Happy Reading & Enjoy All
Ana memasuki halaman luas sebuah perusahaan. Dengan kepala yang masih memakai helm, Ana mendongak dan melihat perusahaan di depannya. Besar sekali.
"Mbak, gak boleh parkir di sini." Ana terkesiap dan langsung menatap laki-laki setengah baya yang memakai seragam keamanan.
"Oh, iya pak."
"Parkirnya di sana aja," security itu menunjuk sebuah tempat parkir yang besar dan mampu menampung banyak sepeda motor.
"Iya, pak, makasih." Kata Ana sopan lalu diikuti dengan senyum ramah. Security itu balas tersenyum.
Ana memarkirkan motornya, melepas helmnya, lalu bergegas untuk masuk. Bagian lobby yang biasanya penuh dengan karyawan berpakaian rapi kini berubah seratus delapan puluh derajat. Bagian itu dipenuhi oleh karyawan yang memakai pakaian casual.
Beberapa karyawan tampak sendirian, tapi kebanyakan mereka datang dengan dua anggota keluarganya. Sesuai informasi yang di dapat, perusahaan ini memang mengizinkan satu karyawan membawa maksimal dua anggota keluarganya. Anggota keluarga tersebut akan mendapatkan fasilitas yang sama, yaitu pemeriksaan dan obat-obatan, sama seperti karyawan yang bekerja di sini.
Mereka datang dengan sumringah dan hal itu pula yang mengembangkan senyum Ana. Dia senang melihat orang lain senang. Rasanya begitu melegakan dihati.
Ana setengah berlari saat melihat lift akan segera naik membawa seorang pria. Dia tak boleh ketinggalan atau dia akan menunggu lebih lama lagi. Ana menggeleng. Dia tak mau.
Dengan gerak cepat Ana datang dan menekan tombo agar lift tak jadi naik. Masa bodoh dengan orang di dalamnya yang mungkin marah. Dengan percaya diri Ana melihat jas dokternya. Orang tersebut akan langsung paham hanya dengan melihat jas dokternya.
Ana bersiap mengembangkan senyumnya, tapi tak jadi saat melihat wajah orang yang ada di dalam lift.
Dia, kan...
***
Awalnya pria itu menunduk dan termenung dalam lift. Kepalanya langsung mendongak saat ada yang menghentikan lift ini. Wajahnya datar berusaha memasang ekspresi yang mengintimidasi. Tapi sayangnya hal itu tak terlaksana sesuai rencana. Dia terperangah, tak menyangka kalau dia akan menjumpai perempuan itu di sini.
Senyumnya mengembang.
"Ana?" Katanya seolah-olah tak percaya. Dengan kikuk Ana memasuki lift. Dia berdiri di agak jauh dari Fernando.
"Selamat siang," sapa Ana dengan formal.
Fernando cemberut. Ana tak menatapnya. Bahkan Ana tak menyapanya dengan senyum ramah yang biasanya dia tebarkan untuk orang lain.
"Saya lebih senang kalo kamu bersikap santai dengan saya, apalagi ini hanya berdua."
Ana lebih memilih meremas tangannya dibandingkan menjawab perkataan Fernando. Kesunyian melanda mereka berdua.
TING
"Saya harap kamulah dokter yang nanti memeriksa saya. Selamat siang, Ana." Kata Fernando lalu bergegas pergi. Ana mendatap punggung kekar laki-laki dan menghela nafas. Sejujurnya, dia lebih berharap tak usah bertemu pria itu lagi.
Pintu lift tertutup lagi dan kali ini mengantarkan Ana ke tempat tujuan yang sebenarnya. Tanpa Fernando, perjalanan terasa lebih cepat dan menyenangkan.
Saat pintu lift terbuka, yang terlihat oleh penglihatan Ana adalah beberapa orang yang duduk di kursi yang disediakan. Mereka adalah pasien yang menunggu antrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay, That's Love
EspiritualCOMPLETED STORY - PRIVATE MODE Menikah? Anastasia Maharani tak terlalu memusingkan soal menikah. Baginya, menikah berada diurutan ke sekian. Prioritas utamanya saat ini adalah menyelamatkan nyawa seseorang. Meski sudah sering mendapatkan undangan pe...