18 Dilemanya Festival Lampion

196 13 0
                                    

Satu semester sudah terlewati lagi. Mereka semua sudah masuk semester satu di bangku kelas XI. Kissa, Tiwi dan Naron berhasil masuk kelas IPA. Nakula dan Tere sekelas di IPS. Namun pertemanan mereka tetap berlanjut walaupun terpisah jurusan. Acara mengunjungi museum yang ada di Jakarta juga terus berjalan tiap bulannya. Sudah berpuluh – puluh kali mereka berkumpul. Dan sudah beribu – ribu kenangan yang berhasil diabadikan melalui foto.

Kaos lengan panjang berwarna soft pink dipadukan dengan celana jeans. Rambut yang kini panjangnya sudah sepinggang dibuat konde asal-asalan. Sepatu kets berwarna putih gading juga sudah dipakainya. Cengiran lebar ia berikan kepada Naron yang sudah siap di atas motornya. Minggu ini mereka berenam sepakat mengunjungi museum yang ada di TMII dan diakhiri dengan kunjungan ke festival lampion yang sedang diadakan di sana.

Cengiran Kissa mengendur ketika motor merah berhenti di depan pagar rumah sebelahnya. Perempuan yang dulu dilihat Kissa bersama Dika turun dari bangku penumpang. Dengan telaten perempuan itu membukakan pintu pagar untuk Dika. Kissa menatap Naron yang dari tadi memperhatikan reaksinya. Hanya senyum lemah yang bisa Kissa berikan kepada Naron.

"Yuk, naik Kiss..." suruh Naron sambil memakai helemnya.

***

"Udahan ah foto – fotonya... udah keabisan gaya nih..." keluh Kissa.

Naron mengacak – acak rambut Kissa gemas, "Haah, gaya aja pake keabisan ckckck..."

"Naron! Rambut gue berantakaaan..." ujar Kissa sambil mencubit tangan Naron yang memegang kepalanya.

"Mau langsung ke festival lampion aja nih?" tanya Dewa.

"Duduk – duduk disini dulu ah... aku cape..." Tere merajuk.

Mereka pun beristirahat di anjungan Bali. Semua sibuk mengipas – ngipasi diri dengan apapun yang bisa menghasilkan angin. Kissa duduk dengan kaki yang disilangkan sambil tertawa – tawa melihat hasil fotonya yang diambil teman – temannya secara diam – diam. Disaat teman – temannya sibuk beristirahat, Kissa juga memotret mereka semua. Balas dendam.

"Udah jam lima nih, kita langsung aja yuk ke festival lampionnya..."

"Yuuk... tunggu bentar, kita solat dulu..." ujar Tiwi sambil berjalan menuju musolah yang ada di dekat anjungan disusul yang lainnya.

Tinggal Naron dan Kissa yang masih duduk di anjungan. "Lo ga solat Kiss?" tanya Naron.

"Lagi enggak..." jawab Kissa nyengir serba salah.

"Oooh..."

***

"Bun, aku pulang maleman ya Bunn..."

"Ngapain sih? Anjungan kalo malem gelap juga kan."

"Yang lainnya pada mau ke festival lampion Bunn... boleh yaa?"

"Hah kamu mah... bener tadi, aturan kamu dianterin Pak Abi aja."

"Ih, Bunda mah... malu tau..."

"Bandel ya sekarang kamu. Awas aja kalo jam sembilan belom nyampe rumah, kamu Bunda kunciin." Sambungan pun terputus.

Kissa menghela nafas, "Diomelin Kiss?" tanya Tiwi.

Kissa tertawa miris, "Awas aja kalo jam sembilan belom nyampe rumah, kamu Bunda kunciin." Ucap Kissa menirukan ancaman Bundanya yang disambut gelak tawa teman – temannya.

"Ih, ngeri juga ya Kiss..."

Kissa tertawa sambil mengibas – ngibaskan tangannya, "Santai ajaa... itu hanya ancaman dimulut aja kok..."

Mereka pun mulai mengelilingi taman yang sudah banyak diberi lampion – lampion raksasa yang sudah dibentuk menyerupai tokoh – tokoh di dalam kartun. Ada Mickey Mouse, Cinderella, Snow White ditambah ketujuh kurcacinya, Cars dan masih banyak lagi.

DI BALIK TIRAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang