Tempat ini masih sama seperti dulu. Masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Kissa jalan melewati sudut – sudut sekolah. Saat ini masih jam pelajaran, murid – murid SMP Singa sedang sibuk menyimak materi yang diberikan oleh guru. Kissa berdiri di depan kelas VII-4. Ia memandangi kelas VIII-5 yang ada di seberangnya. Kissa berdiri di tempatnya dulu sering berdiri. Di tempatnya dulu ia sering memandang depan kelas VII-5.
"Tiw, kira – kira kalau waktu itu ceritanya ga kaya gini, gue bisa saling menyayangin ga ya?" Kissa tertawa pilu, "Kaya orang tolol banget ya pasti gue ini di mata Bilda."
"Udah Kiss, nanti kita dengerin penjelasan dari Bilda aja ya Kiss..." sahut Tiwi, hari itu Tiwi memutuskan bahwa mereka berempat harus bertemu dan membicarakan masalah ini. "Sekarang kita tunggu mereka di kantin aja yuk Kiss..." bujuk Tiwi.
"Kiss, maafin gue ya ga bilang sama lo. Padahal gue udah tau semuanya pas kita kelas IX dulu..." sahut Yesa yang merasa bersalah sambil memegang pundaknya. Saat itu mereka sudah duduk di meja kantin yang sama seperti dulu.
"Lo udah tau juga Sa?" tanya Tiwi tidak percaya.
"Iya. Sebenernya gue rada menjauh dari Bilda waktu tau yang sebenernya. Kita kan waktu kelas IX kemarin satu kelas. Dia cerita ke gue yang sebenernya. Dia minta gue buat ga nyeritain ini ke Kissa. Gue juga udah sering bujuk dia buat ngasih tau yang sebenernya. Tapi Bilda tetep aja kekeh. Dia bilang dia masih sakit hati sama Dika. Dia bilang dia ga sanggup kalo ngeliat Kissa sama Dika."
"Lah dia masih sakit hati terus ga mikirin perasaan Kissa apa? Gila ya tuh orang. Dia ga mikir gitu waktu Kissa ngeliat dia sama Dika?"
"Gue juga bilang gitu Tiiiwww... tapi lo tau sendiri kan dia keras kepalanya kaya apa."
Kissa hanya diam saja mendengar percakapan mereka. Tidak lama setelah itu Bilda datang. Tiwi yang mengambil alih, "Bil. Tolong jawab yang jujur. Alasan lo putus dulu sama Dika apa?"
Bilda gelagapan, "Hmm, kenapa ya? Gue udah lupaa... ada apa sih?" tanya Bilda bingung.
Kali ini Kissa angkat bicara, "Bil, bener waktu itu lo putus sama Dika cuma karena Dika ga perhatian sama lo? Bener ga karena yang lain?" tanya Kissa dengan pandangan yang mulai mengabur karena ai mata.
"Ya bener... emang kenapa lagi?" pandangan Kissa penuh dengan tatapan kecewa.
"Gatau sih ya Billl... kemaren ada yang ngasih kabar gitu kalo cerita yang sebenernya ga kaya gitu..." ujar Tiwi sambil mendengus sebal.
Bilda langsung menatap Yesa dengan murka, "Lo cerita apa aja Sa?"
"Insyallah gue mah amanah kali Bil. Gue ga bilang apa – apa sebelum lo ngasih tau Kissa atau Kissa yang tau sendiri."
Kissa mulai menangis, "Kok lo tega sih sama gue? Lo tau gak? Semenjak itu, gue masih nunggu. Gue masih nunggu dia Bil. Tanpa sadar gue masih nunggu Dika..."
Bilda ikutan menangis, "Maafin gue Kiss... maaf gue ga bilang yang sebenernya. Bahkan sampe detik ini gue ngerahasiainnya begitu rapat. Maaf..." Bilda menggenggam tangan Kissa.
Kissa menyeka air matanya, "Gue boleh tau alesan lo Bil? Alesan lo kaya gini sama gue?"
"Gue... gue cuman ga mau malu aja Kiss. Gue gengsi kalo bilang yang sebenernya. Gue gengsi bilang ke kalian semua kalo sebenernya dulu gue yang nembak Dika. Gue malu kalo kalian tau alesan gue putus yang sebenernya. Gue ngerasa malu..." Bilda terisak hebat. "Maafin gue Kiss..."
Kissa kembali menangis, Tiwi dan Yesa mulai berkaca-kaca melihat dua temannya yang memiliki masalah yang rumit. Ibu – ibu dan bapak – bapak kantin pada diam melihat empat perempuan yang sudah jelas bukan anak SMP sedang menangis di kantin mereka di tengah – tengah jam pelajaran.
Kissa kembali menyeka matanya ketika ia merasa lebih tenang, "Yaudahlah Bil. Kita lupain aja. Mungkin ini udah takdir Tuhan... ini udah skenario Tuhan. Lagian sekarang udah ada Fahri juga yang masuk ke dalam hidup gue..." putus Kissa. "Gue balik duluan ya..." ujar Kissa sambil berjalan menuju gerbang. Kissa merogoh ponsel di dalam tasnya, "Halo, kamu lagi tugas? Sebentar lagi jam istirahat kan? Aku kesana ya, mau aku bawain pangsit ga?"
"Gak usah Kiss, kita makan di restoran biasa aja yaa..."
"Oh gitu... okedeh..."
"Kamu mau aku jemput gak? Lagi dimana?"
"Aku lagi di jalan. Langsung ketemuan disana aja deh ya..."
"Oke deh kalo gitu... Kiss, aku sayang sama kamu..."
Kissa tersenyum, "Aku juga..." sambungan telepon pun terputus.
***
Fahri sudah duduk manis di meja favorit mereka ketika Kissa sampai.
"Hai..."
"Hai, kamu pesen kaya biasa kan?"
"Iya..." Fahri segera memanggil pelayan dan memesan makanan mereka.
"Jadi..." sahut Fahri menunggu.
"Jadi apa?" Kissa nyengir.
"Ya, jadi apa yang kira – kira mau dijelasin..."
"Perlu ya?"
"Yaa selama kamu ada di samping aku, kalo kamu belum mau cerita juga gapapa kok."
"Kamu ga cemburu atau marah gitu?"
"Hmmm, awalnya sih cukup cemburu ya kalo boleh jujur. Tapi kan disini posisi aku lebih tua beberapa tahun dari kamu. Ya aku mikir realistisnya aja. Buat aku semua itu cuma masa lalu kamu aja. Kita udah dewasa, udah ga zamannya kita berantem gara – gara cemburu. Ga ada gunanya juga gitu, toh kamu masih sama aku. Toh aku juga udah denger kalo kamu milih aku dari pada dia. Jadi ngapain ngebahas masa lalu kamu kalo kita bisa ngebahas masa depan kita bersama?"
Kissa tersenyum lebar, "Aku sayang sama kamu..."
Fahri ikut tersenyum, "Aku tahu..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DI BALIK TIRAI
Fiksi RemajaKisah klise remaja yang jatuh cinta ini dimulai pada saat remaja mengalami masa pubertas. Hormon-hormon pubertaslah yang bertanggung jawab atas apa yang dialami Kissa. Kissanash Mauriz Ayunda, bersama keluarganya terpaksa pindah ke Jakarta. Kisah in...