"Ayo cepat! Ungkapkan semua!" Sekerumun orang itu menatap lurus dengan mata berbinar. Tangan mereka mengepal terpesona dengan apa yang kini dilihatnya. semua manik mata disana jatuh pada sosok yang berdiri dengan short dress aqua cantiknya juga flowercrown manis di surai tembaganya yang tertata indah. Gadis dengan kulit langsat itu memejamkan matanya rapat-rapat kemudian menarik nafas panjang.
"God, please. I want a boyfriend. Im fucking tired for being alone all the time"
-fusssssh
Dan lilin diatas blackforest dingin itu padam setelahnya. Semua bertepuk tangan sembari memamerkan senyumnya masing-masing.
"Woho! my bestie is officially 19 right now. I love you cait!" Sharline memeluk caitlin -gadis yang berulangtahun itu- dengan sangat erat. Gadis itu kini sudah benar-benar dewasa. Maka semuanya akan semakin dekat. Waktu itu akan datang dan semua berjalan sesuai dengan apa yang sudah di gariskan.
Tepat pada waktunya, kebenaran akan muncul.//:Don't take easy for everything that you say or you will fall easily too://
****
"Caitlin! Bangun lah!" Caitlin terperanjak setelah tubuhnya berguncang hebat.
"Dimana gempanya?"
"Dimana? kumohon katakan!"
"kenapa kalian diam saja? cepat berlindung!"gadis bermata raven itu bergerak ke kanan dan kekiri seperti orang kebakaran jenggot. Di depannya, Ashley, ibu caitlin, berdiri berkacak pinggang melihat tingkah anak keasayangannya itu. Selalu saja bangun terlambat. Lalu mandi dengan rekor waktu tersingkat, tanpa sarapan dan berlarian di koridor kampus dengan penampilan yang jauh dari kata baik. Ashley menggeleng heran kepalanya meruntuki sikap caitlin yang tak pernah bisa berubah sejak kecil.
"Hey, sampai kapan kau akan terus berputar seperti itu?" ucap ashley sembari menyilangkan tangan di depan dadanya.
"Tapi mom... gem-"
"itu bukan gempa cait sayang! cepat pergi mandi atau kau kehilangan kelas pertama di semester barumu ini!" Caitlin menerjapkan mata kembali ke alam sadarnya dan sedetik kemudian pukulan dari tangannya sendiri sukses mendarat di dahi lebarnya. "Dasar bodoh!" Gumamnya sendiri kemudian berlari menuju kamar mandi di kamarnya.
Okey, Sepertinya akan ada rekor baru lagi hari ini.****
"Demi tujuh dewa! kau terlambat lagi nona manis?" Caitlin memutar bola matanya malas kemudian berjalan ke arah bangku di sudut belakang ruang kelas. Sharline tertawa geli melihat tingkah cait yang sama sekali tak berubah sejak dulu. Kurang dua menit lagi dan kelas pun dimulai. Dewi fortuna masih berpihak pada cait kali ini.
Benar saja, tak lama setelahnya wanita paruh baya dengan sedikit rambut yang mulai memutih masuk mendekap setumpuk buku ditangannya. Yap. Seni sastra jadi mata kuliah pertama hari ini. Mata kuliah yang sebenarnya menyenangkan tapi tidak bagi cait. Apa alasan cait membencinya, belum ada yang tau hingga detik ini. Caitlin memutar-mutar cuek pena di tangannya. Sesekali juga memainkan pena itu dengan jarinya. Tak jarang pula gadis ini menguap dan alhasil, mata melotot mrs. Anna lah yang menjadi hadiahnya.
Seolah tak punya jera, caitlin kini memejamkan matanya karena kantuk memang masih bersarang di tubuhnya. Semalam penuh pesta ulang tahunya hanya ditukar dengan satu jam pejaman mata.
Bagaimana bisa? uh?Saat benar-benar terpejam, caitlin merasakan aura di sekelilingnya berubah tak enak. Rasanya seperti ..ummm
Entahlah ini tak bisa di jelaskan. Cait terus saja memejamkan matanya berharap kantuknya sedikit terobati."Haii caitlin....."
mata cait terbelalak tiba-tiba. Bulu kuduknya seolah hampir rontok saat mendengar namanya disebut. Suara itu -em, lebih tepatnya- bisikan itu, terdengar tepat di telinga kanan cait. Seperti suara laki-laki yang tak di kenalnya. Murid lain masih fokus dengan mrs. Anna di depan, jadi tidak mungkin ini ulah temannya. Lagipula dia tidak duduk di dekat laki-laki. Jadi tadi itu apa?
Rasanya benar-benar aneh. Seperti ada seseorang yang membelai lehernya kemudian menciumnya sekilas.
Caitlin menggeleng kuat bermaksud merontokan pikirannya. Kemudian matanya kembali terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall
Fanfiction"Caitlin, kau harus segera menikah dengan Mikha." Air mata cait perlahan turun membasahi lensa indah juga pipi ranumnya. Menyedihkan. "Cait dengar dad." Tangan robert mengusap dagu cait. Menyeka liquid bening yang sarat akan kebahagian di pipi porse...