6 Mimpi Buruk

322 19 0
                                    

Perlahan Kissa jalan di belakang Dika, Kissa tidak berniat menyeimbangi atau mendahului Dika. Ia menikmati perjalanan itu. Perjalanan singkat dari depan gapura komplek hingga berbelok ke Blok H berdua dengan Dika. Hanya berjalan seperti ini saja sudah mampu membuat sudut-sudut bibirnya tertarik. Hanya berjalan, tanpa sepatah kata pun terucap. Hanya melihat, tanpa sekalipun dilihat.

Langkahnya berhenti. Ia berhenti karena melihat Dika juga berhenti. Dika diam, pandangannya tajam ke depan. Dengan penasaran Kissa ikut memandang ke depan. Sekujur tubuhnya pun terasa dingin begitu saja ketika melihat sebuah bendera kuning bertengger di depan pagar rumahnya. Untuk pertama kalinya Dika menengok ke belakang. Melihatnya dengan tatapan prihatin.

Selangkah demi selangkah Kissa berjalan mulai mendekati Dika. Mulai melewati Dika yang matanya tak terputus memandanginya. Langkah kakinya semakin cepat, ia berlari menuju rumahnya.

"Bun... Bundaaa... Bundaaaaa, bangun Bunnn...." air mata Kissa membajiri muka bundanya yang terbaring kaku diselimuti kain kafan.

***

Mata Kissa terbuka seketika. Ia mengerjap – ngerjapkan matanya, membiaskan matanya dengan suasana tenda yang gelap. 'Cuma mimpi...' pikirnya dalam hati. Walaupun ia tahu hanya mimpi, ia tetap cemas. Perlahan ia bangun mengambil air mineral di dalam tasnya.

Kesadaran total menguasainya, pandangannya menyapu isi tenda. Teman – temannya sudah tidur kelelahan. Menghela nafas berat, Kissa menghampiri pintu tenda. Ia membuka pintu tenda dan duduk melamun di depannya memandang api unggun yang mulai meredup.

"Ga bisa tidur?" tanya Dika menghampiri. Ia sedang patroli memastikan semua anak – anak sudah tertidur ketika ia melihat tetangganya itu duduk melamun di depan tenda.

Kissa terkejut dan menoleh ke sumber suara, "Kak, saya boleh minta ponsel saya sebentar?" tanya Kissa ragu.

Dika mengerutkan keningnya, "Buat apa?"

"Hmmm, mau nelepon rumah Kak..."

"Ini udah jam satu pagi loh Dek."

"Gapapa kak... boleh ya kak pliiis?"

'Hah, dasar anak manja,' Dika menggelengkan kepalanya, "Sayang ponselnya bukan saya yang megang Dek," di saat yang bersamaan ponsel Dika berbunyi, menunjukkan satu pesan baru masuk.

Dengan ragu Kissa mencoba, "Kalo gitu pinjem ponsel kakak boleh ya? Sebentaaaaaar aja... boleh ya Kak?" Kissa memohon.

Api unggun yang mulai padam tidak mampu menyembunyikan sorot mata kecemasan wanita di depannya. Dengan enggan ia memberikan ponselnya kepada wanita itu.

Sudah tiga kali ia ulang panggilannya ke rumah, dengan putus asa ia menunggu jawaban di seberang sana, "Halo Bun..." ujarnya lega ketika nada sambung diganti dengan suara serak bundanya.

"Halo Kiss, kenapa Kiss? Kamu sakit ya nak?" tanya bundanya dengan suara panik.

"Enggak kok Bun, Kissa baik – baik aja."

"Hah syukur deh, Bunda kira ada apa – apa kamu sampe nelepon tengah malem gini."

Kissa tersenyum lemah, "Bunda udah tidur ya? Maaf yaa... yang lainnya juga pada udah tidur kan?"

"Iya udah."

"Yaudah deh kalo gitu, udah dulu ya Bun..."

"Kamu beneran gapapa?"

"Enggak kok. Udah dulu ya Bun... dadaaa..."

"Dada sayang..." telepon terputus.

"Makasih Kak," ujar Kissa sambil mengembalikan ponsel milik seniornya itu.

DI BALIK TIRAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang