Daffa bersandar pada kursi kayu di halaman Rumahnya, membiarkan angin malam menjamahi tubuh tingginya. Matanya terpejam, telinganya disumpal oleh headset berwarna putih, mendengarkan rekaman yang berisi penjelasan guru tentang pelajaran hari ini.
Baginya, membaca buku adalah sesuatu yang sangat membosannkan. Bahkan ia sama sekali tidak pernah membuka buku pelajaran kecuali sewaktu-waktu gurunya memberi tugas di buku itu.
Ini adalah cara efektif yang sudah Daffa lakukan sejak awal masuk SMA. Daffa selalu membiarkan ponselnya merekam suara guru yang sedang menerangkan pelajaran di kelasnya, lalu meninggalkannya tidur atau mengabaikan guru yang sedang menerangkan di depan kelas. Sekilas memang terlihat aneh, tapi nyatanya cara ini berhasil membawa namanya menjadi siswa terpintar kedua di kelas.
Jangan pernah untuk meniru ataupun mencoba cara belajar Daffa, ini jelas-jelas terlihat sangat mustahil, bukan?. Semua ini tak serta-merta hanya karena metode belajarnya yang tepat, IQ tinggi yang dimiliki Daffa itu semua diturunkan dari kedua orang tuanya. Ayah Daffa lulusan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Politeknik yang sangat dielu-elukan oleh semua siswa tingkat akhir, saat ini Ayahnya sedang bertugas di serbang pulau, tepatnya di Batam. Sedangkan Ibunya berhasil lulus dari Free University di Jerman dengan beasiswa selama 4 tahun. Sekarang ibunya fokus untuk mengajar di sekolah tempat Daffa belajar. Ya, SMA Cakrawala.
Daffa sudah terbiasa dengan kesendiriannya, mereka selalu sibuk dengan pekerjan masing masing. Sosok orang tua di hidupnya pun tidak tergambar jelas, yang tentunya membuat kehidupan berkeluarganya tak seindah orang lain. Awalnya, Daffa kecil merasa kesal dan sangat membenci kehidupannya yang sepi, tetapi semakin Daffa dewasa ia semakin sadar kalau tak selamanya bahagia itu ketika ramai, ketika banyak orang yang memperhatikannya, dan ketika ia harus mendapatkan keinginannya. Dulu itu yang dianggap sebagai standar kebahgiaan oleh anak anak kecil seusianya.
Justru kebahagiaan Daffa bermuculan dari hal-hal kecil, yang tak pernah orang lain tau bahkan rasakan, jika hal-hal kecil seperti itu mampu membuat hidup seorang Daffa menjadi lebih bahagia, seperti bisa menyelak mandi kakaknya, berhasil menyusun domino dengan kartu kartu mainan tanpa tersenggol dan berhasil menguasai trik spinning pen terbaru.
Daffa memutarnya terus menerus rekamannya, ia tidak akan mematikannya sampai ia mulai merasa bosan. Untuk rekaman hari ini, Daffa sudah memutarnya 3 kali. Sampai akhirnya mata Daffa tergerak untuk melihat jam di ponselnya, jam di sana menunjukan pukul 9.10 malam. Daffa mulai membuka applikasi Whatsapp dan mulai mengetik pesan untuk seseorang.
Sudah makan?
Send.
xoxoxoxoxoxoxoxoxo
Nila terlihat gusar malam ini, dari balik matanya memancarkan kekhawatiran. Setelah ia membiarkan Bagas pergi ke Rumah Sakit sendiri, sampai saat ini laki-laki itu belum juga memberinya kabar tentang keadaan Rianti. Buku-buku di hadapannya terbengkalai, sebuah pensil dan penggaris pun tak jadi bekeja karena Nila belum menyentuhnya sama sekali.
Matanya selalu tergerak untuk melihat ponsel di atas kasur, berharap Bagas segera memberi kabar. Sudah lebih dari 10 kali Nila mencoba menelponnya, tetapi hasilnya selalu nihil.
Tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi. Bagas?.
Nila meraih ponsel itu menggunakan tangan kanan, dengan cepat ia memasukan pin ponsel dan segera membuka notifikasi itu.
From : Daffa
Sudah makan?
Nila mengeluarkan nafasnya kasar, ternyata notifikasi itu datang dari Daffa, sahabat baik Nila semenjak duduk di bangku SMP. Bukan karena pesan Daffa yang membuat Nila jadi merasa kecewa, tapi harapan Nila akan bunyi telpon itu. Sebenarnya hal seperti ini sudah biasa terjadi, karena Bagas dan Nila sama-sama mempunyai kesibukan masing-masing. Mereka tak harus selalu mengabari tentang keberadaan mereka, kegiatan mereka saat ini, tak seperti pasangan lainnya, dan mereka sudah sangat terbiasa dengan itu. Tetapi mengapa kali ini beda bagi Nila?, apa Nila benar-benar mengkhawatirkan Rianti? Atau sebenarnya Nila merindukan waktu saat berdua dengan Bagas?. Entah apa yang ada di hati Nila malam ini, yang jelas ada perasaan yang tak dapat direspon oleh otaknya untuk diungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI KEENAM
SpiritualAku membenci hujan. Setiap butir airnya yang jatuh, selalu membuat apa yang telah aku rencanakan dengan baik, hancur dengan mudah. Dia datang tanpa izin. Pergipun dengan sesukanya. Tanpa pernah mau melihat sudah berapa banyak hati yang kecewa karena...