30. His Sister

21.1K 1.1K 81
                                    

Copyright2015@Anita_ pardais

****

Pandanganku mengarah keatas menatap teras rumah yang menjulang tinggi di sangga empat pilar kokoh yang dipenuhi relif rumit. Atap teras melengkung menyerupai kubah dengan lampu kristal super besar mengantung di tengahnya.

"Rumahmu besar banget Ash." Aku terperangah tak mampu menutupi rasa kagumku.

Rumah Rasykal bercat putih klasik, bergaya viktoria. Tak terbayang seberapa luas dan megahnya rumah ini.

Lalu Rasykal menuntunku menuju pintu besar yang telah terbuka lebar. Aku bertanya-tanya sendiri sejak kapan pintu itu terbuka? Dan sejak kapan para asisten rumah tangga itu berjejer di situ?

Kami melewati jejeran penyambut tamu itu dengan tangan Rasykal yang masih menggandengku.

"Pake disambut segala, Bi. Kaya tamu istana aja."

"Kan ada tamu istimewa Den," sahut si Bibi yang membuat Rasykal menoleh padaku.

"Tuh kan, karena kau datang Love makanya disambut begini. Kalo aku yang datang biasanya gedor-gedor pintu dulu baru dibukain."

Bohong banget ucapan Rasykal tapi aku cuma memberikannya cibiran.

"Papi sama Mami di mana Bi?"

"Ada di taman samping Den," jawab Bibi yang mengikuti di belakang kami.

Begitu melangkah melewati pintu aku berusaha menjaga sikapku agar tak terlihat norak dan malu-maluin. Aku hanya bisa melihat sekilas jika ruang tamu super luas ini di penuhi dengan berbagai barang mewah dan mahal.

"Ash...rumah segede ini memang di tinggalin sama siapa aja?" bisikku menarik tangan Rasykal yang kugenggam.

"Siapa saja ya," Rasykal terdiam tampak berfikir. "Papi, Mami, sama pembantu tiga orang. Kalo Bi Asih sama pembantu yang lain yang sudah berumah tangga tinggalnya di samping, di paviliun."

Aku menghitung dalam hati dan menganga. Rumah yang luar biasa luas ini cuma di tinggali lima orang?? Sungguh terlalu.

"Masih jauh kah Ash?"

Aku merasa dadaku makin berdebar tak jelas sekarang. Padahal sebelum masuk tadi aku sudah menguatkan mentalku agar siap siaga dengan segala kejutan yang akan kudapatkan.

Rasykal tertawa. "Kita ini sudah di dalam rumah Love. Bukan di perjalanan lagi."

Ya sapa suruh bikin rumah gede bener, masa jalan dari tadi tapi belum juga ketemu sama tuah rumah. Kalo aku berjalan di dalam rumah berukuran normal mungkin aku sudah berjalan bolak-balik dari depan ke belakang sebanyak tiga atau lima kali.

Telingaku seperti mendengar kicauan anak-anak. Eh, suara anak-anak maksudku.

Kami memasuki satu ruangan lagi yang sepertinya ruangan buat bersantai. Cuma ada sofa-sofa empuk dan ada sebuah piano di tengah ruangan.

Ruangan ini tampak sangat terang karena dindingnya yang menghadap keluar dibuat dari kaca. Ada pintu kaca yang menghubungkan ruangan ini dengan teras luar dan dari tempatku berjalan aku dapat melihat beberapa orang sedang duduk-duduk bercengkrama di teras itu. Dan dari sana jugalah suara - suara anak-anak tadi berasal.

Seketika genggaman tanganku di tangan Rasykal menguat. Dan detak jantungku memompa dua kali lebih cepat daripada sebelumnya.

"Uncle...!"

Dua orang anak menghambur ke arah kami. Aku terkejut sementara Rasykal refleks melepas genggaman tangannya untuk memeluk kedua anak yang saling berebut untuk memeluknya tersebut.

Fine,I Love U (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang