan. Anak cantik berdua ini udah bikin spaghetti bua5 kita," kata Lena sambil menyiapkan peranti untuk makan dan menyusunnya di atas meja kaca.
"Palingan yang banyak masak Sherin, bukan Sheila," kata Hans bercanda. Biasanya terjadi perdebatan yang panas akibat ketidakterimaan Sheila dengan ucapan Hans.
"Ini tuh ya seri semua. Kita bagi tugas. Ya 'kan, Sher?" kata Sheila sambil melirik ke arah Sherina.
"Masa? Gue lupa, La," kata Sherin sok pelupa. Dia suka sekali menjahili Sheila. Tingkahnya yang pemarah itu membuat orang yang mengejeknya menjadi tertawa puas.
"Lo temen siapa sih, Sher?" Sheila mendengus kesal. Sahabatnya sering berkhianat dan masuk ke kubu lain. Kubu yang memusuhi sahabatnya sendiri.
"Temen Tasha."
Jawaban Sherin itu sukses membuat Sheila mati kutu sesaat. Ia memikirkan kalimat - kalimat agar dapat menjawab dua kata dari Sherin.
"Oh gitu?"
"Iya gitu."
"Kasian enggak punya temen. Sherin 'kan temen kakak," sambung Hans membela Sherin. Sheila yang tertindas makin merasa terkucilkan. Dan oleh orang terdekatnya sendiri.
"Okay. Fine."
Hans dan Sherin tertawa. Lena yang sedang merapikan peranti makan itu sesekali tertawa melihat tingkah keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen Fiction(On Editing) Ini adalah cerita tentang dia yang melewatkan suatu kesempatan yang selama ini ia tunggu. Tentang dia yang menunggu tak tahu entah kapan berhenti. Tentang dia yang memiliki goresan di hatinya. Tentang dia yang menanti tetapi tak terliha...