Memilihmu

894 100 6
                                    

DESTINY

Part 9

Di Lokasi Shooting

     Verrell melirik Yuki yang sedang ngambek karena ulahnya mencoret wajah Yuki dengan lipstick dan mengacak-acak rambutnya yang sudah ditata rapih, tampilannya sekarang sudah seperti nenek lampir yang rambutnya tak karuan, dia jadi harus me-retouch make up dan men-style rambutnya lagi supaya terkuncir rapih ala ala anak sma. Meskipun takut karena ekspresi yuki mematikan dia tetap mendekati Yuki yang sudah seperti ingin menelannya bulat-bulat.

     "Damai deh damai..." Keadaan Verrell tak kalah mengenaskannya dari Yuki, Jambulnya pun tak karuan, sudah seperti gunung yang baru saja meletus.

     Yuki tak bersuara, tapi tatapan yang dilemparkannya pada verrell begitu tajam, setajam silet yang siap mengulitinya.

     "Gue traktir lo makanan jepang deh nanti."

     Kali ini, ekspresi wajah Yuki melunak, ada sorot ragu-ragu dimatanya. Verrell sudah tahu makanan kesukaan Yuki yang bisa dia jadikan bujukan untuk kata maafnya.

    "Seminggu, lo harus traktir gue makanan jepang selama seminggu."

     "Gila lo, jebol dompet gue. Tiga hari deh..."

     "Oke..."

     Verrell tersenyum mengingat bagaimana mudahnya Yuki ditaklukan hanya dengan makanan jepang kesukaannya, tapi dia juga bersyukur karena dia bukan tipe cewek ribet yang kalau ngambek susah dibujuk dan jual mahal, Yuki itu tipe cewek simple yang blak-blakan apa yang dia pengen dan apa yang dia ga suka.

     Dia mengulurkan tangannya kearah Yuki, Yuki justru cengo, tidak mengerti maksud uluran tangan verrell. Dia menaikan alisnya meminta penjelasan. "Ini maksudnya apaan?"

     "Salaman buat maafan kuy..."

     Adeuh brondong ribet amat deh! Yuki memutar bola matanya, karena berondong didepannya ini benar-benar kekanak-kanakan, meskipun manis sih. Dia hanya menepuk tangan Verrell seadanya, dia sama sekali tak menjabat tangan Verrell yang terjulur padanya itu. Gadis yang simple tapi juga tak gampangan, itulah Yuki.

    "Apaan kok cuman ditepok gitu aja."

     "Radar gue bilang, itu salamannya modus. Modus biar lo bisa pegang tangan gue."

     "Dih siapa juga yang mau modus pegang-pegang tangan lo."

     "ELO!" Yuki nyolot lalu mengalihkan perhatiannya pada script yang harus dihafalkannya.

     Verrell hanya bisa menahan kekesalannya, dia sudah tahu sikap Yuki yang jinak-jinak merpati. Kadang begitu baik tapi juga kadang juteknya setengah mati. Rasanya sepeti bermain layangan, tarik ulur supaya layangannya terbang tinggi. Tapi dia menikmati semuanya.

Di Rumah Sakit Singapore

     Billy membolak-balikan badanya tak tenang, dia teringat kata-kata dokter padanya setelah terapi tadi pagi, yang sengaja tak dikatakannya dan tak dibaginya pada Michelle. Sedikit kurang ajar memang mengingat bagaimana Michelle mengusahakan kesemubuhannya sejauh ini, tapi dia tak punya pilihan, dia tak ingin dikurung Michelle dirumah sakit ini lebih lama lagi, dia ingin segera bertemu Dinda.

     "Setelah saya melihat catatan medis anda, dan juga melihat terapi anda hari ini, saya bisa simpulkan kalau sulitnya kaki anda digerakan disebabkan shock psikologis saja, jadi ini hanya bersifat sementara, dan secepatnya anda akan bisa berjalan lagi. Kalau anda disiplin meminum obat, menjaga diri dari stress dan juga mengikuti terapi dengan baik, satu minggu lagi anda bisa berjalan normal."

DESTINYWhere stories live. Discover now