Twenty Six

10.9K 780 14
                                    

"Halo Dir?"

"..."

"Lo dimana?"

"..."

"Ha? Oke gua kesana"

Aku menutup telepon dan menjalankan mobil menuju cafe Dirga. Sesampai di cafe Dirga. Ia sudah berdiri di depan pintu menanti kedatanganku.

"Ayo keatas aja, diruangan gue," ajaknya.

Saat aku memasuki ruangannya, aku sedikit takjub walau pun memang tidak terlalu besar. Tapi nyaman, dengan cat dinding berwarna coklat. Design yang elegan ditambah pengharum ruangan yang menenangkan.

"Duduk," Dirga mempersilahkanku untuk duduk di hadapannya. "Jadi, lo mau booking untuk hari apa?" tanya Dirga.

"Hmm, Sabtu ini."

"Ah shit—"

"Kenapa?" tanyaku dengan bingung.

"Gue gak bisa nemenin lo. Sabtu ini, gue ada acara, Sya. Jadi gue nyuruh manajer gue aja yang nemenin lo, ya?"

"It's okey baby."

"Baby?" ulangnya dengan raut terkejut.

Aku tersenyum manis sembari mematahkan jiwanya yang terbang, "Yes, Bebi bahasa indonesianya PIG!"

Wajah Dirga terlihat sedikit kecewa, aku pun tertawa tak berapa lama ponselku berdering. Dera dan Dendi sudah sampai. Aku pun pamit pergi meninggalkan Dirga, lelaki itu hendak mengantarkanku pergi. Namun, segera aku tolak dikarenakan aku masih berada di sana untuk bertemu dengan temanku.

"Jadi ini cafe yang mau kita pakai." ucapku kepada Dera dan Dendi yang duduk di hadapanku sekarang.

Sembari memperhatikan cafe ini keduanya mangut-mangut setuju. "Jadi, gimana? Setuju dengan yang ini?" Keduanya pun kembali mengangguk.

•••

"Oke sudah siap? Lo ganti baju gih, Den." Dera mendorong Dendi untuk berganti pakaian yang sebelumnya sudah kami siapkan sesuai selera Evna. Dendi pun langsung pergi menggantinya.

"Yun, meja nya udah siapkan? Lilin nya jangan dihidupin dulu," perintah Dera.

"Okeee udah kok dikit lagi."

Semuanya sudah selesai, tinggal nunggu Evna dan rencana? Akan berjalan dengan lancar! Hahaha. Dera kita liat aja nanti, apa lo mampu dengan permainan gue kali ini? Sebelumnya lo gak sadar, Der! Dan kali ini gue buat lo sadar, Der!

"Ganteng gak gue?" Dendi keluar dari kamar mandi dengan cool.

Aku dan Dera langsung serentak mengacungkan dua jempol kearahnya.

"Eh latihan dulu deh," ucapku kepada Dendi.

"Iya juga ya? Gue harus latihan dulu," jawabnya.

Aku menoleh ke arah Dera. "Der, lo aja tuh pura-pura jadi Evna. Bantuin si Dendi, gih." Sembari kuletakkan ponsel di atas meja, sudut cafe.

Dera setuju, Dendi pun duduk berhadapan dengan Dera. Perlahan Dendi memegang tangan Dera dan menatapnya.

"Kalau aku supir aku pasti bisa mengemudi mobil. Kalau aku pilot aku juga pasti bisa menerbangkan pesawat. Kalau aku mencintaimu apa aku juga pasti bisa menjadi pacarmu? I wanna say I love you. Be my girlfriend, please?—"

Aku kembali mengambil ponsel dan hendak berjalan keluar cafe. "Kok diem? Diulang lagi dong! Lo kurang mendalami, Den. Bahasa perumpamaan lo juga norak banget!" kritikku tajam.

Sebelum kembali melangkah keluar, aku melirik Dendi yang mencibir. "Gue keluar dulu bentar," izinku sambil mengetikkan sesuatu di ponsel lalu mengirimnya.

I Don't Care About Love [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang