Part #11

359 14 0
                                    

Mulmed : Really Don't Care - Demi Lovato

'Tidak perlu membuat sebuah pernyataan, jika nanti akhirnya menjadi sebuah pertanyaan'

****

"Hah! Sudah lah lebih baik aku pergi cari makan!" Sentakku seraya berdiri dari selonjoran lalu menyambar tasku di nakas. Lebih baik keluar dari sini, aku sudah muak.

Hampir kubuka pintu, sebelum terdengar suara dingin memberhentikan ku "tangan mu sudah baikan?" Tanya Reinald tanpa berbalik badan dan menjawab aku hanya berlalu keluar dari ruangan sialan itu.

Aku memasuki lift dengan wajah memerah dan akhirnya pun aku menangis didalam Sana. Astaga, ini semua gara-gara Reinald! Sudah tau aku terlalu bawa perasaan. Lagi pula teganya dia kacangin aku sedari tadi, tanpa mengajakku berbicara sedikit pun, menegur pun tidak. Katanya mau nikah, tetapi begini! Bisa-bisa aku tidak diurus dengan suami sendiri.

Aku sudah berhenti menangis tetapi aku yakin wajah dan hidung ku sangat memerah sekarang dan saat aku sedang menghapus air mata, tiba-tiba lift terbuka aku merunduk tidak berani untuk mengangkat kepala, malu jika dilihat orang aku habis menangis, nanti dikira aku habis diapa-apain gitu kan.

Entah cewek atau cowok, orang disebelah ini aku tidak perduli, tetapi aku mencium parfum cowok. Ah, intinya aku benci Reinald!

"Ibuk, baik - baik saja?" Tanya orang disebalahku ini dengan formal. Oh, ternyata aku tidak salah, memang lelaki. Eh, tetapi mengapa ia memanggil ku ibuk? Btw, aku masih 22, maaf. Tanpa menjawab dan mendongak aku mengangguk meng-iya kan.

Ting.

Setelah pintu lift terbuka aku langsung bergegas keluar dari lift tersebut sekaligus keluar dari gedung sialan ini, kalau bisa akan ku kutuk sekarang juga. Dengan perasaan kesal aku menyebrangi jalan raya untuk pergi ke sebuah cafe yang dulu aku pernah bekerja disana lalu dipecat dengan cara tidak hormat. Hah, sudahlah.

Cafe ini hanya besebrangan dengan gedung Reinald-dan bodoh nya aku baru menyadarinya sekarang-maka dari itu orang-orang kantor sebagian banyak lunch di cafe ini.

Aku mendorong pintu, terdengar lah lonceng yang berada diatas pintu tersebut menandakan jika ada orang atau pelanggan yang masuk. Ketika aku ingin mencari meja yang kosong, aku sempat bertatapan dengan Rio. Ia tampak terkejut lalu tanpa sebab ia langsung berlari menuju dapur. Entahlah mengapa.

Tak lama setelah itu, datanglah waitress yang asing bagiku, sepertinya ia waitress baru disini "permisi, ingin pesan apa?" Tanya waitress itu dengan sopan. Aku membolak-balikan menu makanan.

"Green tea saja satu" sebenarnya makanan disini terlihat lezat, tetapi keburu mood ku sudah hancur karena Reinald, jadinya aku hanya memesan green tea saja.

"Ada, yang lain?" Tanya waitress itu lagi,

"Tidak, itu saja"

"Baiklah silahkan ditunggu" aku menjawabnya dengan anggukan lalu waitress itu berlalu pergi. Selang beberapa menit, munculah kembali waitress itu dengan cangkir diatas nampan lalu menaruhnya dimeja ku, setelah aku nengucapkan terima kasih, ia kembali pergi.

Sambil meneguk green tea, aku melihat sinis kearah samping, dimana disana terdapat gedung yang menjulang tinggi milik Reinald berada. Bahkan aku tidak tau seberapa kaya lelaki itu. Aku bisa melihat gedung tersebut karena aku duduk tepat disamping kaca yang menampakkan pemandangan diluar cafe. Mengingat kejadian tadi, membuat ku kesal setengah mati! Yatuhan, rasanya ingin sekali aku mencakar wajah tanpa dosa milik Reinald itu. Awalnya saja, pake sok-sok baik eh, habis itu malah di kacangin habis-habisan suka banget berubah-ubah dasar bunglon! Sudahlah aku tidak perlu perduli dengan Reinald, mau dia jadi kadal juga tidak apa.

Beating HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang