It's Hollow Inside

11.1K 347 7
                                    

Derap langkah sepasang kaki mungil itu menggeletuk lantai dengan tumit dua centi yang menempel di telapak pantofel hitam berbintik bulatan-bulatan putih miliknya. Senyum mengulas di bibir tipis kemerahan itu. Ia begitu bahagia hari ini. Sungguh. Wajah putih merona itu semakin berseri saat matanya menemukan sosok itu. Sebuah cinta yang menguar di hatinya membakar di dalam kalbu.


"Kakak!" gadis itu berseru seraya melambaikan tangan kanannya tinggi-tinggi. Langkahnya semakin pasti menuju meja tempat seseorang yang spesial dalam hatinya. "Emil terlambat dua menit dari yang kakak minta." Katanya setelah sebelumnya melirik arloji antik yang melingkar di pergelangannya. Ditatapnya orang yang ia panggil kakak itu dengan memuja.


"Sudah kupesankan coklat panas untukmu." Emil mengangguk senang. Sesungguhnya bukan itu yang ingin ia dengar. Sungguh, ia sudah tidak tahan untuk menunda.


"Duduk, Emil."


Emilia Tamara—nama lengkap gadis itu—mengangguk lagi sambil mendudukkan bokongnya dengan nyaman di kursi kayu. Seorang wanita datang membawakan cup coklat dan es krim yang Emil sendiri sudah dapat menebak rasanya ketika ia melihatnya.


"Vanilla?!" serunya. Gelak tawa mengiringi pertanyaannya. Yudha terlalu banyak tahu tentangnya, dan ia senang akan hal itu. Dalam hati ia malah berharap semuanya akan serba tahu satu sama lain.


Yudha lucu sendiri melihat sifat kekanakan gadis di hadapannya. Saat dengan cekatannya jari-jari Emil mengambil waffle es krim untuk dicelupkannya ke dalam coklat lalu memakannya.


Gadis lain pasti takkan mau melakukan hal bodoh ini di depan orang yang mereka sukai, pikir Yudha. Yudha cukup tahu pola pikir anak muda jaman sekarang, selain mencoba menjadi yang paling cantik buat pria, jaga image menjadi salah satu cerminan wanita. Mereka tak ingin dinilai ini dan itu, meskipun sesungguhnya pria-pria lebih menyukai hal yang natural.


"Kakak, Emil mau...,"


"Ah iya, kakak sengaja memintamu datang karena ada yang mau kakak katakan. Mengenai Diva,"


Emil mengerutkan kening. "Kak Diva?" tanyanya belum mengerti arah pembicaraan Yudha yang tiba-tiba membawa-bawa nama kakaknya.


"Diva dan kakak akan tunangan."


Adukan Emil pada coklatnya berhenti seketika. Kakaknya dan Yudha apa tadi? Tunangan?


"Maksud kakak apa? Bukannya kak Diva sedang di London?"


"Kami sudah berhubungan sejak sma, Mil. Hanya saja, Diva memilih kuliah di London dan kakak di sini. Nah, minggu ini Diva akan pulang. Dia kan wisuda lusa, sama dengan kakak. Kita sudah sepakat untuk tunangan dulu sebelum ke pernikahan."


Kata-kata Yudha seperti petir menyambar. Emil baru saja berharap untuk kepastian perasaannya, dan ini adalah jawaban. Benar saja, sejak ia masuk ke universitas itu, Yudha langsung saja mengenalinya, menjaga dan memperlakukannya seperti adik. Tidak mungkin semua terjadi tanpa alasan, ia sudah tahu sekarang, Diva-lah di balik semua ini.


"Aku pikir ... kak Yudha suka sama Emil," bisik Emil dan berhasil membuat Yudha kaget. Bagaimana bisa gadis yang akan menjadi adik iparnya mengatakan itu padanya. "Harusnya kakak bilang ini dari awal, kalau kakak pura-pura peduli padaku karena kakak adalah kekasihnya kak Diva. Jangan membuat Emil jadi anak yang tidak tahu apa-apa dan salah paham dengan semua perlakuan kakak."


Yudha hanya terdiam melihat Emil meninggalkannya. Perasaan Emil padanya menjadi masalah baru. Menjadi pria di antara adik dan kakak adalah hal yang tidak pernah dipikirkannya.


Bersambung ...


Hai,

Aku kembali merevisi cerita yang menggantung ini dan semuanya benar-beanar dirombak habis. Aku hanya mencoba menyelesaikannya sampai ending.

Kiss The Rain (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang