[ HAS BEEN REVISED ]
(Multinedia : Chelsea Islan - Luna Anindya)
•||•||•||•
KRIING
Bel masuk sekolah sudah berbunyi. Luna dengan langkah bergegas segera memasuki ruangan yang terdapat plat tanda '3 IPS 1' di depan pintunya. Semua orang sudah memasuki ruang kelas, tersisa satu kursi kosong di pojok paling belakang dekat jendela. Luna pun segera menduduki kursi favoritnya itu tanpa basa-basi lagi, sama sekali tak mengindahkan tatapan sinis dan aneh dari orang-orang di kelasnya-yang seharusnya ia panggil teman.
Guru mata pelajaran Geografi sudah memasuki kelas, Ketua Kelas pun menyiapkan dan semua memberi salam.
"Ya, kita absen dulu ...."
Luna membuka resleting tasnya, alih-alih mengambil buku pelajaran, Luna malah mengeluarkan novel 'Pride and Prejudice' yang tak sempat ia tamatkan kemarin.
Hah, Luna pun tak perlu khawatir akan kepergok guru karena membaca novel saat pelajaran sedang dimulai. Karena semua orang tidak akan peduli. Mau Luna membaca novel, Luna menangis, jungkir balik, salto dan lain sebagainya, semua orang takkan peduli. Lagipula, Luna tidak pernah ketahuan oleh siapapun saat tidak memperhatikan pelajaran. Jadi ya ... nikmati saja.
"Silvia Maulinda?"
"Hadir, Pak!"
"Hm ... sepertinya nggak ada yang kelewat, kan?"
Luna tersenyum kecut. Seperti biasa, setiap diabsen, pasti Luna akan terlewat, dan hampir semua guru akan seperti itu, ya ... hampir. Hah, udah biasa, batinnya.
"Hoam ...," kuap Luna lalu melipat ujung halaman novelnya. Ia mengucek matanya yang terhalang kacamata lalu menutup novelnya. Ia mengantuk. Semua karena ia tidak mengacuhkan kata-kata Lingga kemarin malam. Sebelum tidur, selama sejam kurang lebih Luna membaca novel lagi di balkon, bahkan hampir saja tertidur di sana. Untungnya bukunya jatuh dari pangkuannya dan menimbulkan suara sehingga Luna terbangun.
Akhirnya Luna tidur tepat tengah malam.
Ia memasukkan lagi novelnya ke dalam tas, lalu melipat tangannya di atas meja. Luna pun mengubur wajahnya di antara lipatan tangannya lalu tidur.
Pasti nggak bakal ketahuan, batinnya tenang.
•||•||•||•
Lingga tahu. Sangat tahu bahkan. Luna tidak akan ada di kelasnya saat istirahat seperti ini. Cewek itu pasti akan langsung ngacir dari kelas yang biasa ia sebut dengan 'kamar keduanya' itu. maka dari itu, dengan mengandalkan 'Radar Luna-nya', Lingga akan langsung ngibrit ke taman belakang sekolah.
Markas Luna.
"Woi! Lingling!" teriak seseorang. Suara setengah macho yang masih dalam masa pubertas yang terlambat itu terdengar. Lingga menengok dengan malas kala ia sudah berada di ambang pintu kelasnya.
"Apaan?"
Rendra merangkul Lingga dari samping, lalu menariknya ke luar kelas diikuti dengan Tyo dan Haris. "Lo pasti mau nyamperin Princess Luna, ya?"
Mereka berempat-Lingga, Rendra, Tyo dan Haris-berjalan di tengah koridor lantai satu yang sudah agak ramai oleh murid-murid yang beristirahat. Lingga melepas rangkulan Rendra lalu memasang wajah jijik. "Apaan sih lo? Rangkul-rangkulan kayak pacaran aja."
Rendra mengedip manja. "Aku kan maunya deket-deket sama kamu...." Lalu ia memeluk lengan Lingga dengan erat, membuat Lingga memasang wajah horor sekaligus jijik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aeritys
Fantasy[•] "Dunia kita berbeda," Fhreii memberi jeda, menarik napas lebih dalam dan berusaha menahan rasa sesak di dadanya, "kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Di Athyra, maupun di duniamu. Aku takkan pernah bisa melawan para Dewa. Maka dari itu...