BAB 13

8.4K 464 4
                                    

BAB 13

Pintu laboratorium itu terbanting keras. Seorang pria umur tiga puluhan berkacamata itu tersentak kaget dan menjatuhkan catatannya. Dia buru-buru menoleh ke arah pintu. Dia tidak perlu ke sana karena orang dengan tampang marah itu sudah menghampirinya.
"Kau sudah selesai?!" bentaknya, "Aku merekrutmu bukan untuk diam saja!"
"B-belum, Tuan. Ini membutuhkan waktu kalau ingin berhasil.."
"Waktu?!" raungnya, "Aku sudah memberimu semua waktu sialan itu! Ayahku sekarat! Dan kau masih saja terus begini!"
"T-tapi, Tuan Hedge, obat yang kubuat ini bukan obat sembarangan. Ini akan menyembuhkan ayah Tuan. Saya jamin.."
"Aku bosan mendengar itu darimu! Selesaikan obat itu dengan cepat atau kau kupecat!" teriaknydengan suara menggelegar. Si Tuan Hedge balik badan sambil menyumpah-nyumpah, "Semua rumah sakit di kota ini tidak ada yang becus untuk menyembuhkan ayahku!" dia berjalan hendak keluar tapi langkahnya terhenti karena wanita cantik itu sudah menghadang pintu dengan senyum profesional.
"Kau! Ada apa?! Aku sedang tidak mau diganggu!"
Wanita itu berjalan masuk dengan langkah mantap, "Aku tidak mengganggu, Tuan Hedge. Aku membawa kabar bagus.." ucapnya dengan nada manis. Dia lalu melirik pria berkacamata berjas putih ala ilmuwan itu, "Aku asumsikan orang aneh ini belum selesai dengan pekerjannya.." cibirnya.
"Ada apa?" tanya Hedge tidak sabar.
Si wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Lalu diceritakannya kabar bagus itu. Hedge terdiam setelah mendengarkan semuanya. Tapi si pria berkacamata itu terbelalak hebat.
"Itu tidak mungkin! Tidak ada yang sembuh total dari kanker!"
"Nyatanya ada, Idiot.." wanita itu mendelik. Dia lalu beralih menatap Hedge, "Bagaimana menurut anda, Tuan?"
"Kau tidak sedang berbohong, kan?"
"Tentu saja tidak. Saya hanya ingin membantu Tuan saja.." dia mencuri pandang pada Hedge, "Jadi bagaimana?" suaranya melembut.
Hedge menatapnya tajam agak lama. Lalu dia mendesis, "Bawa dia padaku."
Wanita itu mendadak sumringah, "Akan aku lakukan, Tuan. Tuan tenang saja. Akan kubawakan dia padamu secepatnya. Tuan tahu saya sangat berpengalaman.."
Hedge menggeram, "Sebaiknya kau tidak gagal!" dia beralih menatap si pria berkacamata. Matanya sekelam badai, "Dr. Rio." ucapnya dingin, "Kau dipecat." Lalu Hedge keluar dari lab itu.
Dokter Rio terpaku kaget dan wanita itu terkekeh puas, "Kau dengar itu dokter aneh? Kau dipecat. Sebaiknya kemas barang-barangmu dan semua cairan biru menjijikkan itu.." wanita itu balik badan, "Kerjamu payah. Orang yang akan kubawa ini jelas orang hebat. Tidak sepertimu. Dan..dia sangat keren dan imut untuk ukuran orang-orang nerdy.." sedetik kemudian wanita itu keluar sambil membanting pintu yang tertutup keras.
Dokter Rio hanya menelan ludah. Wanita gila itu membawa kabar gila. Tidak ada yang sembuh total dari kanker stadium 3! Tidak. Itu tidak ada. Dia tahu itu. Dulu saat kuliah dia pernah menjadi asisten dari seorang profesor yang sangat terobsesi menyembuhkan kanker. Dan itu gagal. Dokter Rio dan temannya dulu sering membantu Profesor Colin bereksperimen. Dan itu tidak pernah berhasil. Tapi tiba-tiba sekarang ada yang berhasil membuat obat penyembuh kanker?! Itu sangat gila dan tidak mungkin. Tiba-tiba dokter Rio terkesiap. Dia kembali teringat teman lamanya yang pindah ke Indonesia dengan membawa mimpi gila. Tapi apakah temannya itu benar-benar berhasil? Dr. Rio menghela napas tegang, "Bryan.. Aku tahu itu kau.."

♦♦♦

"Papa!" Faris membuka pintu ruang kerja ayahnya dengan terengah.
Pria Arab itu langsung mendongak dari bukunya, "Faris? Ada apa? Kenapa kamu belum tidur?"
Faris masuk ke dalam dan menutup pintunya rapat-rapat. Dia lalu menghampiri ayahnya dengan tergesa dan wajah yang berkeringat. Ayahnya itu mengernyit, "Kamu kenapa?"
Dengan wajah yang pucat pasi, Faris menelan ludah dan berusaha mengatur napasnya, “A-aku takut, Pa..”
Ayahnya itu mulai berdiri dan menghampirinya. Dia memegang kedua bahu anaknya itu, "Hey.. hey.. Ada apa ini? Kamu takut kenapa? Sebentar, kamu menggigil. Apa kamu demam?"
Faris menggeleng, "Aku takut.."
"Iya, takut kenapa?" Pria itu mulai khawatir melihat kondisi anaknya ini yang seakan baru melihat pembunuhan. Dia mengernyit ketika tiba-tiba Faris malah mengambil sebuah pisau cutter di mejanya dan mata Pria Arab itu melotot sempurna saat melihat anaknya mengiris ujung jari telunjuk sendiri.
"Faris! Apa-apaan kamu?!" tanyanya panik dan hendak merebut cutter itu.
Faris menahan ringisan, "Nggak, Pa.. tunggu dulu. Lihat.." ada darah yang keluar dari ujung jari telunjuk yang teriris pisau itu. Faris mengambil sehelai tisu di meja dan mengelap darah itu. Pria setengah baya itu terbelalak hebat. Tidak ada bekas luka di jari telunjuk Faris! Hanya gurat tipis yang samar.
"Nak.." panggilnya setengah sadar, "Apa yang sudah kamu lakukan?"
Faris terlihat terguncang dan ketakutan, "Aku cuma nyampurin sedikit, Pa.."
"Nyampurin apa?" tanyanya tegang.
"Formula M yang dulu sama obat yang kemarin.." jawabnya pelan, "Aku gak tau bakalan kayak gini, Pa.."
"Kenapa kamu minum?" tanya papanya hati-hati.
"A-Aku agak flu karena kehujanan kemarin. Aku kira kalau aku minum sedikit aku bakalan langsung sembuh karena besok di sekolah ada ulangan. Aku harus masuk. Jadi aku nyoba nyampurin. Aku pikir bakalan lebih cepat kalau dua-duanya dicampur. Dan.. Dan aku emang sembuh. Ta-Tapi.." dia menunduk menatap jarinya, "Barusan aku mm.. waktu di dapur kakiku gak sengaja kejatuhan pisau, dan.. yah sama kayak ini. Kakiku sakit. Ada darahnya. Tapi waktu aku basuh lukanya dan mau aku obatin, kakiku ternyata nggak apa-apa. Nggak ada lecet.."
"Sel-selnya terlalu cepat beregenerasi.." gumam ayahnya.
Faris menelan ludah dan mendesah lemah, "Apa aku akan terus kayak gini?"
Pria Arab itu menghela napas dalam dan merangkulnya, "Kita tunggu satu hari. Kalau masih kayak gitu, kita akan buat penawarnya.." ucapnya menenangkan, "Dan, Faris.." cowok itu menatap ayahnya. Dia sudah lumayan tenang, "Jangan bilang ke siapa-siapa.."
Faris mengangguk, "Emm.. Pak Bryan?"
"Yah.. kecuali dia. Dan, oh ya.." ayahnya menatapnya dalam, "Bilang sama dia kalo papa mau ketemu dia, oke?"
Dia mengangguk lagi, "Besok?"
"Yah.." tangan ayahnya mengacak pelan rambutnya, "Sekarang udah terlalu malam. Ayo, kamu harus tidur.."
"Tapi, Pa-"
"Tidur." ucapnya tegas, "Faris, jangan terlalu dipikirin. Nanti juga normal lagi. Papa yakin.."
"Menurut papa begitu?" Faris ragu.
"Yah.." Lalu ayahnya merangkulnya sambil berjalan, "Ayo, papa anter kamu ke kamar. Papa juga mau tidur.." dan Faris tahu dia tidak bisa melawan dan membiarkan semuanya berkecamuk hebat di dalam kepalanya.

Chemistry #2 The Little Swan (Deryn's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang