IV

203 16 1
                                    


Saat itu juga, Lea tidak bisa mengatakan apapun selain menatap pria itu. Mata pria itu hitam pekat, disertai sorotan tajam. Jawline-nya yang terlihat kekar, rambutnya yang acak-acakan ditambah bibirnya yang tipis. Lebih tepatnya, pria itu tampan.

Sesaat setelah mengatakan itu, pria itu kembali menutup wajahnya dengan topi.

Lea menghela napas pelan sebelum akhrnya duduk di samping skateboard pria itu.

Matanya langsung saja menatap air mancur kecil yang ada di hadapannya. Pikirannya kemudian beralih ke hidupnya yang semakin tidak jelas. Padahal semua sudah direncanakannya sejak dulu. Tapi sayangnya, semuanya hancur ketika ayahnya meninggal.

Hal-hal yang tidak pernah Lea duga muncul di kehidupannya. Padahal, Lea beripikir hidupnya akan mengalir dengan indah tanpa hambatan sedikitpun seperti air mancur di hadapannya itu.

Tapi, Lea sendiri masih belum mengerti apa-apa tentang hal-hal yang menimpanya saat ini. Dia seperti berada di sebuah jebakan, yang melibatkan dirinya tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Lea mau tidak mau memutuskan untuk menerima semuanya. Dia yakin, hidupnya yang tidak jelas ini akan mengalir seiring berjalannya waktu seperti air mancur itu.

Matanya kemudian beralih ke langit senja kota New York. Jujur saja, langit senja setiap negara memang terkesan berbeda. Tapi apa yang dipikiran Lea selalu sama; ayahnya. Biasanya, Lea dan ayahnya selalu duduk di teras rumah sambil bercerita tentang keseharian Lea. Tapi sayangnya, tidak ada lagi.

Tidak ada lagi langit senja dan cerita hangat bersama ayahnya.

Tanpa Lea sadari, airmatanya keluar dari mata hitam milik Lea. Dia berusaha menyeka airmatanya dengan kedua tangannya agar tidak terlihat. Tapi, tiba-tiba saja sebuah tisu berada di hadapannya.

"Ini."

Lea menoleh dan melihat pria itu mengulurkan tangannya untuk memberikan tisu ke Lea. Dengan ragu, Lea mengambil tisu itu.

"Ma--makas--"

Belum sempat Lea mengucapkan terimakasih, pria itu sudah berjalan pergi dengan skateboard dan gitarnya.

Saat itu juga, Lea tidak bisa berkata apa-apa selain duduk kembali dan menyeka airmatanya dengan tisu itu.

"Dia baik," ucap Lea sambil menatap tisu itu.

Beberapa menit kemudian, langit sudah mulai gelap. Lea masih saja duduk menatap air mancur di hadapannya.

"Exuse me?"

Suara agak serak terdengar di telinga Lea. Lea menoleh dan mendapat gadis yang sepertinya sebaya dengannya berdiri. Mata gadis itu coklat, rambutnya coklat keemasan, postur tubuhnya seperti yang orang-orang katakan 'Body goals.'

"Bisa aku duduk di sini?"

Gadis itu tersenyum sesaat setelah mengatakn hal itu. Gadis itu cantik.

Lea membalas senyumannya seraya menganggukkan pelan kepalanya kemudian mengatakan, "Sure." Lea kemudian menggeserkan badannya sedikit agar gadis itu dapat leluasa.

I'm In Love With Stranger [EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang