For the last time
You waste my tears now
No more torment
But don't just say you've gone away
"You tell a fuckin tale..." Zahra ikut bernyanyi dan berjingkrak-jingkrak dari backstage panggung alun-alun Ponorogo. Kali ini Tama mengajaknya ikut saat konser launching produk mootor baru dari sebuah perusahaan motor terkenal. Punya cowok seorang anak band, terkenal pula, mungkin adalah impian sebagian besar gadis remaja sepertinya.
Tapi cerita mereka lain. Cinta mereka bukan lahir dari cerita superstar dengan groupiesnya. Cinta mereka adalah cinta yang telah mereka bawa dari kecil. Sejak masih bermain layang-layang di pematang sawah, sejak masih bersekolah TPA di Musholla Haji Mughni, sejak mereka kanak-kanak.
Kadang saat bersama Tama, Zahra lebih mirip adik daripada seorang pacar. Bahkan banyak gadis yang mencibir mereka. Iri barangkali. Zahra sudah banyak maklum bila kekasihnya memiliki banyak fans cewek.
Can, you, see, me...
Smiling when I sing this song
Right, now...
I just want to be alive
Zahra paling suka bagian lagu ini. Selalu ia teringat saat-saat Tama menembaknya, saat manggung di pasar malam. Bahkan saat itu Zahra digandeng ke atas panggung dan ditembak di atas panggung. Disaksikan bapak-bapak penjual harum manis, dan anak-anak kecil yang langsung bersuit-suit menggoda mereka. Bukan sebuah momen yang romantis memang, tapi akan selalu berkesan dan tak terlupakan.
"Disini saya akan menyanyikan sebuah lagu untuk seorang gadis yang ada di belakang panggung ini," ujar Tama saat sedang manggung di pasar malam saat itu. Terang saja pemuda-pemuda tanggung langsung meneriakinya, "Huuuuuu". Dan Tama tak peduli, ia menyeret Zahra yang dengan malu-malu akhirnya mau maju ke panggung. Seperti sudah direncanakan, sang gitaris langsung mendentingkan gitarnya dan membawakan lagu "I Will Fly" dengan irama jazzy. Oke, paduan yang aneh memang. Band metal, manggung di pasar malam, dan menyanyikan lagu jazz. Well, semua itu memang benar terjadi. Lagu yang sebagian besar pengunjung pasar malam tak tau maknanya itu nyatanya mampu membuat Zahra terbang dan terpukau. Diiringi suit suit penonton, akhirnya mereka jadian di atas stage pasar malam. Bisa dibayangkan, slow motion yang terjadi adalah dengan setting bianglala, kuda-kudaan dan odong-odong.
You know I was dying when you told me
(That I'm not yours anymore)
You know I was dying when you told me
(You're just playing and fooling around with me)
Kisah mereka pun juga bukan kisah yang lempeng tanpa ada hambatan. Saat pertama mereka jadian. Banyak sekali teror dari fans Tama, mulai dari cibiran, hinaan langsung, telepon asing, dan masih banyak lagi intimidasi lain. Awalnya Zahra kurang bisa menerima pacarnya yang selalu dikelilingi banyak gadis.
Pernah sekali waktu, Zahra melihat Tama sedang makan siang bersama SPG dari perusahaan motor yang menjadi sponsor bandnya. Dengan matanya sendiri ia melihat mereka bercanda dengan sangat akrab. Karena itu, selama seminggu ia menghindar untuk bertemu Tama.
Setiap ada waktu luang, Tama selalu berkunjung ke rumah Zahra, menemui ibunya untuk mencari Zahra. Tapi pintu kamar selalu terkunci rapat dan tak pernah ada respon dari dalam.
Dan di akhir pekan, yang kebetulan juga adalah tahun baru. Tama meminta izin ibu Zahra untuk menunggui seharian sampai Zahra keluar. Karena Tama tau, tak ada toilet dalam kamar Zahra. Tak mungkin kekasihnya terlalu nekat sehingga tak keluar kamar saat kebelet.
Seperti dugaannya. setelah seharian menunggu, Zahra keluar juga. Dengan muka jutek ia turun ke bawah, karena satu-satunya toilet ada di lantai bawah. Tama yang sudah dirajam rasa rindu pun langsung memeluk kekasihnya itu.
"Ada apa sayang? Kenapa?" Tama bertanya dengan wajah yang innocence.
"Nggak pa pa. Biasa aja. Cuma agak bete aja."
"Bete? Seminggu penuh?" Cecar Tama dengan wajah menyelidik.
Zahra melepas pelukan Tama. "Ya, dan mungkin akan bertahan sebulan, setahun, entahlah."
"Ada apa sayaang?" Tama kembali meraih tangan Zahra.
"Bukannya udah banyak cewek di luar sana? Kenapa nungguin satu cewek aja disini?" Lagi-lagi Zahra menampik tangan Tama.
"Ra," Tama memegang wajah Zahra, membuatnya mendongak. "Aku nggak akan nglakuin hal gila seperti nembak kamu di depan orang-orang. Aku punya reputasi. Aku nggak main-main sama kamu."
"Oh. reputasi? Urus sana reputasi kamu! Ngapain juga masih disini?" seru Zahra sambil menatap tajam.
"Oke. aku memang nggak bisa ngehindar dari gadis-gadis. Tapi aku selalu jaga jarak dari mereka. Aku bahkan sudah membatalkan jadwal manggung di tahun baru besok. Hanya untuk menghabiskan awal tahun denganmu." Ujar Tama meyakinkan.
"Gombal. aku lihat sendiri kamu hang out sama SPG itu."
"Olip? Jadi karena itu kamu seminggu nggak keluar kamar? Oke, besok aku kenalkan kamu sama dia. Dia masih sodara sama aku. Sodara jauh sih, tapi masih sodara." Tama tersenyum kecil sementara wajah Zahra memerah.
"Well, surely i want spent my time just with you." Tama memeluk Zahra, kali ini tanpa ada penolakan.
Can you see the times grows older she blew my dreams away
It's all done, the time is over
I don't know how to say
Suara scream Tama yang khas membuat alun-alun berderap kencang.
"Oke, kamu mau tahun baruan dimana? Pantai? Gunung? Taman?" Tama memberi penawaran.
"Aku pengen ke pasar malem, aku pengen naik kuda-kudaaan." Zahra tersenyum
"Hah? Seorang pacar Rockstar ngajak jalan ke Pasar Malem?"
"ga mau juga gapapa" Zahra memasang wajah yang dibuat-buat agar terlihat jutek.
"Haha..okeee..sambil kita bernostalgia."
The time is over!!!
The time, NO!!!
Zahra dan Tama bergandengan tangan mengitari Pasar Malam. Beberapa wahana mereka naiki. Walau harus memendam rasa malunya, Tama akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan keinginan aneh pacarnya.
Bianglala pun terlihat seperti menara Eiffel di mata mereka.
"Dan lagu kedua dari kami
Sebuah single dari efek Rumah Kaca,
Jatuh Cinta Itu Biasa Saja"
Kita berdua hanya berpegangan tangan
Tak perlu berpelukan
Kita berdua hanya saling bercerita
Tak perlu memuji
Kita berdua tak pernah ucapkan maaf
Tapi saling mengerti
Kita berdua tak hanya menjalani cinta
Tapi menghidupi
Dan malam-malampun semakin tambah berarti.
PO, 8 Juli 2011