(1.2)
"La! Nila!" suara itu membuat Nila dan orang-orang yang berjalan di Koridor Sekolah melihat ke arahnya. Nila membuang napasnya pelan, sungguh ia sangat kenal dengan suara itu.
"Kenapa, Fa?" Tanya Nila ketika laki-laki itu sudah menghampirinya, wajahnya terlihat sangat cemas dengan penampilan yang agak berantakan, Nila tak kaget karena memang begini biasanya. Nila mengurungkan niat untuk marah padanya karna Daffa tak biasanya berisik di pagi hari seperti ini.
"Gimana burung gue, la?!" tanya Daffa. Semua orang yang mendengar itu menatap mereka berdua aneh. Merasa kesal, Nila memukul lengan Daffa dan disusul rintihannya.
"Gila ya kamu, Fa?" Daffa memang selalu sembrono setiap bicara, tapi entah kenapa Nila masih bisa bertahan selama ini bersahabat dengannya.
"Kenapa?" tanyanya polos, tak sadar kalau orang di sekeliling mereka sedang memperhatikan. Rasa Nila ingin menyodok mulutnya itu.
"Evlyn baik baik aja." Jawab Nila mengenai burung milik Daffa yang dititipkan di rumahnya. Ibu Daffa tidak mengizinkan Daffa memelihara binatang, apapun itu jenisnya.
"Syukurlah,"
"Lagipula, cuma jatuh kena angin, Fa. Jangan berlebihan." Nila bercerita apa yang terjadi pada burung jenis lovebird milik Daffa itu.
"Astaga, itu cuma La? Lo kan biasanya tiap malem selalu nurunin kandang Evlyn." Ucap Daffa.
"Maaf, Fa. Semalam kepala aku sakit banget, jadi pengen tidur lebih cepet dari biasanya." Aku Nila.
"La, kamu nggak lagi sakit,kan?" tiba tiba suara lain menyelak pembicaraan mereka berdua. Dengan setakai bunga mawar di tangannya, ia mencoba menyentuh kening dan pipi Nila, memastikan keadaan kekasihnya baik baik saja. Nila meraih tangan itu kemudian menggeleng.
"Muka kamu pucet, La" ucap Bagas, kekasihnya.
Daffa kembali memperhatikan wajah Nila. Benar kata Bagas, wajahnya pucat sayu tak seperti biasanya, sesal sempat menyalahkan Nila tadi tanpa bertanya dulu apa yang terjadi padanya.
"Aku nggak sakit kok, Gas" Nila tersenyum seperti biasanya di depan Bagas, karena tak ingin buat Bagas mengkhawatirkan dirinya. Daffa tersenyum miring, jelas jelas Nila mengakatan bahwa kepalanya terasa sakit pada Daffa, dan sekarang? ia bertingkah seakan dirinya baik baik saja. Tanpa pamit sepatah kata pun Daffa pergi meninggalkan mereka.
"Ini buat kamu, sebagai tanda maaf karena pagi ini nggak bisa antar kamu." Ia memberikan sesuatu yang dibelinya sebelum sampai di Sekolah. Bagas sebegitu cintanya dengan wanita yang berdiri hadapannya. Tak tahu apa yang membuatnya seperti itu, yang jelas Nila bisa membuat hidupnya jauh lebih berwarna dan bahagia. Mungkin jika dicari ke seisi Dunia yang seperti Nila tidak akan lagi.
"Mission success, dan maaf diterima." Nila tersenyum dan menerima bunga mawar itu.
xoxoxoxoxoxoxoxoxo
Jam pelajaran di hari rabu telah usai, satu persatu siswa mulai meninggalkan mejanya dan pulang ke rumah masing-masing. Tetapi tidak untuk Nila dan teman karatenya, hari rabu adalah jadwal pelatihan karate di sekolah. Nila yang masih duduk di kursi mengeluarkan baju karate dari dalam tas, baju yang selalu ia sembunyikan dari Dinda, Ibunya tidak suka Nila ikut ikutan berlatih bela diri.
Katanya perempuan haruslah berlemah lembut, tidak perlu belajar seni bela diri seperti anak laki-laki. Nila hanya bisa menuruti perkataan Dinda, walau hanya di depannya saja. Nila terus mengikuti Karate di Sekolah tanpa sepengetahuan Dinda, Nila berharap ini tidak akan pernah sampai pada Dinda setidaknya sampai ia lulus Sekolah.
"Lo mau ngapain ngeluarin baju itu, La?" tanya Daffa yang duduk di belakangnya.
"Latihan, lah. Kamu juga, kan?" Nila balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI KEENAM
EspiritualAku membenci hujan. Setiap butir airnya yang jatuh, selalu membuat apa yang telah aku rencanakan dengan baik, hancur dengan mudah. Dia datang tanpa izin. Pergipun dengan sesukanya. Tanpa pernah mau melihat sudah berapa banyak hati yang kecewa karena...