Part 3

2.6K 65 0
                                    

Keesokan harinya, aku terbangun dengan kepala yang sangat pusing. Aku memegang dahiku. Ya Tuhan, panas sekali. Aku langsung meminum air yang ada diatas nakas untuk membasahi tenggorokanku yang kelewat kering ini.

Aku mengecek ponselku yang bergetar terus sedari tadi. Notifnya banyak banget, duh bikin pusing aja. Aku pun membalas seperlunya. Sialnya, hari ini Tera libur dan dia mau pergi karena ada keperluan. Jadi dengan terpaksa aku kuliah bawa motor sendiri.

Di kelas, aku hanya diam dan bercanda sebentar. Natha yang menyadari ada yang aneh dengan diriku langsung bertanya, "Kamu kenapa Ka? Sakit? Pucet banget itu muka."

Jason memeriksa dahiku. "Lu panas lho Sof. Pusing ga?"

Aku bingung. "Sof? Siapa?"

"Ya elu laaah. Abis yang manggil lu Ika kan udah banyak, nah makanya gua maunya manggil lu Sofi."

"Kamu tau darimana aku punya nama Sofi? Aku kan ga nyebutin nama panjangku kemaren."

"Tuh binder lu." Aku hanya ber-oh panjang.

Kemudian dia mendekat ke arahku dan membisikkan sesuatu. "Gua ga mau gua diliat sama ama lu. Gua ga mau dinilai sama ama orang-orang sekitar lu oleh lu. Gua manggil lu Sofi biar lu langsung liat gue dan ga liat ke yang lain. Langsung inget gue," ucapnya tegas dan menjauhkan kepalanya sambil tersenyum.

Aku terpaku dan menatapnya dengan mata yang membulat. Apa maksudnya?

"Ka, mending pulang aja deh. Muka kamu tadi pucet banget, trus sekarang malah merah. Panas banget ya? Iya sih disini emang panas," ujar Natha.

Aku hanya menundukkan kepalaku. "Aku gapapa kok. Masih kuat sampe siang nanti. Tenang aja," jawabku sambil memaksakan sebuah senyuman.

Natha hanya memandangku sebentar dan kembali sibuk dengan kegiatannya. Aku pernah bilang kalau Natha orangnya perhatian? Belum ya? Sepertinya aku lupa. Diantara teman-temanku di kampus, hanya Natha yang perhatian dan selalu menjagaku. Dia sangat peduli padaku.

Tiba-tiba rasa pusing kembali menyerang dengan hebat. Aku sampai harus menopang kepalaku saking sakitnya. Aku melirik jam tangan. Masih satu jam lagi waktu pulang. Aku memijat-mijat kecil pelipisku untuk mengurangi rasa pusing.

"Nih minum dulu," tawar Jason.

"Hmm makasih. Buat aku ya?"

"Iya minum aja. Lu jangan nunduk mulu, malah tambah pusing yang ada."

"Iya jase," kataku sambil menegakkan kepala. "Aduh."

"Kenapa?" ujar Natha panik.

"Aku udah ga kuat sama pusingnya Nat," jawabku lemas.

"Kamu bawa motor?"

"Iya Nat. Tera lagi pergi soalnya jadi ga bisa nganter."

"Duh gimana ya? Ga mungkin juga kamu tidur disini, Ka."

"Ke rumah gue aja. Deket kok dari sini."

"Dimana Jase? Kenapa ga bilang daritadi sih lu? Ga liat apa si Ika udah pucet begini? Liat tuh sekarang malah keluar keringet dingin begitu. Kalo ada apa-apa, pokoknya salah lu," ujar Natha marah.

"Kok salah gue? Salahin pacarnya lah. Udah tau kemaren udah diramalin bakalan ujan, dia malah tetep maksa jalan. Ujung-ujungnya mereka keujanan kan tuh."

Senyum yang MenghilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang