Daun Semanggi: Sebuah Batas Interlude

114 18 4
                                    


Kau terdiam lagi Yang tersimpan di sakumu, masihkan aku?
Dalam lembaran mimpiku, adakah kamu?

Kepergian berbondong-bondong membawa jarak
Daun kelor menguning layu, tak seorangpun mengingatnya

Kata pisah, adakah obatnya? Daun clover mengering, tak tampak seseorang merapal doa

Hai gadisku, Kau pergi, dan aku berselimut pada kepura-puraan Ingin ku buang saja selimut itu, ku hadiahkan padamu

Kau terhenti, bening di matamu meleleh "di luar sana dingin, janganlah membeku untukku"

28 Januari 2014

Subuh Yang Membasuh: Sebuah Pertemuan

Aku bertemu diam yang singgah pada dua rokaat sebelum subuh, diam berpenghuni kebisuan rindu.
Tanganku tak henti menghitung kosa kata pemecah kebisuan.

Tapi kau adalah diam, dan aku adalah bisu.
Kaki-kaki telanjang kita hanya tersembunyi di balik selimut dingin tanpa pagi gerimis dan embun.
Di balik selimut pagi kutemukan bibir pucatmu.

Waktuku habis untuk berhitung, berapa lama lagi kau akan diam dan aku akan bisu.
Rindu ini mendingin di antara rokaat subuh.

26 Februari 2014



Lirik Hujan dan Selarik Pertanyaan

Dia adalah hujan, tak pernah hangat, tak pula bersahabat.
Jika rintiknya menari sesiapa akan tahu, bagaimana dingin mengutuk nasibnya.

Dia ingin menjadi indah, bersolek dengan seksi.
Hanya saja oleh aku, oleh kamu dia tetaplah dingin.

Oleh aku, dingin adalah senyum tersembunyi di balik selimut tebal.
Merupa pilu juga harap bocah-bocah akan rintik berpayung pelangi.
Jikalau mata lelah terjaga, semoga mimpi mengusir nestapa.

Oleh kamu, tanyamu tak pernah beranjak dari kursi goyang teras rumah.
Kau terus bertanya, tidakkah akan lebih mengesankan jikalau hujan hanya mengunjungi musim panas? Tanyamu itu tidaklah terdengar olehnya. Hujan tak pernah kuasa menahan rintiknya untukmu.

24 Februari 2014

Remah-remah KemarauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang