"Ayo semuanya duduk melingkar yaaa..." pinta Sempai Agus.
Semua anak pun duduk membentuk lingkaran. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 saat itu. Dua orang kakak kelasnya yang sudah bersabuk cokelat berdiri saling berhadapan di tengah lingkaran. Sabuk cokelat murapakan sabuk terakhir sebelum bisa menjadi sempai. Mereka masing-masing menggunakan sarung yang mirip dengan sarung tinju.
"Nah, yang sebentar lagi mereka lakukan namanya adalah kumite. Kumite itu sama aja dengan latihan tanding..." Sempai Agus menjelaskan kepada anak – anak yang masih bersabuk putih. "Kumite ini dilakukan selama tiga menit untuk putera dan dua menit untuk puteri. Penilaiannya sendiri dinilai dari banyaknya nilai dan pelanggaran. Setiap melakukan pelanggaran, maka nilai akan dikurangi.
Ada tujuh daerah yang boleh kita serang dalam kumite. Tetapi, serangan itu juga harus masih terkontrol. Maksudnya adalah, serangan harus cepat ditarik kembali sebelum menyentuh lawan. Jadi kita ga boleh bener – bener menyerang lawan. Ini hanya tanding, jangan samakan dengan berantem yaa!
Daerah – daerah yang dibolehkan untuk diserang itu sendiri diantaranya adalah kepala, muka, leher, dada, perut, punggung, dan sisi." Kissa mendengarkan penjelasan dari Sempai Agus dengan seksama. "Nah, untuk lebih jelasnya, kita langsung lihat contohnya saja yaa..." Sempai Agus pun menjadi juri bagi dua orang senior yang ada di tengah lingkaran itu.
Dengan mata melotot dan ngeri, Kissa melihat yang dinamakan kumite. "Nah, selanjutnya siapa yang mau coba?" tanya Sempai Agus lagi kepada anak – anak yang masih bersabuk putih. Namun mereka hanya bisa menciut dan menunduk tidak berani. "Wah, pada payah nih... coba Nabil sama Ayu pilih deh tuh siapa yang harus kumite selanjutnya..."
Dua perempuan senior yang tadi melakukan kumite berjalan mengelilingi anak – anak yang masih bersabuk putih sambil melepaskan sarung tangannya. Anak – anak bersabuk putih pun berubah pucat dan menundukkan kepalanya.
"Yang nunduk nanti malah dipilih loh..." kata Nabila mengancam, namun tetap saja mereka menunduk. "Kamu!" Nabila melemparkan sarung tangannya kepada Kissa yang mukanya langsung tambah pucat.
Kissa berhadapan dengan perempuan yang seingatnya duduk di kelas VII-3. Mereka saling membungkuk memberi hormat terlebih dahulu. "Inget yaa, sasarannya hanya kepala, muka, leher, dada, perut, punggung, dan sisi," Sempai Agus mengingati.
Mata Kissa tak sengaja melirik ke lantai dua yang ada di hadapannya, ia terpaku ke satu tempat. Ia melihat dua sosok yang sangat dikenalnya sedang bercengkrama di depan kelas. Konsentrasinya hilang, tanpa ia sadar tinjuan lumayan keras mendarat menuju hidungnya.
Dengan meringis kesakitan Kissa memegangi hidungnya. Semua anak tertawa, "Kamu jangan bengong!" ujar Sempai Agus ditengah usahanya menahan tawa.
"Maaf maaf Pai..." jawab Kissa sambil meringis kesakitan.
"Masih bisa lanjut ga?"
"Masih Pai..."
Kumite pun berlangsung dengan garing. Baik Kissa maupun perempuan yang menjadi lawannya tidak ada yang mendapatkan point.
"Nah, sekarang kalian pilih orang selanjutnya yang harus kumite..."
Kissa dan perempuan itu mengitari lingkaran, "Eh maaf ya tadi maaf..." ujar perempuan yang menjadi lawannya itu dengan perasaan bersalah.
"Iya, gapapa kok... salah gue juga tadi bengong...." jawab Kissa menenangkan. 'Ini tuh salah Kak Dika sama Bilda...' tambahnya dalam hati sambil menoleh ke lantai dua yang sudah tidak ada orang. Kissa celingukan mencari sosok yang tadi mengganggu konsentrasinya. Dengan pikiran yang masih linglung Kissa langsung saja berjalan menuju Yesa dan melemparkan sarung tangan yang tadi dipakainya.
"Ah parah lu Kiss..." sahut Yesa panik.
"Hah?" Kissa menatap masih tidak mengerti.
Kumite anatara Yesa dan perempuan dari kelas VII-6 pun berjalan tidak seburuk Kissa tadi. Yesa berhasil mengumpulkan point. "Baik, latihan hari ini cukup sampai disini dahulu. Semuanya ayoo, baris merapat..." sahut Sempai Agus, "Nabil, ayo pimpin sumpah karate..."
"Sumpah karate..." Nabila berteriak dengan suara kencang.
"Sumpah karate..." anak-anak lainnya mengikuti.
"Sanggup memelihara kepribadian... Sanggup patuh pada kejujuran... Sanggup mempertinggi prestasi... Sanggup menjaga sopan santun.. Sanggup menguasai diri..."
Setelah mengucapkan sumpah karate, mereka semua diam menundukkan kepala menenangkan diri. Lalu mereka semua melakukan penghormatan kepada bendera merah putih, bendera lambang perguruan serta induk organisasi. Dilanjutkan dengan pemberian hormat kepada pelatih, sesama karateka dan tempat latihan.
"OSH!" mereka pun bubar secara tertib.
"Lo kenapa sih Kiss? Belakangan ini kayanya lo berubah deh... ada masalah? Cerita aja..." pinta Yesa sambil memasukkan baju karatenya ke dalam tas.
Kissa menggeleng, "Enggak ada masalah kok... cuma mau lebih kosen belajar aja... bokap nyokap berharep banget soalnya hehehe..." Kissa terkekeh hambar.
"Kiss, hidung lo gapapa?" tanya Rendi dari kelas VII-5 menghampiri Kissa dan Yesa.
"Gapapa kok..." ujar Kissa sambil meraba hidungnya, "Sa, Ren... gue duluan yaa... bokap kayanya udah jemput deh..." Kissa pamit kepada kedua temannya karena ayahnya sudah janji akan menjemputnya hari ini.
Yesa dan Rendi memandangi kepergian Kissa, "Ngaku deh. Gosip yang beredar diantara anak – anak karate bener kan? Lo suka sama Kissa?" selidik Yesa selepas Kissa pergi.
Rendi hanya tersenyum, "Urus aja urusan lo sendiri hahaha..." Rendi meninggalkan Yesa yang kesal dibuatnya.
"Kok lo nyolot sih? Emang ga mau di comblangin nih?" tanya Yesa mengejar Rendi.
"Nyomblangin? Heh, ngaca dulu sana..." ujar Rendi terkekeh geli, "emangnya lo udah punya pacar mau sok – sokan nyomblangin?"
"Ish, yaudah kalo ga mau dibantu mah..."
"Hahaha, bantu diri lo sendiri aja dulu. Baru bantu orang lain. Lagian jangan suka berusaha nyatuin orang kalo lo nya sendiri aja belom bisa menyatukan diri dengan orang lain. Nanti yang ada malah lo yang naksir gue lagi! Hahaha..."
Yesa mendesis, "Idiiiih... males amat." Ujarnya sambil meninggalkan Rendi yang sibuk menahan tawa.
***
"Kissa, makan duluu!"
"Aku ga laper Bunnn..."
"Kamu kenapa sih belakangan ini jadi jarang makan?"
"Yaudah, nanti Kissa turun... nanggung ini sebentar lagi selesai..." jawab Kissa tanpa mengangkat wajahnya dari bukunya.
"Yaudah. Cepet yaa... Kiss, Bunda seneng kalo kamu serius belajar. Tapi bukan berarti kamu jadi lupa makan. Bukan berarti kamu jadi ga jaga kesehatan. Coba itu ngaca, badan kamu jadi kurusan gitu!"
Kissa cemberut, "Enggak! Masih gendut. Bunda ga liat nih pipi Kissa tembem gini?" tanyanya kesal.
"Ih, kamu kok jadi kesel sih? Udah, turun terus makan. Laper bikin kamu galak."
"Iya. Tinggal satu nomor lagi kok, habis ini aku langsung turun." Jawabnya ketus.
"Yasudah..."
Soal yang dikerjakannya akhirnya selesai. Dengan lesu Kissa keluar dari kamarnya. Sebenarnya ia sangat tidak merasa lapar. Dia lelah. Dia hanya ingin tidur cepat malam ini. Keluarganya sudah menunggu di meja makan ketika ia turun. Dengan terpaksa Kissa mengambil makanannya sedikit dan menyuapnya perlahan – lahan.
Setelah selesai makan, Kissa kembali masuk ke dalam kamarnya lagi. Dia benar – benar lelah. Kissa memastikan buku – bukunya sudah masuk ke dalam tas dan segera membaringkan badannya yang tidak terlalu kenyang di atas kasur. Karena latihan karate tadi, malam ini Kissa tidak perlu menyalakan film apapun untuk menghalau pikirannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Подростковая литератураKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...