Orangtua yang sama, bukan?

2.4K 54 5
                                    

Sebelumnya saya ingin meminta maaf, untuk kesalahan-kesalahan yang akan saya perbuat dalam cerita ini, sebab ini post pertama saya.

-selamatmembaca-

"Ma, besok sekolah bagiin raport kek biasa, jam 1, yang ambil siapa?" (kata Lita sambil menelan bakso bulat kesukaannya)
"Coba nanti malam tanya bapakmu, mama ga sempat, mama masih ngajar anak kelas 6 bimbel jam segitu"
"Kenapa ga mama aja? Tahun lalu kan mama yg ambil, nanti kalo bapak juga pulangnya kemalaman, aku mana bisa ngomong ke bapak."
"Yauda, besok paginya kan bisa sebelum berangkat sekolah."
"Yauda lah, aku mo tidur."

"Loliii.... Loli.......
Bagunnn, bangunnn kau cepat. Dimana adekmu, kenapa jam segini belum pulang?!"

Aku yg masih antara sadar dan tidak, harus keluar kamar utk melihat kejadian yang selalu berulang sejak 1 tahun lalu.
"Apa? Naoy lagi? Ini masih jam 6 sore ma, paling 1 jam lg nyampe. Tunggu aja."
Tunggu kau bilang? Sekolah kalian sama, tp kenapa ga pernah kau ajak dia pulang sama? Utk apa motor itu kau kendarai kalo gabisa dimanfaatkan?!"
"Ma, aku ngajak dia, dia lari, aku panggil dia, dia ga ngejawab. Aku bukan pembantu ma, dia bukan majikanku, dia adekku, adek yg harusnya hormat sama kakaknya, sama halnya kek aku harus sopan sma kak ana."
"Berani mulutmu itu ngelawan aku? Kekmana pun, dia adek kelen laki2 satu2nya, gada dia ga berharga kelen! Ga wajar kau ngomong kasar, harus sopan sama dia."

Toktoktokkk... Maaaaaa, bukaaaa.......

"Loli, buka itu, adekmu itu, cepat, kasian dia itu capek pasti."
"Bentar ma." (sambil berlari ke dpan membuka pintu)
"Kenapa kau lama kali pulang? Knp trs kau buat mama sm bapak stres? Gada lg akal sehatmu?"
"Sukakku, bukan urusanmu, awas kau, aku mau masuk."

"Kenapa lama kali kau pulang, naoy? Warnet lagi? Gbs dikurangi warnetmu itu naoy? Liat jam itu, setiap hari ku lirik jam itu berharap kau pulang ketika jarum pendeknya tak lewat dr angka 3!"
"Maaf ma, mana ada aku ke warnet. Aku diskolah, sma kwnku main2."
"Truslah kau bhg klo smaku, giliran sm bpkmu baru kau ketakutan."

Tintin....tintin....

"Udah, udh plg itu bapak kau, buka pintunya itu."
"Si loli lah, aku mau mandi, nnt dimarahinya aku, ketauan plg malam."

(Loli membuka pintu)

"Mana mamamu?" -Dirumah.
"Adekmu?" -Dirumah.
"Baru pulang dia? -Iya.

Wajahnya berubah sprti bunga yg layu. Bagaimana aku hendak menanyakan apakah dia mau atau tidak pergi ke skolah bsk utk ambil raportku? Ini semua krn dia, dia yg selalu saja diperhatikan setiap detik dalam hidup orangtuaku. Lantas aku? Haha, aku seperti seorang anak, yang terlahir dari rahim yang sama, tapi diasuh dgn kasih yg berbeda.
Tapi, aku harus mengatakannya malam ini, aku yakin, ia pasti sempat utk datang, sebelum dia pergi utk mengikuti sidang besok di Pekanbaru.

-dimejamakan-

"Pak, besok kami bagi raport, bisa bapak ambil kan?" -Bisa, kelas berapa kau sma adekmu? Biar besok bapak ambil.
"Kelas 11sos1, dia kelas 10ipa2. Jam 1 besok ya pak." -Iya. Besok plg skolah, sama kita pulang, makan diluar bertiga. Skrg tidurla, gosok gigi dulu kalian.
"Iya pak." (aku dan dia serentak menjawab)

-keesokanharinyasetelahbelpulangsekolah-

Bapak meneleponku dan mengatakan ia ada diparkiran, aku yakin dia sudah terlebih dahulu menemukan anak itu lalu menghubungiku. Akupun segera ke parkiran.
"Liat itu, di jok blkg, ambil raport kalian, liat hasilnya."
Kami srempak mengambilnya.
"Aaa, akhirnya, aku dapat lagi." (teriakku kesenangan)
"Kau kenapa diam naoy? Jelek nilaimu? Itulah hasilmu dr warnet itukan? Liatla semua tinta merah yg mewarnai raportmu itu! Kenapa bisa selalu kekgitu raportmu, naooyyy!" (teriak bapak sedikit marah)

Lagi, lagi, dan lagi. Aku yg harusnya meminta hadiah atas prestasiku yg meraih peringkat 2 paralel, jadi ku kurung. Inilah yg selalu terjadi. Dirumah, dijalan ke skolah, dimana pun, pasti yg mereka perdebatkan hanya dia, dia, dan dia. Semua tentangnya.
Selalu saja yg mereka katakan, jika saja dia bisa berubah, segala sesuatu yg ia minta, akan diberikan. Apa kurangnya perkataan mereka itu? Sehingga sampai detik ini dia masih belum bisa mengubah perilaku buruknya itu. Aku lelah harus berpura2 kuat didepan teman2ku, padahal jauh dalam hatiku, ada masalah besar yg selalu menimpaku dirumah.
Aku bukan seorang gadis, yg hatinya terbuat dari baja. Aku juga bisa menangis karena masalah keluarga yg ada dirumahku. Aku tak pernah meminta lebih dr orangtuaku. Kakak ku, tak pernah memiliki tugas dirumah, semua pekerjaan rumah yg tidak dikerjakan pembantu, aku yg mengerjakan, sebab dia menduduki bangku kelas 3, hingga tak punya banyak wktu dirumah. Lalu anak itu, yg harusnya tenaganya bisa diharapkan, disuruh mengangkat air di ember saja tak mau, bahkan sampai air itu berubah jd darah pun, tak secuilpun badannya berubah posisi dr tmpt tidurnya smbil memainkan gadgetnya itu. Ya, benar, mungkin dia memang gamers salah asuhan.

"Sudah, diam! Tidak ada alasan! Ini sebabnya jika warnet mu itu tdk bs kau tinggalkan!" (aku tersadar dr lamunan emosi dalam pikiranku, mendengar suara keras itu)
Tidak terasa kami sudah sampai didepan rumah. Dan tanpa ku sadari, kami tak jadi makan siang, seperti yang dijanjikan bapak.
Mama sudah tertidur didepan tv, ntah bagaimana ceritanya, yang ia maksudkan mengajar anak kelas 6 bimbel, dilakukan dirumah, diruang tamu. Huft, mungkin ia tak jadi mengajar, krn tak ada muridnya yg datang.

Bapak masih melanjutkan amarahnya, hingga membangunkan mama dr tidurnya. Lagi lagi di rumah itu terdengar seperti ada lomba paduan suara. Aku benci sekali keadaan ini. Aku hanya bisa meratapi nilai ku yg bagus, berharap ada yg mengerti bahwa aku ada disini, dengan nilai bagus, yg harusnya bisa membuat mereka bangga.
Tapi apa? Mereka sibuk mengurus dia. Iya, dia. Dia, yg selalu saja membuat orgtua ku susah. Membuat bapak ku tak serius ketika membela kliennya, sebab dipikirannya hanya ada DIA!
Tidakkah mereka sadar, bahwa aku juga anak mereka? Tidakkah mereka sadar, bahwa aku juga bisa memnbanggakan mereka? Mengapa harus selalu dia yg diperdebatkan? Jika dia memang manusia, harusnya dia mengerti bahwa semua yg dia lakukan itu buruk. Jika tidak, berarti dia bukan manusia, hingga sampai kapanpun, tak akan bisa berubah jika dinasehati oleh sesama manusia.
Ingin rasanya aku keluar sana, dan berkata, Ma, Pa, aku anak kalian kan? Pandanglah sesekali kearahku, liatlah aku, mungkin suatu saat nanti aku akan meninggalkan kalian dan pergi bersama jodohku, tapi aku tetap putri kalian kan? Aku masih putri kalian kan? Selama aku masih dirumah ini, selama itu juga aku ingin kalian memandangku, memperhatikan ku, sma seperti mama dan bapak memperhatikan dia.
Bukankah aku, dia, dan kak ana terlahir dr orangtua yg sama? Iya kan ma, pa? Kami terlahir dari orangtua yang sama, bukan?

Tapi sudahlah, ini hanya angan2 yg terpendam dibenakku, yg tak mungkin ku luapkan, aku hanya berharap, suatu saat nanti, mereka tersadar, masih ada satu dr anaknya yg masih bisa membuat mereka bangga

-selesai-

Orangtua yang sama, bukan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang