Keesokan harinya, kabar mengenai hubunganku dengan Tera langsung tersebar luas. Aku hanya menunduk ketika ada orang yang bisik-bisik hingga terang-terangan membicarakanku.
Begini nih yang bikin gua ga suka pacaran sama orang terkenal, dikit-dikit diomongin, rungutku sebal. Sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak tatapan mencemooh dan membunuh yang membuatku seperti menghilang detik itu juga.
Sesampainya di pintu kelas, aku melihat Jason dan Rini sedang berdebat seru. Hal yang aneh karena selama aku berteman dengan mereka, aku tidak pernah melihat mereka saling menyapa apalagi berbicara. Kalau ada pembagian kelompok pun mereka selalu menghindar. Membuatku semakin curiga saja dengan mereka.
"Gue tau elo yang nyebarin beritanya, Rin. Lo ga pernah berubah ya ternyata," ujar Jason marah.
"Berita apa sih, Ar? Gue ga ngerti," ucap Rini tenang.
Ar? Kenapa Rini manggil Jason pake 'Ar'? tanyaku dalam hati.
"Ga usah sok polos deh lo. Bikin gua tambah jijik aja tau ga? Lo kan yang nyebarin gossip kalo Ika sama Tera putus? Ngaku deh lo."
What the -? "Kalo bener kenapa emang? Masalah banget gitu buat lo? Lo siapanya emang sok-sok peduli sama cewek kampung itu? Ah ya gua lupa. Lu kan selalu jadi pahlawan kesiangan, apalagi buat cewek letoy kayak dia," ujar Rini yang diakhiri dengan tawa hina.
Aku terpaku mendengar kata-kata Rini. Kenapa dia begitu membenciku? Apa aku pernah melakukan kesalahan padanya? Aku tak pernah merasa mengusiknya, mengganggu pun rasanya enggan. Lalu apa masalahnya denganku?
"Kenapa lu selalu ngancurin hidup seseorang, Rin? Kenapa lu benci banget sama Ika? Emang dia pernah ngapain lu?" tanya Jason membuyarkan lamunanku. Aku mencoba untuk tenang dan tidak menimbulkan suara sedikit pun.
"Mau tau banget apa mau tau aja?" ledek Rini.
"Ga lucu, bi***."
"Weh woles kali. Bikin gua males jawab aja. Butuh alesan gue ga sih?"
"Kasih tau aja. Ga usah pake lama. Sebelum temen-temen lo masuk dan gua bongkar semua kebusukan lo."
"Fine! Ngancemnya ga enak banget sih lo. Gua benci sama dia karna dia lebih populer dari gue. Dia bahkan bisa ngedeketin Natha. Gua lebih dulu kenal Natha Ar, tapi kenapa sekarang cuma Ika yang diliat Natha? Sedangkan gue cuma jadi temen jailnya aja. Gua udah mati-matian buat berubah demi Natha, tapi apa? Dia ga mandang gue sama sekali, Ar. Sama sekali! Dan sekarang, temen kecil gua direbut sama dia. Apa gua ga pantes buat benci sama dia?"
Tangan Jason yang berada di samping tubuhnya sudah mengepal, mukanya sudah merah padam. Dia marah besar! Dia pun akhirnya bersuara, "Jangan pernah nyebut diri lo yang menjijikkan itu dengan sebutan temen kecil gue! Ga sudi gue dengernya. Dan lo ga berhak buat benci Ika. Dia bahkan jauh lebih baik daripada lu."
Rini tertawa mencemooh, "Hahaha benarkah? Sebanyak apa lo tau tentang dia?"
Aku sudah tak sanggup untuk mendengarnya lagi. Akhirnya aku menguatkan diri dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam kelas.
"Eh kalian lagi ngobrol ya? Gue ganggu ga? Gua keluar lagi aja deh," ucapku pura-pura polos dan bersiap untuk keluar kelas kembali. Mereka terlonjak kaget dan langsung menatapku.
"Ga usah. Gua udah selesai ngobrolnya sama dia," desis Jason sambil menatap tajam Rini, sedangkan Rini hanya menatapnya marah.
Jason menghampiriku dan mengajakku duduk. "Apa kabar?"
"Hah? Gua baik-baik aja kok," jawabku bingung.
"Beneran? Kok mata sampe bengep gitu? Ga sempet dikompres ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum yang Menghilang
RomanceAku takut. Aku sakit. Aku benci dia. Aku benci diriku sendiri. Berat rasanya memikul peran protagonis yang dibalut dengan antagonis didalamnya, memakai topeng bidadari yang dibaliknya terdapat wajah iblis, menjadi pribadi yang bahkan aku sendiri tid...