Skuart High School
Jihan POV
"Alhamdulillah aku bisa bersekolah di sekolah yang kuimpikan sejak dulu"
"Bunda, Farrah pergi sekolah dulu ya!"
"Ya, jaga dirimu baik-baik. Dan bertemanlah," kata Bunda mencium keningku. Aku keluar dari mobil dan menuju ke sekolah
Krrriiiinngggg
Bel sekolah telah berbunyi aku segera masuk ke kelas yang disebutkan Bunda.
Tok tok tok
"Assalamualaikum" aku membuka pintu perlahan. Kelas yang tadinya ramai menjadi tenang.
"Quiêtes vous? " kata cowok memakai jaket."(siapa kau?")
"Why are you wearing a strange object in your head? " kata cewek memakai pita di rambut.("kenapa kau memakai benda aneh di kepalamu?")
"Muslim? "
Semua pertanyaan itu yang membutuhkan jawaban yang panjang lebar, tapi ada satu pertanyaan yang singkat jawabannya.
"Ya, saya muslim."
"Ooo begitu. Kemarilah duduk di samping mejaku," kata cewek yang tidak kuketahui namanya.
Aku menuju bangku ketiga dari depan dan duduk di dekat jendela. Semula kelas tenang sekarang menjadi ramai kembali.
"Perkenalkan namaku Rist Drewn," kata cewek yang menyuruhku duduk di samping mejanya.
"Jihan Shafarra Rahmad"
"Panggil aku ..... terserah deh. Kau?"
"Jihan"
Rist tersenyum sambil mengangguk dan duduk di kursinya.
"Nos efants commencent leçons." ("Anak-anak kita mulai pelajarannya")
♥♥♥♥♥
Trriiiinnggg bel istirahat berbunyi.
"Yuk, kita ke cafe sekolah," ajak Rist.
Aku mengangguk dan ia menarik tanganku.
"Berapa lama kamu tinggal di Paris? " tanya Rist yang berjalan di sampingku. Aku menoleh ke arahnya.
"Sekitar 14 tahun. Aku pindah ke Perancis saat umurku menginjak 2 tahun dan sekarang umurku 16 tahun. Kamu? " tanyaku.
"Aku dari kecil tinggal di Perancis karena mommy menikah dengan orang Perancis yaitu daddy. Tapi aku masih bisa berbahasa Indonesia dan gurunya adalah mommy hehehe," kata Rist terkekeh.
"Jadi kamu masih punya darah Perancis? " tanyaku.
"Iya, kamu?"
"Aku masih punya darah Perancis karena ayah bunda adalah orang Perancis."
"Ooo begitu. Baiklah kamu duduk disini, aku akan memesan makanan disana," kata Rist menunjuk meja di sampingnya.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Setelah memesan makanan, Rist kembali ke meja yang kutempati dengan terburu-buru.
"Kamu hari nggak puasa kan? " tanya Rist mengatur nafas.
Aku menggeleng "Dia datang hehehe," aku terkekeh.
"Alhamdulillah, kukira tadi kamu puasa. Kalau kamu puasa siapa yang mau makan makananmu? Kalau aku yang makan orang pasti berpikir aku adalah orang serakah," kata Rist menghembuskan nafas lega dan duduk di kursi depanku.
Aneh. Kenapa dia tahu?
"Kamu kok tahu kalau hari kamis ini aku puasa? " tanyaku bingung.
"Puasa Senin dan Kamis. Mom sering melakukan puasa itu." katanya sambil tersenyum.
"Kamu Muslim?"
"Iya aku muslim, emmm sebenarnya namaku Husna Salsabilla Drewn. Tapi ayah daddy tak suka dengan namaku dan akhirnya diganti," kata Rist atw siapa dengan raut muka sedih.
"Bolehkan aku memanggilmu Husna? "
Dia mendongakan kepala mengangguk dan tersenyum senang.
"Iya."
Makanan datang ke meja kami.
"Tenang saja makanan ini semua halal," kata Husna senang.
"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum senang.
"Ngomong-ngomong apa tak masalah kau memakai kerudung? " kata Husna.
"Awalnya memang berat, tapi kalau dijalani dengan ikhlas semua pasti lancar," kataku tersenyum.
"Sebenarnya aku ingin memakai kerudung, tapi orang tuaku melarang. Mereka takut kalau aku dibully teman-temanku," katanya menatap steaknya.
"Jalan menuju kebaikan selalu ada rintangan. Dan rintangan itu harus kita hadapi bukan kita hindari," kataku sambil memegang tangan Husna.
Husna hanya tersenyum simpul dan kita melanjutkan makan hingga selesai.
Setelah kita selesai makan.
"Biar aku yang membayar," kata Husna.
"Tidak." Aku memegang tangannya untuk mencegah dia pergi.
"Anggap saja ini hadiah karena sudah mau menjadi temanku dan tanda terima kasih karena telah datang dikehidupanku," katanya lembut.
Aku tersenyum "Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu."
Dia tersenyum dan berjalan ke arah kasir.
"DEVIEN!! POURQUOI EST VOTRE MAIN?."(" DEVIEN!! KENAPA TANGANMU?")
"Mains exposés counteau ā saigner." ("Tanganku terkena pisau hingga berdarah.")
Aku tidak memedulikan percakapan di sebelah mejaku. Meskipun sangat mengganggu, tapi aku mencoba tidak menoleh.
"Avez vous eun un tissu?" ("Kau punya tisu?")
"Pas" ("Tidak")
"Porter cette, Dev!" tiba-tiba ada yang menarik kerudungku ke belakang. Sontak aku kaget dan menoleh ke atas melihat orang yang menarik kerudungku. Dia tersenyum licik dan mengangkat satu alisnya. Aku mengedarkan pandangan ke arah anak yang dipanggil Dev itu. Anak itu berjalan ke arahku sambil terseyum licik. ("Pakai ini saja, Dev!")
"Vous avez raison, Neuv." Anak yang dipanggil Dev itu menempelkan tangannya yang penuh dengan darah ke kerudungku. Aku melihat warna merah menyebar di kain berwarna abu-abu putih. ("Kau benar, Neuv")
Sebuah tangan menepis tangan Dev itu.
"WHAT ARE YOU DOING, VERN?" bentak Husna kearah dua cewek tadi.
"Détendre, Drewn. Ne vous fâchez pas si," kata Neuv santai. ("Santai saja, Drewn. Jangan marah-marah begitu.")
"Drewn?? Oo Je sais pour sûrque vous Rist Drewn," kata Devien. ("Oo aku tau pasti kau Rist Drewn.")
"What's wrong with my name? Devien Natta Vern," kata Husna remeh.
"So now you've dared? " kata Devien sengit.
"Why not? " kata Husna santai.
"Vous allez le regretter disant cela, Drewn!" kata Devien berjalan pergi bersama genknya. ("Kau akan menyesal mengatakan ini, Drew!")
Husna mengangkat bahu tak peduli lalu menatapku.
"Are you okay? " kata Husna.
Aku mengangguk.
"Bagaimana dengan kerudungmu? " kata Husna terlihat khawatir.
"Tenang aku masih mempunyai cadangan. Ikut aku ke toilet," kataku dan menarik tangannya untuk mengikutiku terlihat dia sangat lega mendengar jawabanku.
Jangan lupa Vomment ya!
Tolong vomment ya! Buat semangat nihJaa ne
KAMU SEDANG MEMBACA
Keindahan Pelangi di Paris
Roman pour AdolescentsBercerita sebuah keluarga yang hidup di Paris, Perancis. Mereka tinggal disana karena ayahnya memiliki pekerjaan di Paris. Seorang gadis berjilbab yang berusaha beradaptasi di lingkungannya bersama kedua orang tuanya dan kakak laki-lakinya. "Husna...