Pernyataan Itu

3.1K 134 0
                                    

Sudah dua minggu ini aku menjalani hari ku bersama Asta. Setiap pagi dia selalu menjemputku dirumah. Setiap ada tugas kita mengerjakan bersama. Bahkan dia sudah 3 kali mengajakku untuk latihan band. Ya, dia membentuk band dengan sahabat-sahabatnya disekolah.

Dia terlihat semakin keren ketika memainkan gitar. Aku selalu duduk disampingnya ketika dia latihan. Aku nyaman bersamanya. Sangat nyaman. Apakah aku benar-benar jatuh cinta padanya? Kurasa iya. Tapi aku tidak mau. Aku tidak mau merusak persahabatan ku dengannya.

Aku berniat untuk mencurahkan isi hati ku pada ketiga sahabatku. Kami memutuskan bertemu di caffeshop langganan kami. Terlihat mereka sangat antusias mendengar ceritaku. Apalagi aku tidak pernah menceritakan masalah hati. Namun ada sedikit perbedaan pada raut wajah Destri. Aku tahu akhir-akhir ini memang Asta sering menanyakan tentang Destri. Tapi aku tidak berpikir jauh.

"Des," Ucapku

"Ya?"

"Apa akhir-akhir ini lo deket sama Asta?" Tanya ku ragu.

"Haha ngaco lo. Ga lah. Jangankan deket ngobrol bareng dia aja gapernah. Pernah sih tapi dulu."

"Gue dukung banget kalo lo sama Asta, Del. Apalagi lo kan gapernah jatuh hati. Gua rasa dia cowo yang baik. Dia mirip sama lo. Mata sama-sama sipit. Sama-sama suka musik." Lanjut Destri.

Aku tidak begitu puas dengan jawaban Destri. Terasa seperti ada kebohongan yang tersirat.

Kami memutuskan untuk meninggalkan caffeshop ini. Ketika aku keluar dari caffe, aku melihat Asta. Jantungku berdegup kencang. Dia ngapain kesini? Stop Del! Ini bukan urusanmu, jawab hatiku.

"Hay Del.." sapa Asta padaku.

Aku tersenyum padanya.

"Jadi Adel doang nih yang disapa? Cukup tau gua mah As." Celoteh Destri yang terkesan sudah sangat dekat dengan Asta.

Asta tertawa mendengarnya.

"Hahaha. Eh ada Destri juga to. Haha hay Des, Han, Ra. Lo ga sama Reza, Ra?" Tanya Asta pada Seyra yang hanya mendapat gelengan oleh Seyra.

"Eh yaudah gua duluan ya." Ucap Destri memecahkan keheningan yang terjalin sesaat. Lalu dia menarik tangan Hani.

Tinggalah aku, Seyra dan Asta. Aku menunggu salah satu dari kami bertiga ada yang memulai bicara.

"Eh itu nyokap gua udah dateng duluan ya, bye!" Suara Seyra terdengar. Aku hanya tersenyum. Kenapa aku harus berdua dengan Asta disini. Asta menarik tanganku untuk masuk lagi kedalam.

"Iisshh apaan sih lo? Gua kan udah dari sini. Ngapain coba masuk lagi."

"Nemenin gua."

"Ogah."

"Harus mau!"

Oh, menyebalkan.

"Lagian ngapain sih harus gua yang nemenin. Temen lo kan banyak."

"Gua mau nanyain sesuatu ke lo. Ini penting. Tentang kita."

Deetak jantungku berdegup kencang. Pertanyaan apa yang akan dia lontarkan dari bibirnya? Apakah tentang perasaan kita masing-masing? Ah dia membuatku sangat bingung.

"Heh! Kok malah ngalamun sih?"

"Ga ko. Ko lu tau kalo gua disini?" Tanyaku.

"Gua tadi udah kerumah lo. Kata nyokap lo, lo lagi pergi sama Destri dan yang lain. Akhirnya gua tanya Destri , dia lagi dimana." Jawabnya.

Aku hanya mangut-mangut tanda mengerti. Namun ada yang aneh dalam hatiku. Seperti rasa nyeri. Kenapa dia bertanya pada Destri? Bukankah yang dia cari adalah aku? Kenapa dia tidak bertanya padaku langsung? Apa dia ingin membuat surprise padaku? Ku rasa tidak.

"Lo mau nanya apa?"

"Emmm... lo baper ga sih kalo gua memperlakukan lo kaya gini? Lo tau kan kita sering maen bareng. Gua selalu manjain lo. Gandeng tangan lo. Gua rangkul lo. Gua perhatian sama lo. Lo ngerasa gimana sih sama gua?" Tanya nya yang membuatku menelan ludah dengan susah.

"Iya gua tau lo perhatian sama gua. Lo juga memperlakukan gua dengan baik. Layaknya lo ngerawat adek lo sendiri bukan? Ko lu tiba-tiba nanya gitu sih?"

"Oh oke. Lo ga baper kan? Kalo lo baper, gua bakal ngerubah sikap gua ke lo ko Del."

"Haha gua biasa aja ko As. Gua sayang sama lo selayaknya sahabat. Bukannya lo bilang kita itu sahabat selamanya?" Jawabku. Aku menahan air mata yang sudah membendung. Aku harap aku tidak mengeluarkannya setetes pun.

"Gua lagi jatuh cinta, Del." Katanya dengan mata yang berbinar.

Oh Asta. Tidakkah kau sadar hatiku terasa perih saat ini? Kata-katamu seperti panah yang menghujam jantungku. Perih. Sakit. Namun aku harus menutupi itu semua.

"Oh ya? Sama siapa?" Tanyaku antusias.

"Emang dia ga pernah curhat tentang gua ke lo?"

"Dia? Siapa maksutnya?"

"Itu loh yang sering gua tanyain ke lo. Ah masa lo lupa sih, yang tempo hari gua nanya ke lo tentang hal yang dia sukai."

Oh, Destri. Iya Destri Mahardika, sahabatku.

Friendship And This FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang