CHAPTER THREE
Hari keempat kuliah, aku sudah harus pulang ke asrama jam sebelas malam. Perpus kami buka satu kali 24 jam. Dan Butler Library masih sangat ramai tadi sewaktu ku tinggalkan. Columbia Core* memang menakjubkan. Dia menuntut mahasiswa menguasai sekitar satu buku per minggu. Work load nya memang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kaki, membasuh muka dan menyikat gigi, aku nyaris menangis melihat cucian yang menumpuk di keranjang.
Seumur hidupku, aku belum pernah mencuci sendiri, dan sekarang? Cuci dan seterika sendiri. Terlalu mahal dan agak terkesan manja jika aku mengloundry. Semua anak mencuci sendiri. Umm,, mencuci sih oke, tapi nyeterika? Ahhh,,, cobaan berat!
Setelah beberapa saat mengutuk dan menyumpah dalam hati, aku menyadari si laundry-an tidak akan bersih seketika dengan keluhan ku. Lalu kemudian aku menyabarkan diri dan mengatak "Besok aja lah." Lalu berbalik ke kamar.
Aku sengaja tidak menghidupkan lampu, laura sudah mendengkur sejak aku memasuki kamar ini tadi.
Aku menarik selimut sampai ke dagu dan mulai merasa ngantuk.
Hold on, apa ini yang merayap di dahi ku? Aku menepis nya dengan tangan, lalu melanjutkan upaya tidur yang terganggu.
Beberapa menit kemudian, si hewan merayap kembali lagi. "Apa ini?" bawah sadar ku mulai terganggu. Atas sadar sudah dari tadi!! "Bukan kutu, kan?" muka terganggu bawah sadar ku mulai terlihat memprihatinkan. Atas sadar ku menenangkan dan memecahkan masalah dengan menepisnya lagi menggunakan tangan.
Menit berikutnya kembali tenang.
Setelah menit yang tenang, menit berikutnya aku menyalakan lampu di nakas samping tempat tidur ku dengan intensitas yang lumayan tinggi. Kekhawatiran membuat mata tidur laura silau lenyap di gantikan horror yang di timbulkan oleh aku merasakan hewan merayap di dahi ku sudah melebihi tiga ekor. Dan ddduuaaarrrr!!!
"AAAAAAAAAKKKKKKKKKKHHHHH....." aku tak bisa membendung teriakan melihat apa yang bersarang di dekat bantal ku.
Aku melompat berdiri langsung dan menyambar sakelar di dekat pintu. Seketika ruangan berderang dan laura mengerjab dari tidur nya.
Horror di wajahku semakin menggila saat aku melihat hewan bersarang di dekat bantal ku itu berbaris dan mengerumuni bantal plus kepala laura juga.
"Bagaimana kau bisa tidur seperti itu?" aku berteriak dan mengguncang badan laura, membangunkannya.
Dia tertidur pulas sementara semut sedang mengerumuni nya.
"What the fuck, Gina?" kau akan kesulitan melihat mata nya seperti itu. wajahnya merengut dengan mata yang menyipit menghindari cahaya lampu.
"Kemari." Aku mengajaknya ke meja rias.
Detik pertama ia hening, mengucek mata sejenak, dan kemudian.....
"Bloody hell!!!" kami memiliki kemiripan, suka mengumpat. "Apa ini?" ia buru-buru menyingkirkan semut-semut yang memang mulai berkeliaran itu dari wajah dan tubuhnya. Aku membantu sedikit.
"Aku tidak tahu," aku benar-benar tidak tahu. "Kita di serang semut."
Aku bahkan tidak bisa menuliskan umpatan lainya di sini. Terlalu banyak dan tak layak publikasi. Laura lebih parah dari ku.
Kamudian wajahnya menunjukan ekspresi "Oh My God, aku ingat sesuatu." Dan dia berlari ke ranjangnya. Menyingkap bedcover, seprei, dan di lantai dekat nakas nya nampaklah pemandangan yang sangat gila.
Ember es krim yang tidak di tutup rapat karena sendok masih ada di sana.
Aku benar-benar tak percaya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE?
ChickLitBagai mendapati hujan emas bercampur berlian. Itu yang Gina Laura rasakan ketika ia di terima sebagai mahasiswa di Columbia University. Kampus yang berkelas dan masuk ke dalam Ivy Leauge adalah impian semua orang, termasuk dirinya. Ia merasakan hidu...