***
"Aku cinta kamu, selamanya. Aku berjanji akan selalu bersamamu, ingat ini." kata-kata itu terlontar dari mulutnya, dan dengan segera ku pasang senyum manis pada wajahku.Tangannya terangkat, menyentuh pucuk kepalaku. Membelainya dengan penuh kehangatan--seperti matanya yang memancarkan kelembutan.
Aku menghela nafas kecil ketika ia kembali menatap ke arah beberapa novel yang ada di rak depannya. Aku tak tahu, mengapa semua seperti ini. Rasanya, hatiku... Hampa.
"Aku beli dulu novel yang kamu mau ya," katanya lalu berjalan pergi sambil menenteng novel yang ku inginkan.
Aku termenung, aku hanya berkata padanya aku ingin membaca novel karya Lexie Xu. Mungkin aku akan meminjam pada adik kelas yang punya buku itu. Namun dia, dengan keras kepalanya malah membelikanku semua novel karya Lexie Xu.
Di satu sisi, dia penurut, baik. Selalu mengabulkan apa yang ku mau. Selalu membelaku layaknya aku dewa yang di pujanya.
10 September 2015, tepat pada anniversary bulan kedua aku berpacaran dengan dia--Gerald Winata-- aku tidak merasakan kebahagiaan.
***
"Kamu benar! Dia yang salah! Lihat aja, besok aku datangi dia, aku akan buat dia berlutut meminta maaf depanmu," ujar Gerald dengan berapi-api sambil mengacungkan telunjuknya ke arah udara.
Aku menggigiti bibirku ketika rasa bingung kian melingkupi hatiku. Rasanya, tadi aku hanya bercerita soal baju seragamku yang basah karena adik kelasku menumpahkan es teh. Dia tidak sengaja, aku tahu itu. Sedang Gerald, dia tampak sangat murka karena bajuku menjadi basah. Sepanjang hari ini ia mencak-mencak. Rasanya aneh. Bajuku yang basah, mengapa dia yang marah?
***
8 November 2015.Pertama kalinya aku melanggar peraturan. Hari ini, aku lupa mengerjakan PR. Karena kemarin aku terlalu sibuk bermain game di handphoneku. Aku sadar aku salah. Oleh karena itu, aku rela di jemur di tengah lapangan seperti sekarang sambil di suruh hormat pada bendera.
Ini wajar, sungguh. Aku tidak sedikit pun kesal di hukum seperti ini, malah aku terkekeh. Ini pertama kalinya aku di hukum dan aku merasa di hukum itu keren.
Tapi, lagi-lagi Gerald marah. Guru yang menghukumku di pecat, gara-gara permintaannya. Oh ya, aku lupa memberi tahu. Gerald anak pemilik sekolah. Oleh karena itu, dia bisa bebas bersikap di lingkungan milik ayahnya sendiri.
Aku ... Kecewa.
Namun aku kembali bungkam.
Di sisi lain, aku merasa dia terlalu mengekangku, mendominasi pergerakanku. Layaknya aku sebuah kaca yang mudah pecah, sehingga ia harus melindungiku se maksimal mungkin.
***
Semenjak insiden pemecatan itu, rasa malasku untuk bertemu dengan Gerald kian besar. Semakin hari aku semakin menghindarinya. Berusaha menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang sebenarnya tidak benar-benar kulakukan.Contohnya sekarang, aku berkata pada Gerald bahwa aku sedang belajar. Namun sebenarnya aku sedang makan es krim berdua dengan Farhan.
Farhan, cowok yang belakangan ini dekat denganku via sosial media. Dia kakak kelasku, namun di sekolah kami pura-pura tidak mengenal. Itu karena aku yang meminta. Jangan salahkan Farhan.
"Udah Sha, kamu harus maafin dia, kalian udah lama jadian loh. Coba lebih terbuka sama dia, ungkapin kalau menurut kamu dia itu terlalu over." Farhan mengoceh sedari tadi untuk menasihati tentangku dan Gerald.
Aku tertawa kecil. "Aku kadang tertekan dengan sikapnya yang mendominasi. Se detik dia menakutkan, namun detik kemudian dia seperti anjing yang penurut. Yang melakukan semua perkataanku. Aku bingung sekaligus takut. Rasanya, semua ini tidak sesuai kadarnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/49650035-288-k547072.jpg)