PROLOG

29 0 0
                                    

September 2000

"Sudah cukup! Aku sudah cukup lelah menghadapi manusia seperti kamu!"
"Seharusnya aku yang lelah, karena ulahmu, aku kehilangan pekerjaanku!"
"Aku melarang kamu untuk lembur karena kamu pasti akan membohongiku, kamu pasti [pyarr]" ia membanting vas kesayangan istrinya.
"Diam kamu! Dasar jalang"

Omelan dan teriakan itu membuatnya berlari menuruni tangga kayu menuju ruang bawah tanah sambil terisak-isak. Dia sudah tidak sanggup mendengar orang tuanya bertengkar , bahkan pintu kamarnya sudah tidak sanggup membendung keributan itu. Ia memutar kenop pintu secara perlahan agar tidak terdengar oleh mereka. Bau pengap dan debu halus menyeruak saat pintu terbuka , wajar saja, ini adalah kali kedua ia memasuki ruangan ini setelah 3 bulan menghuni rumahnya.

Sambil mengunci pintu ruangan , ia menyalakan lampu kuning yang menyala redup karena terselubung debu dan menuruni beberapa anak tangga yang penuh sesak dengan barang untuk sampai ke dasar ruangan.Ruangan yang sempurna untuk menenangkan pikiranku batinnya. Ruangan sepi dengan tumpukan kayu dan sepeda bekas milik pemilik sebelumnya diletakkan di sudut kiri dan botol bekas bir yang berserakan di lantai.

Ia berjalan menuju pilar di sebelah kirinya dan duduk meringkuk di bawahnya. Gadis itu menangis memikirikan nasib keluarganya. Bayangkan saja , gadis 16 tahun yang harus menerima kenyataan bahwa keluarganya akan terpecah-belah.

Memikirkan kenangan indah yang dialaminya sewaktu kecil, saat ayahnya menggendongnya di taman kota dan ibunya yang tertawa lepas melihat tingkah laku mereka sambil menyiapkan roti untuk mereka. Tetapi itu semua telah berlalu dan sekarang keadaanya telah berbalik. Ayah dan ibunya telah membangun keluarga ini selama 17 tahun lamanya.

Ayahnya seorang berkebangsaan jerman lalu bertemu ibunya dan menikah serta dikarunia seorang anak perempuan bermata biru , berambut merah yang diberi nama Hilda Ritter.Gadis itu sudah lelah dengan kehidupannya , ia tidak tahu harus bagaimana lagi, memikirkan masa lalunya adalah hal yang sia-sia. Semua itu tidak dapat menghiburnya dan tidak dapat memperbaiki keluarganya lagi.

Lalu ia beranjak bediri, meninggalkan jejak tangan diantara debu lantai. Dengan kaki yang diseret sambil berjalan, ia menuju sudut ruangan untuk mengambil tali tambang kusam yang tergantung diantara kayu. Lalu mengikatkan tali itu di tiang-tiang penyangga bagian atas ruang tersebut. Ia mengikat tali tersebut menjadi simpul berbentuk lingkaran.

Setelah selesai mengikat, ia hendak mencari pijakan untuk diletakkan di bawah tali itu, tapi ia masih belum yakin apakah cara ini adalah cara terbaik untuk mengakhiri semua ini. Gadis itu bingung, ia menangis lebih keras dari sebelumnya, hingga ia harus berpegangan pada besi bekas disampingnya agar tak terjatuh. Akhirnya gadis itu memutuskan bahwa inilah cara terbaik dan tidak ada cara lain lagi. Dengan langkah terbata-bata tapi pasti, ia mencari pijakan untuk melengkapi aksinya. Ia mencari ke seluruh penjuru ruangan tapi tidak menemukannya.

Akhirnya ia mencoba mencari di belakang tumpukan kayu tinggi di sisi kiri ruangan, ia menurunkan balok kayu tersebut satu persatu hingga ia menyadari ada yang aneh dibalik tumpukan kayu itu. Dengan hati-hati ia menurunkan semua balok tersebut dan menemukan sebuah pintu merah bergaya victoria dengan pengetuk dan kenop kuningan kusam. Gadis itu memutar kenop tersebut dan pintu itu terbuka.

Hawa pengap dan berdebu membuat gadis itu terbatuk. Ruangan itu hanya berisi satu benda, benda tinggi, sekitar 2 meter yang ditutupi oleh kain putih. Gadis itu mendekati benda tersebut dan menarik kain putih yang menutupinya. Lemari kayu tua dengan gagang berbentuk bunga mawar dengan sulur-sulur bercabang merambat hingga ke bagian belakang menghiasi lemari itu. 4 buah penyangga perunggu berbentuk sulur yan merambat hingga ke bagian atas. Terdapat huruf H di bagian tengah gagang , huruf yang sama dengan inisialnya.

Tanpa berpikir panjang ia menyentuh huruf tersebut dan bunga itu berputar serta mengeluarkan suara roda gigi yang berputar. Sontak gadis itu kaget dan lemari tersebut terbuka, lalu gadis itu tak pernah terlihat lagi.

Aracelli EraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang