Keesokan harinya, aku bangun agak cepat dari biasanya. Semalaman aku terus memikirkan rencana besar yang akan terjadi. Aku memikirkan berbagai cara untuk menyukseskan rencana itu hingga waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Agak mengherankan memang, seharusnya aku masih merasa kantuk karena kurang tidur, tapi sebaliknya aku merasa bersemangat seolah-olah energiku penuh dengan sugesti tentang rencana besar itu. Aku mendukung rencana itu seratus persen, dan aku akan menjadi orang pertama yang meneriakkan keberhasilan kami. Adam pasti akan sangat senang, begitu juga dengan teman-temanku yang lain.
Ketika aku telah menyiapkan segala hal untuk sekolah, terdengar suara ketukan tiga kali dipintu. Tak lama, muncul Adam dari sana.
"Waw, apa yang membuatmu terlalu bersemangat hari ini?" Adam nyengir, lalu mendudukkan dirinya di sofa. "Tak biasanya kau telah siap ke sekolah dijam seperti ini."
Aku hanya mengangkat bahuku. Lalu beralih ke dapur, mengambil dua cangkir susu vanila dan sandwich yang barusan kubuat. Kami menyantapnya di ruang tamu, berbeda dari biasanya yang hanya melakukan aktifitas makan di meja makan.
"Kurasa, kita harus memikirkan hal itu matang-matang agar membuatnya menjadi sempurna," ucapku ketika kembali dari dapur dan mendudukkan bokongku di sebelah Adam. Pria pakistan itu menoleh cepat. "Wah, jadi ini yang membuatmu bersemangat? Tenanglah, aku jamin rencananya akan berhasil," Adam melebarkan senyumnya, mengolok-olokku.
"Memang harus berhasil. Pokoknya harus berhasil," kataku dengan penuh percaya diri. Adam hanya tersenyum lalu menyambar segelas susu vanila miliknya. Sarapan hari ini, kami nikmati bersamaan dengan kartun pagi yang katanya sering ditonton oleh Adam, spongebob squarepants.
***
"Carley," panggil Adam sambil menghentikan langkahnya di depan gerbang sekolah. Aku yang telah mendahuluinya beberapa langkah, kini membalikkan badan. Adam menatap tanah dengan tangan yang ia genggan pada tali ranselnya. Ia terlihat bingung sekaligus ragu saat kembali mendongak dan menatap mataku.
"Kau duluan saja, aku harus menemui Liam dan Louis terlebih dahulu," aku mengangguk mengerti. Pikiranku melayang ketika Adam berjalan kearah yang berbeda denganku untuk menemui Liam dan Louis. Adam pasti ingin menjebak mereka sebelum rencana itu benar-benar dilaksanakan. Seketika aku berpikir, rencana apa yang akan Adam buat. Apakah rencana itu benar-benar akan berhasil dan menantang adrenalin seperti yang dikatakan Adam? Aku menghela nafas sambil berlalu. Memikirkan rencana itu membuatku makin penasaran dan hal itu dapat membuat senyumku mengembang setiap saat.
"Hi Carley," tiba-tiba suara Calvin datang dari belakangku dan aku membalas
"Hi Calvin," ketika ia berpapasan denganku, Calvin menoleh sedikit sambil tersenyum dipaksakan. Lalu kembali melangkah lebar dan mendahuluiku. Sungguh, kami sudah seperti orang asing sekarang. Perasaanku hampa dan biasa saja. Meski kemarin-kemarin terasa begitu sedih dan kecewa karena kenyataan pertemanan kami yang merenggang. Aku sudah mulai bisa menerima kenyataannya, bahwa aku dan Calvin agak merenggang karena hal yang tidak kuketahui. Secara teknis, kami tiba benar-benar bertengkar. Namun melihat perubahan sikap Calvin yang seolah-olah menjauh, membuatku merasa canggung akibat tingkahku sendiri. Kadangkala aku bertanya pada diri sendiri, mengapa kami bisa menjadi renggang seperti ini? Padahal rasanya baru kemarin kami bertingkah konyol dan tertawa bersama. Namun lagi-lagi perasaan hampaku membuat semuanya tak terlalu dipermasalahkan. Lagipula, Adam selalu berada disisiku, menjadi pengganti Calvin ataupun teman baik yang membuatku kembali tak mempermasalahkan hal-hal yang telah terjadi.
Kelas sudah ramai ketika aku memasuki kelas. Maksudku tak benar-benar ramai karena murid di kelasku hanya 12 orang. Calvin masuk lebih dulu dan diikuti olehku tak beberapa lama dari itu. Hal yang agak berbeda itu menarik perhatian Lily dan Chloe. Ketika aku berjalan melewati mejanya, mereka berkata dengan raut wajah mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Between You And Love
Teen FictionCarley Sophia Tompson adalah seorang siswa pindahan dari prancis yang masuk ke sekolah baru di London. tak ada satu pun sambutan baik dari para penghuni kelas tersebut dari anak lelaki maupun perempuan. tapi ada satu pria culun bernama Calvin yang m...