Peter Edmund

47 8 2
                                    

Dia kembali ke parkiran mengambil mobilnya untuk mengantarku pulang ke rumah Ben sementara aku menunggu diluar. Para tamu juga sudah pulang kurasa, karena diluar sini sudah sepi. Tak lama kemudian dia sudah datang dengan mobil Ferrari merahnya. Dia turun dan membukakan pintu mobil untukku. Untunglah, Dia pernah sekali mengantarkan ayahnya kerumah Ben jadi dia masih ingat jalan menuju kesana. kalau tidak, bagaimana bisa aku pulang ke rumah. Aku melihat keluar jendela dimana lampu-lampu yang gemerlapan yang melingkari pohon-pohon dan menerangi jalan.

"Kudengar, kau pandai bernyanyi, ya?" tanyanya yang membuatku terbangun dari lamunanku.
"Ya, tapi aku bukan penyanyi yang baik."
"Sing for me," pintanya.
"Ha? Enggaklah. Aku malu dong."
"Ayolah, hanya ada aku disini, Eve. Kau tidak perlu malu. Aku tidak akan menertawakanmu."
"You give me strength
You give me hope
You give me someone to love someone to hold
When i'm in your arms, i need you to know
I've never been never been this close"

Aku menyanyikan penggalan lagu berjudul close yang dinyanyikan westlife.
"You lie! Itu sangat bagus, Eve!! Jadi band favoritmu Westlife, eh ?"
"Ya. Mereka punya banyak lagu bagus."
"Dan penyanyi favoritmu ?"
"Mark. Mark feehily" jawabku.
"Well, banyak berita miring tentang dirinya."
"Itu masalah pribadinya. Aku tidak terlalu memperdulikannya. Itu tidak me gubah apapun bagiku. Aku menyukai suaranya."
"Mmmm... kau benar. Kupikir kau nenyukainya karena dia seksi."
"Well, pada kenyataannya, dia memang pria seksi. Tapi, aku menyukai kemampuannya, bukan dirinya."

Perjalanan yang kami tempuh tidak cukup jauh. Sudah sampai dirumah Ben. Dia mengantarku tepat sampai didepan pintu gerbang rumah Ben.
Dia kemudian berusaha menjangkau handle pintuku. Padahal jelas-jelas dia tahu kalau aku bisa membukanya sendiri. Oh ya ampun! Tunggu dulu. Mungkin tangannya ke arah handle pintu. Tapi dia mendekatkan wajahnya kepadaku. Dia menempelkan bibirnya kepadaku. Dia memberiku ciuman yang mesra. sebelum Aku sempat menolaknya. Lalu membukakan pintu untukku.

"Thanks for tonight" kata Peter.
"It's okay, Pete."
Lalu dia masuk ke mobil dan melajukan mobilnya cukup kencang. aku pun kemudian masuk ke dalam.
Aku masih sagat terkejut atas aksinya yang menciumku secara tiba-tiba ini. Kucoba menghapusnya dari pikiranku namun tidak berhasil.
Semua lampu sudah dimatikan. Ya, sekarang sudah hampir pukul 12 jadi pasti mereka semua sudah tidur maka tidak ada aktivitas lagi dirumah ini. Aku langsung naik menuju kamarku agar aku dapat mandi lalu tidur.
Ketika aku menghidupkan lampu kamarku, Fari mengejutkanku dengan keberadaan-nya. Aku sangat terkejut saat melihat dirinya sedang duduk di tempat tidurku seperti memang sedang menungguku. Ditambah dengan ekspresi yang tidak biasanya. Dia berdiri untuk lebih mendekatkan dirinya kepadaku. Dan.... dia... dia... dia memojokkanku ke pintu kamar dan menyenderkan satu tanganya di pintu tersebut.. Apa-apaan ini! Apa yang sedang dilakukannya. Aku begitu takut dan jantungku berdegup kencang sehinga tak berani menatap wajahnya saat itu. Dalam hati bertanya-tanya apa yang ingin dia lakukan.

"Ka... kamu nga.. pain di kamar aku?" tanyaku dengan terbata-bata.

"Ciuman yang begitu mesra" lalu dia mencium bau jas peter. Aku bahkan sampai lupa kalau aku masih memakai jas Peter. Dia melanjutkan kata-katanya "Jas ini hangat dan nyaman bukan? Baunya juga lumayan. Kau menyukainya?"

Aku tak dapat berkata apa-apa. Ternyata dia memergokiku berduaan bersama Peter dan terus menungguku kepulanganku. Dasar kurang kerjaan! Pikirku dalam hati.
Kemudian dia mendekatkan mukanya kepadaku, aku berusaha memalingkan wajahku. Dengan tangannya dia memegangi daguku menyerukan agar aku menatapnya. Aku benar-benar takut. Apa yang akan dia lakukan padaku? Bagaimana kalau dia melakukan sesuatu padaku.

Dia mengatakan dengan nada yang begitu lembut tapi tedengar sangat menakutkan, "Aku tidak akan mencium-mu seperti yang dia lakukan walau bibirmu memang tampak begitu seksi."

Dia kemudian melepaskan tangannya dari daguku dan membuka pintu kamar. Syukurlah akhirnya dia keluar.

Cukup sudah dia mempermainkanku. Apa dia belum puas. Hampir tiap kali memikirkannya membuatku sakit hati.
Aku menggantungkan jas Peter kedalam lemari pakaian lalu mandi, bertukar pakaian dan berusaha untuk tidur. Namun jantungku masih berdebar kencang yang mana membuatku agak sulit bernapas dan hal ini juga membuat tubuhku sedikit gemetar. Aku berusaha untuk tetap tenang dan berusaha menarik napas panjang sambil terus mencari obat -obatan yang kusimpan dilemariku. Sesegera mungkin berjalan menuju dapur mengambil segelas air putih.

Setelah meneguk obat-obat ini, beberapa saat kemudian napasku sudah kembali normal serta jantungku tidak berdebar kencang lagi. Namun saat ingin melangkahkan kakiku naik tangga, dalam keadaan gelap aku melihat seseorang sedang duduk pada sofa di depan TV. Aku mendekati sosok tersebut. Dari kejauhan aku yakin bahwa sosok itu adalah seorang pria. Sosok pria itu adalah Fari yang sedang duduk termenung.

"Kenapa ngga' tidur?" tanyanya seakan dia sudah tahu bahwa orang itu adalah aku.

"Dadaku terasa sesak, aku kebawah mengambil minum," jawabku menjelaskan.

"Tuan Cart tadi pulang, sekarang sudah tidur. Sebaiknya kau juga tidur sekarang."

"mh.. Kau juga" kataku sambil meninggalkannya melangkahkan kakiku menaiki tangga menuju kamarku. Apa-apaan ini! Untuk apa aku memperdulikan apakah dia mau tidur atau tidak.
Argh!!!!

*****

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang