Kissa pamit untuk ke toilet sebentar saat mereka berempat jalan menuju kantin ketika bel istirahat berbunyi. Sekembalinya dari toilet, siomay pesanannya yang tadi dititipkan kepada Tiwi sudah tersedia di meja. Namun, ia bingung melihat Bilda tidak terlihat di meja mereka.
"Bilda mana?" tanya Kissa kepada Yesa dan Tiwi sambil menyuapkan suapan pertama siomaynya.
"Itu... lagi berduaan gitu tuh..." jawab Tiwi sambil menaikkan dagunya ke arah Bilda dan Dika berada.
Siomay yang tadi rasanya lezat disuapan pertama langsung berubah hambar ketika menoleh ke arah yang dimaksud Tiwi. Bilda dan Dika sedang asyik berbicara dan tertawa bersama. Rasa sakit yang semakin menjadi – jadi mulai menyulitkannya. Dulu, ia masih bisa menyembunyikan air matanya. Namun sekarang, ia tidak tahu kenapa pandangannya kabur oleh air mata.
Tiwi dan Yesa saling pandang. Tiwi menghela nafas, "Kiss, kita boleh nanya sesuatu ga?"
Kissa mengalihkan pandangannya, berusaha terlihat normal. "Nanya apa?"
"Sedikit agak pribadi sih Kiss. Dan butuh banget kejujuran dari lo." Yesa mendahului.
"Kita janji ga akan ngasih tau siapa – siapa kalo lo emang mau kita diem. Kita ga akan ngasih tau siapa-siapa termasuk Bilda kalo lo emang minta kita ga ngasih tau dia."
Kissa tertawa gugup, "Kalian mau nanya apa sih?"
Tiwi berbicara hati-hati, "Kita perhatiin ada yang beda sama lo. Semenjak Bilda jadian sama Kak Dika kayanya lo berubah deh Kiss... lo jadi sering bengong, suka gak langsung nyambung kalo diajakin ngobrol, milih ga komentar atau malah mengalihkan pembicaraan setiap Bilda curhat tentang hubungannya dan muka lo langsung berubah setiap ngeliat Bilda sama Kak Dika..."
"Kita jadi mikir apa kira-kira yang buat lo berubah..." Yesa melanjuti, "Dan... mungkin ga sih yang kita pikir ini bener kalo lo sebenernya suka juga sama Kak Dika?"
Kissa diam, menimbang. Ia menghela nafas, "Gini yaa, sekarang kan Kak Dika itu pacaranya Bilda. Bilda teman kita. Jadi, mau gimana kek perasaan gue ke Kak Dika udah ga penting. Hmm, bukan berarti gue ngeiyain ya kalo gue suka dia. Udah ga ngasih perubahan apapun juga. Jadi menurut gue sih ga penting juga lah lo pada tau gue suka sama dia apa enggak. Pokoknya lo pada tenang aja, gue seneng kok ngeliat temen gue seneng. Gue bukan orang yang tega makan temen sendiri kok." Kissa menghela nafas panjang, "Dan soal gue berubah semata – mata karena pengen lebih serius belajar aja kok. Dan gue ga bengong, gue cuma lagi nginget – nginget apa yang udah gue apalin hehehe... maaf ya kalo kalian keganggu..."
"Yaudah deh kalo emang gitu..." Tiwi memegang tangannya. "Siomaynya ga dimakan lagi Kiss?"
Kissa tersenyum kecut dan memakan siomay yang kini sudah tidak dinikmatinya. Ia menghabiskan siomaynya hanya agar teman – temannya tidak cemas melihatnya.
***
"Kiiissss... aaaah senengnyaaa...."
'Oh tidak. Gue ga mau denger gue ga mau denger....' Kissa menoleh kepada Bilda yang duduk di sampingnya. "Seneng kenapa Bil?"
"Tadi gue ngobrol berduaan ahaha..."
"Oh iya... ngomongin apa aja tuh Bil?" tanya Kissa dengan suara datar.
"Banyak... ngomongin tanggal ulang tahun dia, warna kesukaan dia, olahraga kesukaan dia, dan lain – lain deh pokoknya hahaha..."
"Oooh, emang ulang tahunnya kapan Bil?"
"Empat Januari, sayang udah lewat..."
"Oooh, terus warna kesukaannya apa?"
"Warna merah... eh kok lo jadi kepo gitu sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Ficção AdolescenteKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...