Keremangan ruangan menghalangi pemandangan didalamnya. Namun tidak bagi anak lelaki yang tengah berdiri di sudut ruangan. Ia melihat segalanya.
Kejadian terkejam yang pernah diperlihatkan kepada seorang anak kecil. Ia berdiri di sudut tergelap dalam ruangan. Berdiri kaku, berusaha berpaling tapi tidak bisa. Ia sangat ketakutan. Tangannya mengepal, menahan diri karena hanya bisa menangis tanpa suara, tanpa perlawanan.
Darah memercik menodai baju tidurnya. Jeritan penuh penderitaan seorang pria menambah bebannya. Dilihatnya bayangan orang yang tak henti hentinya menghujamkan pisau ke dalam tubuh korbannya diselingi teriakan kemarahan. Hujaman pisaupun terhenti. Darah menetes dari mata pisau. Si pelaku memandang karyanya penuh kepuasan. Menunduk dan membisikan sesuatu ke telinga korbanya. Lalu pergi meninggalkan ruangan dengan langkah santai. Tak menyadari adanya saksi.
Setelah yakin si bayangan telah pergi, si anak pun berlari menghampiri tubuh yang terbaring kaku didepannya. Rasanya ada jarak bermil mil jauhnya antara tempatnya berada dengan tubuh didepannya. Ia berjalan dengan langkah gontai tapi tetap tegas. Tapi ia terlalu lemas untuk berjalan juga terlalu shock untuk melambatkan langkahnya.
Ketika akhirnya berhasil sampai disamping tubuh yang ditujunya si bocahpun terjatuh lunglai. Menatap nanar tubuh kaku yang penuh oleh darah berbau anyir dan pekat. Hanya bisa menatap, tak berani menyentuh. Tangisnya mengeras, air matanya bertambah deras, napasnya tersengal sengal.
Ia merasa tidak sanggup menatap tubuh yang ada didepannya dan menutup matanya erat erat. Terlalu menyakitkan melihat nyawa orang lain direnggut nyawanya dengan begitu kejam, apalagi orang yang paling ia kasihi. Baginya orang yang paling ia sayangi dan paling penting sudah pergi dari hidupnya, ia merasa terpukul. Sudah tidak ada lagi masa depan untuk anak sepertinya, tidak punya sanak keluarga atau teman dekat. Ia benar benar sebatang kara. Terlalu putus asa untuk melanjutkan hidup bagi anak berumur 12 tahun yang sudah tidak punya siapa siapa lagi.
Seharusnya ia tidak perlu menuruti perkataan ayahnya untuk bersembunyi. Jika ia tidak bersembunyi pasti ia bisa menyelamatkan nyawa sang ayah, bukan malah ketakutan seperti tadi. Pikirnya, menyesali perbuatannya. Tapi ia tidak sanggup membantah ayahnya yang sangat tegas. Sekarang dirinya dipenuhi dengan rasa sesal dan kesakitan. Kecewa akan dirinya sendiri.
Saat membuka mata ia melihat pisau yang ditinggalkan si bayangan. Si anakpun mengambilnya dan menggenggamnya penuh tekad sekaligus keputus asaan. Baginya sudah tidak ada harapan lagi, ia akan menyusul ayahnya yang telah terbunuh.
Si anak meringis ketika ujung pisau sudah mengiris kulit dadanya, tidak akan mengira akan sesakit itu. Sesaat ia meragukan niatannya sendiri, namun ketika memikirkan kembali akan jadi apa dirinya jika sudah tidak punya siapa siapa lagi didunia ini, ia melanjutkan aksinya. Tiba tiba ia merasakan sesuatu yang lembap mencengkram kakinya. Sesaat ia menegang memikirkan berbagai kemungkinan yang tidak tidak, lalu ia mengabaikannya. Namun ketika cengkraman itu semakin kuat ia yakin betul itu adalah tangan seseorang, namun siapa?
Si anak menoleh lalu mendapati tangan ayahnya yang berlumuran darah mencengkram kakinya. Terlalu terkejut untuk berteriak tapi entah kenapa ia merasakan setetes kelegaan dan kegembiraan yang langsung pudar ketika melihat wajah tersiksa sang ayah. Ia pun mendekatkan diri dan memeluk tubuh sang ayah, tak peduli darah yang terus mengucur.
Sang ayah tersenyum hangat kepada putranya. Lalu berusaha berbicara walau kesakitan luar biasa. "Anthony."
"Ya, ayah." Jawab si anak berusaha tegar. "Ini kesalahanku, maafkan aku."
"Tidak, bukan salahmu." Si ayah meringis ketika menyadari semakin banyak darah yang keluar dari mulutnya.
Anthony tetap bergeming sambil memeluk tubuh ayahnya, napas ayahnya sekarang adalah napas napas terakhir dari kehidupan sang ayah. Ia sekarat.
"Tolong." Napas ayahnya terputus putus. Terasa begitu sesak. "Balaskan dendamku."
Sang ayahpun melepaskan napas terakhir dari kehidupannya. Meninggalkan putranya.
Anthony tau ayahnya telah benar benar pergi. Sekarang ia benar benar tinggal sendirian. Tapi tidak seputus asa tadi. Kini dirinya dipenuhi kemurkaan. Ia akan membalaskan dendam sang ayah. Ia tidak akan mengecewakan sang ayah, ia akan tetap hidup dengan pesan ayahnya sebagai pemandu.
Anthonypun berdiri dengan kakinya yang goyah. Berjalan keluar dari rumahnya meninggalkan jasad sang ayah untuk mencari perlindungan. Meninggalkan masa lalu kelamnya dibelakang. Setelah berhasil keluar dari dalam rumah, udara malam yang dingin dan menusuk langsung menyambutnya. Tubuh Anthony bergetar akibat kedinginan, kedua tangannya sudah memeluk tubuhnya sendiri. Ia berjalan menembus pekatnya kabut dan gelapnya malam. Ia terus melangkah, entah apa yang ditujunya sekarang.
###
Halo, aku penulis baru tapi ini bukan cerita pertama aku yang aku publish. Terimakasih.