“Min Chae...” panggil Eun Chae sambil melirik kearah adiknya yang sedang melukis tak memperdulikan panggilannya. “Min Chae-ah...” ulang Eun Chae yang lagi-lagi tak digubris oleh adiknya itu. Eun Chae menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu adiknya itu masih marah kepadanya perihal larangannya untuk menerima telpon dari Shin Joo begitu pula dengan telpon dari Shin Ae. Dan pada puncaknya, ia sampai hampir memukul adiknya yang begitu ingin bertemu dengan nyonya Kang. “Apa kau akan mendiamkan kakak mu ini terus?” desah Eun Chae bangkit dari duduknya dan beranjak mendekati Min Chae.
Eun Chae tak dapat mengalihkan pandangannya dari lukisan yang sedang dibuat oleh adiknya. Ia harus mengakui bahwa bakat Min Chae dalam hal melukis sangatlah luar biasa. Lukisannya terlihat sangat halus dan nyata. Hanya saja kali ini ia terusik dengan objek yang terpampang indah lewat lukisan adiknya itu.
“Apa kau begitu menyukai nyonya Kang?” tanya Eun Chae beralih memandang wajah adiknya itu yang masih tampak sangat serius menarik garis halus disekitar ujung mata menampakkan gurat usia pada wajah cantik nyonya Kang.
“Hmmm...” hanya gumaman pendek yang Min Chae berikan tanpa mengalihkan pandangannya.
“Lebih besar dari pada rasa suka mu kepada eonni?” tanya Eun Chae dengan hati berdebar. Ia sangat menantikan jawaban apa yang akan keluar dari dalam mulut adiknya itu.
Kali ini Min Chae mengangkat wajahnya dan menatap wajah kakaknya. “Hmm....” ia mengangguk pelan penuh keraguan. Eun Chae menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca. Hatinya terasa begitu hancur. “Eonni...” desah Min Chae menyadari kekeliruan nya. “Eonni...eonni...yang pa...ling...ku sayangi di duni...a ini.” kata Min Chae menjulurkan jemarinya menghapus bulir air mata yang tanpa terasa telah jatuh di pipi Eun Chae.
Eun Chae mengangguk kecil dan menarik tubuh Min Chae dalam dekapannya. Adiknya menepuk-nepuk punggung Eun Chae tanpa mencoba menarik diri. Dan bukannya mereda air mata yang keluar, Eun Chae semakin kuat menangis.
Min Chae tertawa kecil sesaat setelah kakaknya melepaskan diri dari pelukan. Ia menertawakan wajah merah kakaknya sehabis menangis. Eun Chae tersenyum malu. Ia hampir tak pernah menunjukkan airmatanya kepada Min Chae. Ia selalu berusaha tampil kuat dihadapan adiknya itu, karena ia yakin hanya itu yang mampu membuatnya juga kuat menjalani kehidupan.
“Mengapa kau menyukai nyonya Kang?” tanya Eun Chae sambil menghapus sisa-sisa airmatanya.
“Eomma...” jawab Min Chae sambil tersenyum kecil.
“Dia bukan ibu kita_” kata Eun Chae frustasi. Kini tak hanya dirinya yang menganggap bahwa nyonya Kang adalah ibunya, tapi juga Min Chae, anak yang bahkan waktu itu terlalu kecil untuk mengingat seperti apa wanita yang telah melahirkannya itu.
Min Chae mengangguk. “Aku ta...hu. Nyon...ya Kang bukan ibu ku dan eonn..i, tapi aku...mau punya I..bu seper..ti dia.” kata Min Chae mengejutkan Eun Chae. Benar...Min Chae tentu tak menganggap nyonya Kang adalah ibu yang telah melahirkannya, tapi ia tentu ingin memiliki seorang ibu seperti nyonya Kang, sama halnya dengan dirinya. Perlakuan nyonya Kang terhadap putra-putrinya membuatnya iri dan ingin memiliki seorang ibu seperti itu dan sejenak membuatnya lupa betapa ia begitu membenci ibu kandung yang telah menelantarkannya.
“Apa lukisan ini untuk nyonya Kang?” tanya Eun Chae menatap penuh kekaguman melihat lukisan yang kini telah selesai.
Min Chae mengangguk sambil mengangkat lukisannya. “Tapi eonni...ti...dak sukakan?” katanya tertunduk sedih dengan tangan yang semula bergantung di udara tiba-tiba terjatuh lemas.
“Ehmmm...” Eun Chae menarik nafas panjang, “kau boleh memberikannya kepada nyonya Kang.” kata Eun Chae pada akhirnya. “Kau juga boleh menerima telpon Shin Joo oppa dan Shin Ae.” lanjut Eun Chae yang disambut dengan senyuman sangat lebar dari adiknya.