Ch 1

67.4K 2.8K 212
                                    

"Wah... Dia lagi yang dapat juara umum? Tu anak makannya apa sih? Kok bisa encer gitu?"

Suara bisikan dari samping Rafel tak ia gubris sama sekali. Hari ini, murid dari SMA Bakti Nusa, sekolah khusus yang mengharuskan para siswa dan siswinya di asramakan tengah berkumpul di lapangan yang cukup panas di luar gedung untuk menyambut para siswa dan siswi baru juga pembukaan dimana tahun ajaran baru telah dimulai.

Pengumuman untuk para siswa yang berprestasi pun juga tak luput diikut sertakan dalam acara ini. Namun tak semua siswa antusias dengan acara ini. Padahal kepala sekolah di depan sana tengah menggebu-nggebu membicarakan siswa yang berprestasi yang ada di sampingnya itu.

Seperti Rafel Wirya Aidan, siswa kelas 2 ini tak ada minat sama sekali saat Fadhil tengah berbisik padanya mengenai siswa yang mendapatkan juara umum yang tengah berdiri di podium sana.

"Gue juga denger ya Fel, dia juga anak dari orang kaya. Penyumbang terbesar di sekolah ini."

Fadhil menghembuskan napasnya, lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Hahh... sudah tampan, pintar, kaya, murid terhormat lagi di SMA ini."

"Lo bisa diem gak?!"

"ASTAGA!" Fadhil refleks menutup mulutnya saat ia menyadari suaranya yang cukup keras, lalu ia menunduk dan berbisik di telinga sahabatnya. "Fel, lo jangan macem-macem deh. Lo mainan HP saat lagi upacara begini?! Nanti lo di tangkep sama guru piket, bego!"

Pemuda berkulit putih itu memutar kedua bola matanya bosan, masih memainkan ponselnya, ia berkata, "Serius deh Dhil, kita berada di barisan tengah. Sedangkan guru piket berada di pinggir lapangan enak-enak berteduh. Jadi..." Rafel menjeda kalimatnya untuk mendorong kepala sahabatnya agar menjauh, "... Lo diem aja deh."

Fadhil menghela napas melihat kelakuan sahabat sejak kecilnya itu. Entah keberuntungan atau malapetaka bagi Fadhil yang dari TK sampai SMA sekarang ini selalu satu sekolah dengan Rafel yang notabene adalah anak bandel yang tak tahu malu. Ia bahkan dulu pernah ikut dapat hukuman sewaktu masih SMP hanya karena ia berada di tempat dimana Rafel memukul adik kelasnya dan guru yang melihatnya menuduh Fadhil membantu Rafel memukul anak itu karena guru itu tahu, Rafel dan Fadhil adalah sahabat.

"Siapa tuh yang lagi pidato di podium?"

Fadhil menghela napas. Satu lagi yang kadang membuat Fadhil merasa sial selalu berdekatan dengan Rafel. Rafel adalah tipe orang yang malas bersosialisasi. Dia hanya mau bermain dengan orang yang setipe dengannya atau paling tidak dengan orang yang sering membuatnya marah. Jadi jangan heran jika ia kadang tidak mengenal teman sekelasnya.

"Lo sudah satu tahun sekolah disini. Tapi lo gak tahu dia?"

"Memang penting gitu ngenal dia?" jawabnya acuh dengan mengedikkan kedua bahunya.

"Nih ya, dia adalah siswa terpintar di angkatan kita, siswa terkaya, tampan dan terhormat karena ayahnya penyumbang terbanyak di sekolah ini. Dia Duta Hareshananda. Astaga Fel! Lo selama sekolah disini ngapain aja sih?! Duta terkenal banget di sini!"

"Oh." Jawabnya singkat dengan jari-jarinya yang masih sibuk mengotak-atik ponselnya.

"Oh? Hanya 'oh'? Oh... Hebat! gue nyesel ngomong sama lo!"

Rafel terkekeh geli mendengar ucapan sahabatnya itu. Ia melirik sedikit, Fadhil kembali fokus ke depan sana dengan wajah kesalnya.

"Oh iya!" tiba-tiba Fadhil bersuara lagi.

"Apa?"

"Lo udah beresin semua kan barang-barang lo di kamar?"

"Udah." ucapnya tanpa menoleh pada lawan bicaranya.

Room 212 -COMPLETED√- [E-Book Tersedia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang