"Asta?" Ucapku yang membuat ia berbalik arah dan menghadapku. Dia menjawab dengan cengiran tanpa dosanya itu.
"Malah nyengir. Ngapain kesini?"
"Mau ngajak lo berangkat sekolah bareng. Mau ya?"
"Ok, tunggu bentar. Gua mau ambil tas."
Aku berjalan mengambil tas dan berpamitan dengan papa mama. Untuk apa dia mengajakku berangkat bersama dan darimana dia tau alamatku?
Aku hanya berdiri disampinya yang sudah duduk di jok motornya itu. Ah aku benci jika harus boncengan memakai motor seperti ini. Dengan jok belakang yang lebih tinggi dari jok untuk pengendara.
"Masih aja bengong. Naik gih. Nih helmnya." Dia memecahkan lamunanku sambil menyerahkan helm hitam kepadaku.
"Gue gimana naiknya? Gue kan make rok."
"Yaelah lu. Ketauan banget gapernah diboncengin cowo pake motor beginian. Dasar bocah tengil. Hahaha" Ejeknya.
Aku hanya mengerucutkan bibirku. Lalu menaiki motornya.
"Udah?" Tanya Asta
"Udah"
"Turun" Jawabnya diiringi tawa.
"Ah rese lo!" Ucapku sambil melipat tanganku didada.
"Ahahaha lu mah ambekan. Dasar bocah tengil."
Aku hanya diam mendengar kata-katanya itu. Tanpa aba-aba apapun dia mengas motornya membuatku memeluknya karena takut jatuh.
"Woy! Dasar cowo rese! Jangan ngebut! Gua masih mau hidup!" Teriakku
Bukannya menurunkan kecepatan, ia mlah semakin ngebut. Aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku dipunggungnya. Nyaman. Ah tidak. Biasa saja.
Akhirnya kami sampai disekolah. Aku menunggunya turun dari motor. Dia menaikan sebelah alisnya saat melihatku melipatkan tangan didada dan mengerucutkan bibir, seolah-olah dia menajukan pertanyaan "kenapa?"
"Eh lo gila apa?! Gimana kalo tadi lo nabrak orang? Atau kita jatuh? Emang lo mau tanggung jawab?!! Rambut gua berantakan jadinya!" Ocehku yang hanya mendapat cengiran khas Asta. Sialan.
Tiba-tiba Asta melayangkan tangannya dirambutku. Ya, dia merapikan rambutku. Aku hanya menatapnya. Perlakuan yang tidak pernah aku dapatkan dari cowok manapun.
"Bukannya emang kita lagi jatuh ya?" Aku menautkan kedua alis ku. Aku tak mengerti maksutnya.
"Jatuh cinta. Hahaha" lanjutnya. Aku membulatkan bibirku seperti huruf O. Dia hanya tertawa setelah melihat wajahku. Oh, pasti aku terlihat seperti orang gila saat ini. Pipiku memanas.
"Eh biasa aja kali Del. Gua cuma bercanda. Hahaha" Aku ikut tertawa. Iya, tawa yang 'sedikit' terpaksa.
Aku berjalan melewati lorong bersama Asta. Banyak mata memandangi kami. Ku rasa ini hal yang wajar bukan? Seorang teman berjalan beriringan.
"As, lo ngerasa ga sih kita diliatin banyak orang?"
"Gua udah sering diliatin begini kan. Lo tau kan gua kan banyak yang ngincer disini." Jawabnya percaya diri sambil merapikan rambutnya.
"Dasar." Jawabku malas.
Seketika suatu kesimpulan muncul diotakku. Oh, mungkin dia selalu memperlakukan cewek seperti yang dia lakukan padaku tadi pagi. Oke, aku tidak perlu berharap lebih padanya. Dia sekedar sahabat ku. Ya, sekedar sahabat.
"Oy! Ngalamun aja lu." Ucap Asta membuyarkan lamunanku.
"Siapa yang ngalamun sih? Orang gua lagi mikirin sesuatu," Jawabku.
"Hayo loohh, pasti lo lagi mikirin gua kan?" godanya sambil menaik turunkan alis.
Oh, dia sangat lucu.
"Pede lo," jawabku lalu meninggalkan dia dan duduk dibangku ku.
Aku mengambil handphone dari saku dan memasang airphone untuk mendengarkan lagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship And This Feeling
JugendliteraturKetika aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Terkesan wajar, namun terasa menyayat hati.